Gambar tersebut menjelaskan kritik filsafat Herbert Marcuse terhadap sistem pajak yang disebut sebagai “manusia satu dimensi”. Marcuse mengkritik bahwa sistem pajak dapat menjadi alat ideologi negara yang menutupi sifat aslinya sebagai mekanisme kontrol birokratis. Dalam konteks perpajakan, “patuh pajak” sering dipropagandakan sebagai tindakan baik dan nasionalis, sementara kritik terhadap sistem justru dicap negatif.
Selain itu, sistem teknokratis menekan manusia karena akuntan dan pelaku usaha diwajibkan melakukan rekonsiliasi ganda antara laporan komersial dan fiskal, tanpa ruang untuk mempertanyakan rasionalitasnya. Pemikiran alternatif, seperti menyatukan laporan komersial dan fiskal agar lebih efisien, dianggap terlalu naif atau bahkan radikal, sehingga tidak dipertimbangkan.
Marcuse juga menyoroti adanya “kebutuhan palsu” yang diciptakan oleh sistem, misalnya negara lebih mengutamakan “kepastian fiskal” meskipun itu justru menambah beban administratif bagi wajib pajak. Intinya, kritik Marcuse mengajak agar kita melawan sistem perpajakan yang hanya melihat satu dimensi kepentingan negara, tanpa memberi ruang untuk pertimbangan rasional, keadilan, dan kesejahteraan manusia secara utuh.
Prinsip Henry David Thoreau menekankan pentingnya mengikuti suara hati nurani daripada sekadar mematuhi hukum. Dalam konteks perpajakan modern, hal ini berarti praktisi dan pelaku usaha memiliki hak moral untuk menolak sistem pajak yang dianggap tidak rasional atau memberatkan. Penolakan seperti ini bukanlah tindakan kriminal, melainkan ekspresi tanggung jawab etika sebagai warga negara.
Kritik terhadap sistem perpajakan tidak dapat disamakan dengan sikap anti-negara, melainkan merupakan upaya menjaga agar kebijakan fiskal tetap adil dan manusiawi. Jika pajak justru menindas rakyat dan memperparah kesulitan hidup, maka sistem tersebut patut ditolak atau diperbaiki. Namun penolakan ini dilakukan secara damai, terbuka, dan bertujuan mendorong reformasi, bukan untuk menciptakan kekacauan. Dengan demikian, pemikiran Thoreau mengajarkan bahwa keberanian moral dalam menghadapi ketidakadilan adalah bentuk kesetiaan tertinggi pada keadilan itu sendiri.
Matriks Perbandingan Pemikiran Filsuf tentang Etika, Hukum, dan Tindakan Moral
Daftar Putsaka
Ikatan Akuntan Indonesia. (2019). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46: Pajak Penghasilan. Jakarta
Ikatan Akuntan Indonesia. (2017). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 65: Laporan Keuangan Konsolidasian. Jakarta
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!