Mohon tunggu...
M. Sapwan
M. Sapwan Mohon Tunggu... Musisi - photo traveling di malang

saya dari Lombok

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Risalah Kebangsaan Hamzanwadi Institute

18 Agustus 2019   20:22 Diperbarui: 18 Agustus 2019   20:33 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini hanya sebagai khazanah kita yang tentu layak kita bincangkan, sebagai bagian dari "Plasma Nutfah" NKRI. "Ini refleksi saja. Kumpulan perbedaan jadikan kekayaan untuk melihat situasi kondisi saat ini," tandas Badrun AM, selaku moderator dalam dialog. Digelar Hamzanwadi Institute di Jalan Pemuda 69, disiarkan via streaming di laman Facebook.

Tema Ya Fata Sasak Indonesia, diambil dari diksi yang digunakan ZAM dalam salah satu lagu yang diciptakan. Tiga identitas SASAK yang coba digambarkan dan diharapkan inhern. Yakni sebagai bagian dari INDONESIA, Kuatnya nilai ISLAM, dan sebagai kaum cerdik pandai tercerahkan yang diistilahkan dengan IKHWANUSSHOFA.

Dalam lirik lagu ini, ZAM tidak satupun menyebut soal madrasah ataupun organisasi yang didirikan, yakni Nahdlatul Wathan. Lagu ini memang tidak diperuntukkan khusus, seperti lagu-lagu lain yang diciptakan. Tetapi, ditujukan sekaligus penegasan seluruh Sasak/Lombok sebagai bagian dari INDONESIA.

#Pendidikan dan Strategi Kebudayaan
Semasa orde baru, identitas lokal tidak kelihatan, karena adanya penyeragaman budaya. Barulah di era reformasi mulai muncul kembali. Namun, kemunculannya baru sebatas hal simbolik seperti pakaian, alat musik dan sesuatu yang seremonial. Namun, secara mental dan praktek budaya tidak banyak berubah.

Ini juga terjadi di bidang pendidikan, ada diskontinuitas di dunia pendidikan formal, dengan budaya yang berkembang di masyarakat. Dr Saipul Hamdi (akademisi Unram) menganggap, transfer knowledge ke masyarakat, terlalu di dominasi dari pengetahuan yang sumbernya dari Timur Tengah. Kemudian, terkini ditambah lagi dengan adanya hal-hal baru yang dibawa seperti Salafi dan Wahabisme, menjadi tantangan sendiri.

Pondok Pesantren dituntut untuk lebih berperan dalam peningkatan kualitas SDM yang lebih terkini. Dan meminimalisir diskontinuitas budaya ini. "Jumlah pondok pesantren yang banyak, tidak berbanding dengan peningkatan kualitas SDM," kata Hamdi.

Senada disampaikan, Akademisi Universitas Hamzanwadi Dr M Halqi, bagaimana meningkatkan SDM lokal ini. Serta bagaimana menggali dan membedah khazanah lokal juga harus terus dilakukan. 

Dalam tradisi Sasak, seringkali, pengetahuan lokal disembunyikan, bahkan tabu untuk dikeluarkkan, dipegang orang-orang tertentu saja.

Banyak praktek yang saat ini saat ini dipandang mitos belaka. Padahal, jika dikaji lebih jauh hal tersebut, seperti juga hal rasional seperti pandangan modern.

Sayangnya, akibat kebiasaan menyembunyikan pengetahuan ini, jikapun pengetahuan itu kemudian diketahui, generasi tidak lagi mengetahui konteks, tujuan dan manfaat pengetahuan tersebut, sehingga menjadi mitos.

Beragam debat lahir dalam narasi Sasak, salah satunya disebabkan tidak ada referensi utuh untuk menggiringnya sebagai narasi besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun