Mohon tunggu...
Sansam Maulana
Sansam Maulana Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis adalah seorang pendidik yang gemar membaca dan penikmat karya Dewi Lestari. Hobi lainnya adalah basket dan futsal.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Eksistensi Bahasa Indonesia Kini

29 Februari 2024   17:07 Diperbarui: 29 Februari 2024   17:10 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Data Pribadi)

Bahasa Melayu merupakan cikal bakal lahirnya bahasa Indonesia sebagai lingua franca (bahasa induk) di Nusantara ini. Namun, jika menilik sejarah, bahasa Indonesia tercinta ini dianggap "lahir" pada 28 Oktober 1928. 

Secara yuridis, barulah pada 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia (RI) dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36.

Menjelang satu abad kelahirannya, bahasa Indonesia mulai dipertanyakan keeksistensiannya, khususnya di Bumi Pertiwi ini. Kita paham bahwa sifat bahasa itu dinamis, bahkan fleksibel karena perkembangan zaman yang tidak terhindarkan. Hal itu tidak menutup kemungkinan bahasa Indonesia harus siap dengan berbagai "serangan kultur bahasa" dari berbagai bahasa, baik daerah maupun internasional. 

Menurut hemat penulis, ada tiga faktor yang memengaruhi keeksistensian bahasa Indonesia kini. Pertama, munculnya dialek salahsatu daerah yang sangat kental di dalam bahasa indonesia dewasa ini. Kedua, posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, bukan bahasa pertama di bumi Nusantara ini. Ketiga, rasa kebanggaan terhadap bahasa Indonesia itu sendiri.

Tersebarnya dialek Betawi, bahasa asli orang  Jakarta, mengakibatkan "kemurnian" bahasa Indonesia sebagai bahasa universal dan persatuan mulai luntur. Ya, kekhawatiran terbesarnya adalah pengecapan bahasa Indonesia hanya menjadi kekhasan daerah tertentu.

 Tidak dimungkiri, bahasa Indonesia dengan dialek betawi sudah menjamur ke antero Indonesia pada melinium ini, terutama di kota-kota besarnya. Para remaja atau anak mudalah yang menjadi pengguna aktif sekaligus aktor terbaik dalam penyebarannya.

Jika mendengar atau melihat acara musik di TV dan radio (Non-RRI), serta disusul film-film atau sinetron sekarang, tampaknya penyiar atau pemain film tersebut berlomba ria untuk ber-sih-deh-dong dan ber-lu-gua. 

Bisa dikatakan berbbahasa Indonesia dengan dialek Betawi  sudah menjadi mode tersendiri, bahkan menjadi sebuah pandemik di antero Nusantara ini. Bagaimana tidak, hampir setiap berkomunikasi kata lu, gua, sih, deh, atau dong,menjadi pengharum setiap tindak tutur penuturnya. Selain itu, akhiran -in yang muncul pada setiap kata yang diujarkan menjadi sufiks (akhiran) tersendiri dalam bahasa Indonesia. Misalnya, mikirin, bantuin, balikin, dan lain-lainnya.

Gejala terkontaminasinya bahasa Indonesia oleh dialek Betawi tidak menutup kemungkinan munculnya anggapan bahawa bahasa Indonesia menjadi milik daerah tertentu, sehingga masyarakat lainnya menjadi enggan menggunakan bahasa Indonesia.

Masalah kedua adalah posisi bahasa Indonesia itu sendiri sebagai bahasa pertama, bahasa persatuan, dalam komunikasi rakyatnya mulai diragukan. Jika melihat sejarah lahirnya bahasa Indonesia, bahasa daerah memiliki peranan yang tidak bisa diabaikan. 

Buktinya, bahasa Indonesia lahir dari salah satu bahasa daerah yang ada di Nusantara ini, yakni bahasa Melayu. Jadi, tidak diragukan lagi bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua setelah bahasa daerah, seperti bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan lainnya sebagai bahasa pergaulan sehari-harinya di setiap daerahnya. 

Oleh karena itu, tidak heran jika ada orang bertanya di mana bahasa Indonesia itu berperan atau dipakai? Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pertama hanya pada situasi formal/resmi.

Lunturnya rasa bangga berbahasa Indonesia merupakan faktor terbahaya yang menyangkut keeksistensian bahasa Indonesia. Seiring era globalisasi, tidak dimungkiri intervensi bahasa asing, terutama bahasa Inggris, sangat mengganggu keberadaan, bahkan kedudukan bahasa Indonesia itu sendiri. 

Intervensi bahasa asing tersebut sangat kentara sekali ketika melihat  acara atau program pada stasiun TV atau platform media sosial, seperti Youtube dan lainnya. Dengan tak acuh, mereka lebih bangga beringgris ria. 

Misalnya, nama-nama program, seperti headline news, Indonesia Idol, news flash, close the door, stand up comedy, David GadgetIn, dan lainnya. Sudah barang tentu beringgris ria pun menjamur di bahasa lisan. 

Remaja sekarang  tampak bangga dengan so what, which is, thanks, move on, literally, it means, worth it, honestly, prefer, dan banyak lagi lainnya. Ketika saya mendengar atau menonton acara olahraga, justru saya sering mendengar kata 'coach' diucapkan ketimbang kata 'pelatih' oleh para pembawa acara/berita.

Kita pasti memahami bahwa globalisasi merupakan sebuah keniscayaan. Di mana semua hal tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan tanpa sekat, termasuk dalam berbahasa. 

Keberadaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, memang penting juga sebagai bentuk sosialisasi kita di dunia internasional dan sebagai bentuk kemajuan masyarakat sebuah bangsa. 

Kita pun paham bahwa penguasaan bahasa asing  (Inggris) sebagai alat komunikasi merupakan keseharusan karena hampir semua sumber informasi global dalam berbagai aspek kehidupan, seperti bahasa transaksional (dalam bisnis), media massa, dan pendidikan (di bidang pengetahuan dan teknologi), menggunakan bahasa Inggris. Dengan kata lain, keberadaan bahasa asing  (Inggris) adalah sebuah ketidakmustahilan dalam upaya menjawab persaingan global.

Sebenarnya, eksistensi bahasa Indonesia sudah jelas tercantum dalam Undang-Undang  Dasar 1945 pasal 36 yang berbunyi bahwa bahasa negara Indonesia adalah bahasa Indonesia dan peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang  Nomor  24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang  Negera, dan Lagu Kebangsaan. 

Artinya, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bagian dari identitas sebuah bangsa, tertutama bangsa yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang beraneka ragam. Bahkan, bahasa Indonesia telah disetujui menjadi bahasa resmi sidang umum UNESCO pada 20 November 2023 yang lalu. Dengan demikian, kita patut bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai sebuah alat komunikasi bangsa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia ataupun asing sebaiknya memiliki fungsi dan peranan yang jelas. Kedua bahasa tersebut dapat berbagi peran dalam memajukan peradaban bangsa di era globalisasi. 

Artinya, kedudukan dan penggunaan bahasa asing  memang  diperlukan dalam menyiapkan kompetensi di era globalisasi ini. Namun, kita tetap harus menyadari bahwa bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi nasional sekaligus bahasa persatuan. Bahasa Indonesia itu sendiri pun mencerminkan sebuah jati diri dan kebanggaan bangsa.

Pembinaan sejak dini mengenai pentingnya berbahasa Indonesia harus dianjurkan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal itu dapat berguna untuk memupuk rasa bangga akan bahasa Indonesia di mana pun dan kapanpun. 

Biarlah bahasa daerah sebagai simbol kedaerahaan dan alat komunikasi intra-suku bangsa, sedangkan bahasa asing  dapat dijadikan sebagai alat komunikasi antarbangsa sekalligus bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Mari kita gairahkan kembali semangat Sumpah Pemuda yang diikrarkan 96 rahun silam, yaitu berbahasa satu, bahasa Indonesia.







Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun