Mohon tunggu...
santy121231128
santy121231128 Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya hobi dalam aktivitas fisik seperti renang dan lari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diskursus Episteme dan Kritik Pada Rekonsilasi Komersial Vs Laporan Perpajakan

30 Juni 2025   23:04 Diperbarui: 30 Juni 2025   23:04 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika moral Immanuel Kant menekankan bahwa manusia harus diperlakukan sebagai tujuan, bukan sekadar alat. Dalam konteks perpajakan, negara tidak boleh menjadikan warga negara sebagai “alat fiskal” semata untuk mengejar penerimaan negara. Prinsip dasar Kant menyatakan bahwa martabat manusia bersifat intrinsik, dan setiap individu memiliki hak atas penghormatan moral, termasuk dalam kebijakan pajak.

Sistem perpajakan yang hanya menekankan kepatuhan teknis dan prosedural tanpa mempertimbangkan keadilan moral, dinilai telah melanggar nilai-nilai etika. Negara seharusnya menyusun kebijakan pajak yang tidak hanya sah menurut hukum, tetapi juga adil secara moral. Ini berarti sistem pajak harus dirancang secara transparan, rasional, dan menghormati hak serta martabat wajib pajak.

Sintesis dari pemikiran Kant tersebut menuntut negara untuk: (1) tidak memperlakukan warga sebagai objek pemungutan semata, (2) menciptakan sistem perpajakan yang manusiawi dan relevan dengan kondisi riil, dan (3) memastikan bahwa keabsahan hukum pajak juga sejalan dengan prinsip keadilan etis. Dengan demikian, pajak bukan hanya menjadi alat negara, tetapi juga cerminan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan.

Kritik “Pajak” pada Manusia Satu Dimensi, Herbert Marcuse

(PPT Undira)
(PPT Undira)

Gambar ini menjelaskan kritik filsafat Herbert Marcuse terhadap sistem pajak yang disebut sebagai “manusia satu dimensi”. Marcuse mengkritik bahwa sistem pajak dapat menjadi alat ideologi negara yang menutupi sifat aslinya sebagai mekanisme kontrol birokratis. Dalam konteks perpajakan, “patuh pajak” sering dipropagandakan sebagai tindakan baik dan nasionalis, sementara kritik terhadap sistem justru dicap negatif.

Selain itu, sistem teknokratis menekan manusia karena akuntan dan pelaku usaha diwajibkan melakukan rekonsiliasi ganda antara laporan komersial dan fiskal, tanpa ruang untuk mempertanyakan rasionalitasnya. Pemikiran alternatif, seperti menyatukan laporan komersial dan fiskal agar lebih efisien, dianggap terlalu naif atau bahkan radikal, sehingga tidak dipertimbangkan.

Marcuse juga menyoroti adanya “kebutuhan palsu” yang diciptakan oleh sistem, misalnya negara lebih mengutamakan “kepastian fiskal” meskipun itu justru menambah beban administratif bagi wajib pajak. Intinya, kritik Marcuse mengajak agar kita melawan sistem perpajakan yang hanya melihat satu dimensi kepentingan negara, tanpa memberi ruang untuk pertimbangan rasional, keadilan, dan kesejahteraan manusia secara utuh.


(PPT Undira)
(PPT Undira)

(PPT Undira)
(PPT Undira)

Kritik Pajak di Indonesia dan Diskurus Henry David Thoreau, Civil Disobedience

(PPT Undira)
(PPT Undira)

(PPT Undira)
(PPT Undira)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun