Semarang --- Menjelang dimulainya tahun ajaran baru 2025, keresahan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNNES) terhadap praktik makelar kost kembali mengemuka. Di media sosial, terutama platform X (sebelumnya Twitter), mahasiswa aktif menyuarakan kekhawatiran mereka terkait harga kost yang melonjak tinggi dan tidak wajar. Penyebab utamanya disinyalir adalah peran pihak ketiga yang bertindak sebagai makelar, memanfaatkan media sosial untuk menawarkan kamar dengan harga yang telah dimark-up.
Salah satu unggahan dari akun komunitas mahasiswa UNNES, yang diunggah pada 26 April 2025, menyoroti praktik ini secara terbuka. Dalam cuitannya, akun tersebut memperingatkan mahasiswa baru agar tidak mencari kost melalui Instagram.
"Jangan cari kosan lewat IG please, mereka rata-rata makelar semua dan harganya udah pada di mark up. Better cari dari kenalan kating atau survey langsung."
Pernyataan tersebut viral di kalangan mahasiswa UNNES dan telah ditonton lebih dari 25 ribu kali. Dalam kolom komentar, berbagai akun mahasiswa merespon dengan pengalaman serupa dan memberikan saran praktis. Salah satu pengguna membagikan solusi berupa direktori nama kost beserta kontak pemiliknya secara langsung.
"Aku punya info kaya gini nih, nama kost dan langsung nomor pemiliknya, jadi kalian gak usah khawatir kena makelar."
Cuitan lainnya menyarankan metode pencarian tradisional.
"Udah paling bener nyari kos itu door to door. Jangan malu tanya kalau mau dapet kos murah."
Respon tersebut menunjukkan bahwa praktik makelar bukan lagi isu individu, melainkan menjadi masalah struktural yang berdampak luas di lingkungan sekitar kampus.
Permainan Harga di Balik Media Sosial
Berdasarkan cuitan-cuitan yang beredar, sebagian besar makelar kost bekerja secara informal. Mereka mempromosikan kamar kost melalui akun Instagram dan grup WhatsApp, seringkali dengan mencantumkan harga yang sudah dinaikkan dari harga asli pemilik kost. Mahasiswa yang tidak mengetahui harga asli akhirnya menyewa kamar dengan harga lebih tinggi dari seharusnya. Fenomena ini memperlihatkan celah dalam sistem informasi tempat tinggal mahasiswa di sekitar UNNES. Tidak adanya transparansi harga dan kontak langsung dengan pemilik kost membuat mahasiswa baru mudah dimanfaatkan oleh oknum perantara. Bahkan, sebagian mahasiswa mengaku baru menyadari bahwa mereka membayar lebih mahal setelah membandingkan dengan teman yang menyewa langsung dari pemilik.
Ketiadaan Pengawasan dan Akses Informasi
Makelar kost memanfaatkan ketidaktahuan mahasiswa baru yang berasal dari luar kota dan belum mengenal lingkungan sekitar UNNES. Mereka mengandalkan urgensi mahasiswa dalam mencari tempat tinggal, terutama saat masa penerimaan mahasiswa baru. Dalam kondisi terburu-buru dan tidak memiliki jaringan informasi, mahasiswa menjadi sasaran empuk para perantara ini. Hingga saat ini, belum ada regulasi atau pengawasan resmi dari pihak kampus maupun kelurahan yang mengatur praktik percaloan kost ini. Situasi ini membuat perantara bisa bebas menjalankan aktivitasnya tanpa kontrol atau kejelasan hukum. Platform media sosial yang seharusnya menjadi jembatan informasi, justru dimanfaatkan sebagai alat permainan harga.
Solidaritas Mahasiswa Muncul di Media Sosial
Meski belum ada intervensi dari lembaga formal, solidaritas antar mahasiswa muncul sebagai respons alami atas fenomena ini. Beberapa mahasiswa secara sukarela menyusun direktori kost beserta nomor pemiliknya dan menyebarkannya secara terbuka. Langkah ini dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi makelar dan upaya menjaga akses informasi yang adil. Saran-saran seperti "survey langsung", "tanya kakak tingkat", hingga "hindari IG dan akun sewaan" banyak disuarakan di kolom komentar. Ini menjadi semacam gerakan informal mahasiswa untuk saling lindungi, terutama terhadap mahasiswa baru yang belum memiliki orientasi penuh terhadap wilayah Sekaran dan sekitarnya.
Simpulan: Masalah Lama yang Butuh Solusi Baru
Fenomena makelar kost bukan hal baru, tapi eksistensinya kini makin masif dengan bantuan media sosial. Ketiadaan sistem informasi resmi dan terbuka soal tempat tinggal mahasiswa menciptakan ruang yang subur bagi praktik ini terus berkembang. Bila tidak segera ada langkah konkret, mahasiswa akan terus menjadi korban permainan harga setiap tahun. Penting bagi kampus, komunitas lokal, dan organisasi mahasiswa untuk memikirkan sistem informasi hunian yang transparan, terbuka, dan bebas perantara. Dengan begitu, mahasiswa dapat mengambil keputusan yang lebih bijak, tanpa khawatir dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI