Mohon tunggu...
Sapto Satrio Mulyo
Sapto Satrio Mulyo Mohon Tunggu... Lainnya - Ingin Berbagi Pengalaman

Sapto Satrio Mulyo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesetaraan Gender di Indonesia Masih Blunder

8 Desember 2021   22:47 Diperbarui: 8 Desember 2021   23:20 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kecuali kodrat masing-masing gender yang tidak dapat diubah, seperti perempuan yang mengandung, dari hasil pembuahan laki-laki.

Selebihnya, jikalau kita nyatakan "Setara" ya setara, tidak ada kata setara, jika masih ada embel-embel previlage untuk salah satu gender.

Kalau bilang Setara tapi masih ada Previlage yang dituntut, itu namanya Politicking Gender

Coba kalau kita menengok sedikit ke Eropa, yang namanya Kesetarasn Gender, setara ya setara. 

Perempuan laki sama-sama kerja dan cari nafkah, perempuan laki sama-sama angkat galon, nah itu baru namanya setara, karena Kearifan Lokal di sana memang begitu itu adanya.

Buksn itu saja, pasutri di sana sudah terbiasa hidup patungan belah semangka, bahkan Suami Istri makan di Restoran pun, bayar masing-masing.

Kita tidak usah ikut-ikutan seperti mereka yang punya Kearifan lokalnya sendiri.

Juga kita tidak usah ikut-ikutan merusak Kearifan Lokal kita sendiri yang sudah begitu Luhur, dengan mengadopsi Kearifan Lokal negeri orang, yang sangat berbeda.

Kearifan Lokal kita adalah "Ibu Pertiwi", Ibu dipuja oleh anak dan Bapak, karena Ibu Sangat Menghormati Bapak.

Begitulah Kearifan Lokal hubungan Pasitri di Indonesia semestinya. 

Jadi dapat dipastikan hubungan Pasutri akan harmonis.

Leluhur kita sudah meninggalkan banyak contoh Cinta Abadi dari alam sekitar.

Seperti filosofi Mimi lan Mintuno (Sejenis Kerang - yang selama hidupnya harus rapat jadi satu kesatuan), dua sejoli ini, jika dipisah, maka dua-duanya akan segera mati.

Juga Filosofi Roti Buaya dalam pernjkahan adat Betawi. Buaya menjadi simbol cinta abadi. Konon jika pasangannya mati, maka pasangan yang masih hidup mencoba untuk bunuh diri, atau paling tidak, tidak mencari penggantinya.

Dari dua contoh Cinta Abadi tersebut di atas, Leluhur sudah mengajarkan kita, untuk saling asah, asih, dan asuh.

Jika Pasutri sudah sampai pada komitmen, untuk Saling Asah, Asih, dan Asuh, maka dapat dipastikan Pasutri akan hidup bahagia.

Tidak sampai di situ saja, anak-anak pun yang tumbuh dalam kebahagiaan orang tuanya, pasti akan tumbuh lebih baik dan berhasil hidupnya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun