Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Gastro-Colonialism di Tanah Papua: Penjajahan dalam Sebungkus Mi Instan

28 April 2024   17:39 Diperbarui: 1 Mei 2024   11:22 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mi instan (pixabay/viarami)

Ironisnya permasalahan pangan ini banyak terjadi pada anak-anak. Di mana mereka tidak mendapatkan makanan dengan gizi yang baik dan ketika mereka lahir pola konsumsi masyarakat sudah mulai bergeser ke produk-produk instan sehingga mereka tumbuh dengan makanan-makanan yang tidak sehat.

Baru-baru ini isu soal gastro-colonialism ini kembali hangat dibicarakan di social media setelah viralnya aksi youtuber yang membuat sebuah konten masak-masak dalam skala besar untuk masyarakat Papua. 

Hingga aksi content creator TikTok yang sering memberikan bantuan makanan kepada masyarakat Papua yang menunjukkan bagaimana masyarakat dan juga anak-anak rela menukarkan bahan makanan bergizi seperti sayur, buah, bahkan hingga ikan untuk beberapa bungkus mi instan dan makanan lainnya.

Mungkin kita akan bertanya-tanya, bagaimana bisa seseorang yang membantu masyarakat tetapi tidak mendapatkan respons yang baik dari warganet? Fenomena gastro-colonialism yang menjadi bagian sejarah masyarakat Papua merupakan hal yang dikhawatirkan oleh beberapa orang yang mengkritisi aksi tersebut.

Dengan membawa dan mengenalkan makanan atau jenis bahan makanan yang tidak ada disana, dikhawatirkan dapat menciptakan permasalahan baru dalam pola konsumsi masyarakat lokal. 

Dalam jangka pendek memang tidaklah menjadi sebuah masalah apalagi dalam hal ini tujuannya mulia untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan pangannya, namun dalam jangka panjang kegiatan tersebut lagi-lagi bisa menyebabkan nutrition transisition pada masyarakat.


Permasalahan ini terbukti masih ada dan belum terselesaikan hingga saat ini. Setidaknya terdapat dua poin permasalahan yang masih belum terpecahkan dan masih diusahakan untuk bisa menjadi solusi yang konkret, yaitu akses dan konsep pola konsumsi makanan masyarakat lokal.

Dapat dikatakan bahwa dua hal ini yang menjadi akar permasalahan dari gizi buruk dan stunting yang marak terjadi di tanah Papua. Akses yang sulit untuk pendistribusian bahan pangan hingga pemerintah atau pihak-pihak tertentu yang masih belum bisa menyamakan kebiasaan dan pola konsumsi makanan masyarakat lokal membuat permasalahan tersebut ada dan betah hingga saat ini.

Namun yang terpenting dari ini semua adalah soal "perspektif". Di mana kita perlu memahami kebiasaan dan pola konsumsi masyarakat di Papua untuk bisa mengentaskan permasalahan gizi buruk dan stunting ini. Karena jika kita menggunakan perspektif dari daerah di luar Papua, maka itu semua tidak akan efektif dan berhasil untuk bisa mengentasan permasalahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun