Mohon tunggu...
Saraga mulyana
Saraga mulyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiwa-relawan kemanusiaan-penulis dadakan

untuk saat ini bingung mau nulis bionya apaa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menakar Potensi Konflik Kebebasan Pers Pasca Pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi

5 Juli 2023   07:01 Diperbarui: 5 Juli 2023   07:08 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berbicara tentang produk jurnalistik, tidak terlepas dari upaya kerja jurnalis untuk mendapatkan segala informasi yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam proses pencarian informasi, jurnalis dituntut memahami kode etik serta memahami akan hak-hak narasumber. Seperti yang kita ketahui, dalam profesi jurnalis terdapat 11 pasal kode etik yang mengikat pewarta dalam pekerjaan. Pasal 9 dalam kode etik menerangkan "wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya,kecuali untuk kepentingan publik". Hal ini kembali dipertegas  dalam pasal 6 UU Pers No 40 Tahun 1999 berbunyi "Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut : ..... c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;  d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;" maka dapat ditafsirkan selama dalam koridor kepentingan publik serta mendorong pengembangan pendapat publik yang didasari oleh informasi yang tepat dan akurat, maka pewarta dapat mengembangkan aspek penelusurannya lebih mendalam terhadap narasumber.

Dalam proses pencarian data yang valid, cenderung pewarta membutuhkan usaha lebih dalam mengakses,mendapatkan informasi. Hal ini dapat dilakukan apabila sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Melalui perannya mengembangkan pendapat umum, pewarta seringkali memuat informasi yang berisi tentang data keuangan ataupun hal yang dirasa memiliki korelasi kuat terhadap permasalahan yang dihadapi oleh narasumber. langkah ini dapat dilakukan dengan mempertahankan prinsip praduga tidak bersalah dalam mengemas narasi berita.Upaya dalam mencari informasi yang tepat serta memgembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang akurat menjadi problematik tatkala berbenturan dengan telah diundangkannya UU Perlindungan Data Pribadi satu tahun silam.

Sedikit menelaah undang-undang Perlindungan Data Pribadi, didapati pasal yang cukup eksplisit menekankan larangan penggunaan data pribadi tanpa persetujuan pemiliknya. Hal ini tertuang dalam pasal 65 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi "(1) Setiap Orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi. (2) Setiap Orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya. (3) Setiap Orang dilarang secara melawan hukum menggunakan  data Pribadi yang bukan miliknya". Seterusnya terdapat pula ancaman pidana sebagai sanksi tegas terhadap pelanggaran, tertuang dalam pasal 67 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi   "(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.00O.OOO.000,00 (lima miliar rupiah)".Secara perspektif publik hal ini merupakan pasal yang  substantif mengingat memberikan jaminan kepada warga negara adanya regulasi yang tegas terhadap keamanan data pribadi.

Kebermanfaatan Undang-undang ini dilain sisi juga menjadi bias bilamana dihadapkan dengan prinsip kebebasan pers. Seperti yang kita ketahui dalam prinsipnya,pers berhak mendapatkan segala informasi valid dan faktual. Namun dengan adanya undang-undang Perlindungan Data Pribadi ditakutkan menjadi tameng bagi beberapa pihak sebagai upaya menghalang-halangi pekerja pers atau bahkan menjadi alat kriminalisasi pewarta dalam menjalankan fungsinya. Sebenarnya diatas kertas pengecualian atau bahkan pembatalan tuntutan terkait pelanggaran Perlindungan Data Pribadi bukanlah suatu hal yang baru. Merujuk kepada regulasi yang sama dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi "(1) Hak-hak Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 1O ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan untuk: a. kepentingan pertahanan dan keamanan nasional; b. kepentingan proses penegakan hukum; c. kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara;d. kepentingan pengawasan sektor jasa keuangan, moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara; atau ' e. kepentingan statistik dan penelitian ilmiah."  Apabila pekerjaan jurnalistik dapat diartikulasikan sebagai kepentingan umum  dalam rangka penyelenggaraan negara bisa saja tidak menjadi persoalan. Namun tidak ada penjelasan lebih mendalam terkait frasa "penyelenggaraan negara" yang mengindikasikan fungsi pers ada didalamnya. Maka dapat ditarik kesimpulan adanya potensi benturan antara kebebasan pers yang dilindungi konstitusi dengan perlindungan data pribadi.

Secara teori dan mekanisme, penanganan konflik pers sebenarnya telah diatur dengan jelas dalam Undang-undang Pers. Adanya Hak Jawab serta Hak sanggah/koreksi apabila didapati suatu kekeliruan dalam pemberitaan bisa menjadi langkah defensif yang dapat ditempuh narasumber serta adanya mekanisme  koordinasi penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan yang didasari pada  nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian sebagai instrumen hukum negara. Namun bagi penulis perlu adanya kajian lebih lanjut serta keterlibatan seluruh pihak dalam menghadapi potensi sengketa. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun