Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Daya Magis "Flashsale", Menggiurkan tetapi Beresiko

25 April 2018   10:43 Diperbarui: 25 April 2018   10:57 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada apa dengan "flashsale"? Ya terjangan jualan kilat via toko online seperti sedang mewabah di kalangan produsen ponsel pintar. Strategi ini merupakan lanjutan dari upaya presentasi menarik sesaat peluncuran produk terbaru diperkenalkan. Dengan tingginya antusiasme para konsumen, produsen pun menggoda mereka yang sedang mabok kepayang untuk segera memiliki produk terbaru, alhasil jangan diragukan setelah bendera flashsale dikibarkan maka berbondong-bondong konsumen saling berebut menjadi yang pertama. Akibat jumlah produk yang dijual terbatas maka hanya segelintir konsumen yang mampu mendapatkannya dan tak sedikit konsumen yang harus menanti momentum flashsale berikutnya.

Flashsale memang menggiurkan, taktik produsen guna menarik audensi konsumen ini ternyata ampuh dalam upaya pemasaran produk. Iming-iming harga menarik dan umum disertai bebas ongkos kirim ini kerap menjadi jurus jitu guna menggoda para konsumen untuk membeli produk.

Mungkin yang menjadi pertanyaannya adalah atas dasar apa yang menjadikan produsen memutuskan untuk melakukan flashsale?

Hal pertama yang musti kita perhatikan dari sebuah produk baru ialah prihal ketersediaan barang. Perlu dengan seksama kita sadari bahwa setiap produk baru pada hakikatnya ketika produk tersebut diperkenalkan ke publik biasanya masih dalam proses pemenuhan kuota produksi untuk dipasarkan secara massal. Proses ini jelas memakan waktu yang cukup panjang bukan saja dikarenakan seberapa besar jumlah konsumen yang ditargetkan, melainkan pula lamanya proses distribusi ke berbagai lini penjualan bisa skala regional maupun global.

Alhasil produsen berupaya mencari langkah jitu bagaimana antusiasme tinggi akan produk baru ini agar tetap bertahan dan proses produksi tetap fokus berjalan, maka dilangsungkanlah flashsale.

Mengacu pada flashsale, poin pokok yang perlu dipenuhi disini ialah seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Produsen sementara tak perlu dipusingkan dengan penyediaan produk di lini penjualan offline seperti gerai, produsen hanya perlu mempersiapkan stok produk baru secukupnya dan menunjuk rekanan yang kredible sebagai perantara sentral layaknya toko online. Toko online dipilih disebabkan konsumen dapat dengan mudah mengakses dan bertransaksi melaluinya serta cakupan pemasarannya pun sangat luas.

Poin kedua yang perlu diperhatikan dari momentum flashsale adalah bagaimana flashsale mampu menciptakan gimmic sehingga daya tarik produk baru tetap bertahan. Cobalah anda perhatikan acapkali ketika flashsale berlangsung maka seperti ada de javu terjadi disana dimana produk baru ludes habis terjual dalam waktu singkat. Hal tersebut belum tentu menjadi sesuatu yang luar biasa, dikarenakan bisa saja terjadi disebabkan antusiasme konsumen tinggi sedangkan produk yang disediakan terbatas.

Akan tetapi lihat bagaimana imbas yang didapatkannya, akibat dari produk ludes habis saat flashsale. Walau ada respon negatif dari konsumen yang tidak kebagian produk, mayoritas konsumen yang ada masih setia menunggu kapan flashsale berikutnya dilaksanakan. Disini kita bisa lihat momentum flashsale produk tak hanya mampu menarik mereka konsumen yang loyal, tetapi juga mampu menjadi daya tarik bagi calon konsumen lain untuk beralih disebabkan gimmic produk dipersonakan begitu amat dicari.

Namun dibalik hingar bingar flashsale terselip sebuah konsekuensi yang mungkin dapat menjadi batu sandungan produsen dalam mencapai target penjualan, yaitu rasa kecewa konsumen.

Kekecewaan konsuMen yang tidak kebagian produk pada saat flashsale bisa menjadi bumerang manakala ada produk tandingan yang secara bersamaan beredar di pasaran, mengingat karakteristik loyalitas konsumen di Indonesia rendah maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadi.

Produk yang sejatinya menjadi alternatif pilihan bertransformasi menjadi pilihan utama dikarenakan minim atau terbatasnya ketersediaan produk di pasaran. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi produsen untuk bagaimana secepatnya memenuhi ketersediaan produk secara offline sehingga konsumen tak perlu berebutan dan menanti layaknya mengantri membeli sembako. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun