Mohon tunggu...
Moch Taviv
Moch Taviv Mohon Tunggu... -

Wong Alas yang sedang melakukan Perjalan Menuju Kehidupan Abadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bercermin dari Ali k.w

7 Januari 2013   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:25 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Cerita yang saya kutip dari buku The Best Chiken Soup - Persembahan Nabi dan Keluarganya ini semoga bisa menjadi cermin kita bersama, terutama yang sedang mendapat amanah memegang tampuk kekuasaan.

Di masa kekhalifahan saudaranya, Ali k.w, Aqil tiba sebagai tamu  di rumah beliau  di  Kufah. Ali memberi  tanda kepada  putra  tertuanya,  Hasan ibn Ali, untuk menghadiahkan sepotong pakaian kepada pamannya tersebut.  Imam Hasan menawarkan sepotong jubah dan mantel kepada pamannya dari miliknya pribadi. Malam pun tiba, udara terasa hangat. Ali dan Aqil duduk di teras gedung pemerintahan sambil asyik bercakap-cakap, hingga tiba Waktunya untuk makan malam.

Merasa dirinya sebagai tamu seorang khalifah, wajar jika Aqil membayangkan  hidangan beraneka macam tersaji di atas meja makan. Diluar dugaan, yang tersaji adalah hidangan yang sederhana dan biasa-biasa saja.

Dengan terkejut ia berkata, "Makanan  apa saja yang engkau miliki, apa hanya ini?"

"Apakah ini bukan karunia Allah? Aku bersyukur sepenuh hati kepada Allah Yang Maha kuasa atas pemberian-Nya ini," jawab Ali.

"Aku dalam  keadaan  terdesak  dan  harus segera menyelesaikan  masalahku,"  Aqil lalu menceritakan keadaannya, "Aku terjerat hutang. Keluarkanlah perintah untuk  memutihkan utangku secepat mungkin. Tolonglah saudaramu ini sebisanya,  hingga aku tak lagi mengganggumu dan bisa pulang ke rumahku."

"Berapa banyak utangmu?" tanya Ali.

"Seratus ribu Dirham!" jawab saudaranya.

"Wah, seratus ribu Dirham, banyak sekali!" Ali terkejut, "Mohon  maaf, saudaraku! Aku tak  mempunyai  uang sebanyak itu untuk melunasi utangmu. Namun tunggulah hingga waktu pembayaran gaji. Aku akan memotong bagianku dan memberikannya kepadamu.  Dengan demi kian, aku tidak melanggar azas persaudaraan dan keadilan. Jika keluargaku tidak membutuhkan, tentunya  aku akan memberimu seluruh pendapatanku."

"Apa, aku harus menunggu hingga saat gajian?" kini giliran saudaranya  yang terkejut. "Simpanan publik dan kas negara berada dalam genggamanmu, tapi kau tetap memintaku untuk menunggu hingga saat pembayaran  gaji. Selain itu, kau pun hanya memberikan yang menjadi bagianmu! Kau kan bisa menarik dana  sebesar yang kau inginkan dari kas negara. Jadi, mengapa kau mebuatku  menunggu selama itu? Lagi pula, berapa sih jatahmu dari kas negara? Bahkan seandainya kau memberikan seluruh bagianmu, aku sangsi itu bisa membebaskanku sepenuhnya dari utangku," lanjut Aqil.

Lalu Ali menjawab, "Aku terkejut atas usulmu, terlepas tersedia atau tidaknya uang dalam kas negara. ltu bukanlah urusanku, namun kita berdua setara dengan saudara Muslim yang lain. Memang benar, kau saudaraku. Karenanya, aku harus membantumu dengan uang pribadiku semampunya,  bukan dari uang masyarakat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun