Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kompak di Layar Kaca, Apakah Anies Sudah Baikan?

26 Mei 2020   11:54 Diperbarui: 26 Mei 2020   22:29 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Anies Baswedan (Tribunnews)

Namun yang jadi pertanyaan, disaat inkonsistensi saat PSBB berlangsung baik indisplinier aparatur berjaga yang angin-anginan serta masyarakat masih banyak yang hilir mudik dan berkumpul maka apakah cukup relevan mengklaim hal tersebut sebagai sebuah prestasi?

Gambaran tersebut kiranya bisa dibuktikan. Coba Anda-anda perhatikan di jalan protokol, apakah pos-pos jaga selama PSBB berlangsung masih bersiaga penuh? Apakah wilayah padat penduduk sepi dari lalu lalang warganya?

Jadi bisa disimpulkan apa? Bahwa melandainya kasus pasien positif Corona di Jakarta tidak bisa dikatakan seratus persen karena andil kebijakan PSBB. Boleh jadi penularan Corona di Jakarta sudah mencapai peak-nya dan kini perlahan menurun. Akan tetapi dalam kasus ini kita tidak bisa dapat lengah, karena pandemi Corona belum berakhir.

Hal ketiga yang Penulis ingin rujuk ialah tentu mengenai larangan pemudik kembali ke wilayah Ibukota dan sekitarnya.

Bilamana ada sebagian pemudik yang pulang kampung dilandasi oleh karena tidak adanya mata pencaharian yang bisa mereka lakukan di Jakarta. 

Maka yang jadi pertanyaan adalah bagaimana dengan nasib mereka para pemudik yang pulang kampung atas dasar rindu kampung halaman dan masih dapat mencari nafkah di Jakarta, semisal para pekerja informal?


Walau demikian kendala para pemudik kembali ke Jakarta pasca Lebaran tersebut mungkin bisa diselesaikan dengan mengurus Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Hanya saja prasyarat pemohon SIKM dimana harus menyiapkan surat telah mengikuti rapid test Corona atau tes polymerase chain reactiion (PCR) ini bisa jadi pantangan bagi para pemudik untuk melakukannya. Penyebabnya diantaranya mereka ragu dan takut melakukan tes tersebut, bisa pula dikarenakan alasan biaya yang harus dikeluarkan, dan tentu masih belum adanya ketidakpastian apakah mereka yang memiliki SIKM tidak akan lebih dahulu melalui masa karantina?

Lalu bilamana para pemudik tersebut tidak bisa kembali ke Ibukota dan kemudian terkatung-katung nasibnya di kampung halamannya, maka siapa yang bertanggungjawab menanggung biaya hidup mereka?

Kesimpulannya apa? Bisa kita lihat seksama bahwasanya inkonsistensi kebijakan, ketegasan, maupun ketidakdisiplinan dapat menghasilkan pekerjaan rumah yang berlarut-larut. Lantas bagaimana negeri ini dapat fokus mengatasi Corona jika saja tidak ada satu tekad yang bulat diantara pemerintah pusat maupun daerah berikut warganya. 

Semoga saja harmonisasi yang nampak di layar kaca tidak hanya sekadar formalitas belaka, dimana kelak nanti muncul masalah baru maka masing-masing pihak beradu saling menyalahkan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun