Mohon tunggu...
SANGALIKUR RISKIROMEO
SANGALIKUR RISKIROMEO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi kuliner dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konflik Antargenerasi pada Suku Sasak Pulau Lombok

23 April 2019   12:58 Diperbarui: 23 April 2019   13:16 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adat nyongkolan, Gendang Beleq (alat musik di depan) dan Kecimol (alat musik di belakang) | lombokleisuretour.com

Di sisi lain generasi lama mengecam perubahan tersebut karena sudah menyimpang jauh dari adat Sasak asli. Apa yang terjadi selanjutnya?. Sekarang nyongkolan tidak sepenuhnya berubah. Kebanyakan ritual nyongkolan menggunakan Gendang Beleq dan Kecimol sekaligus. Iring-iringan  di bagian depan biasanya menggunakan Gendang Beleq, lalu yang di belakang menggunakan Kecimol. Akan tetapi nilai luhur dalam nyongkolan seperti itu tidak didapati. Peristiwa unik tersebut adalah hasil dari konflik antara generasi lama Sasak dengan generasi baru Sasak.

Nyongkolan barulah satu dari sekian adat Sasak yang dimana terjadi konflik antara generasi lama dengan generasi baru. Walau demikian, tidak semua adat istiadat Sasak terjadi benturan seperti itu. Salah satu contohnya di Kecamatan Lingsar dan Kecamatan Narmada, Lombok Barat, masih menggunakan adat Sasak tulen atau adat Sasak asli. 

Masyarakat suku Sasak di kedua kecamatan ini masih menggunakan cara lama yang mereka dapati dari generasi sebelumnya. Seperti adat nyongkolan mereka masih murni menggunakan Gendang Beleq dan masih mengingat rasa malu di hadapan keluarga mempelai wanita. Termasuk adat istiadat tata krama Sasak lainnya masih terlihat kental walau tidak menyeluruh dalam kedua kecamatan ini. Hal ini terlihat dari perubahan zaman namun tidak berpengaruh besar dalam adat Sasak yang mereka pakai. 

Sebagai contoh ketika adanya begawe atau kenduri di lingkungan mereka, mereka akan tetap hadir membantu mempersiapkan acara tersebut. Sekalipun mereka memiliki jabatan, seperti PNS dll, mereka relakan cuti mereka demi membantu masyarakat yang melakukan begawe. Hal tersebut masih didasarkan asas gotong royong suku Sasak. Selain itu, jika mereka tidak menghadiri atau ikut partisipasi dalam acara tersebut, keluarga yang mengadakan acara tidak akan membantu ketika yang tidak hadir membuat acara serupa.

Adat Sasak masih eksis dalam dunia yang modern ini. Akan tetapi, untuk generasi berikutnya terlihat sulit untuk melanjutkannya.  Peristiwa konflik antar generasi mengancam pelestarian adat Sasak asli. Perlu adanya mediasi baik berupa pembinaan atau musyawarah antar generasi yang menekankan nilai luhur asli suku Sasak. Tanpa adanya pembinaan, generasi baru Sasak tidak mengetahui. Dan tanpa kesadaran, adat Sasak asli tidak akan lestari. Peran pemerintah juga penting dalam melestarikan kekayaan adatsuku Sasak asli.

Sumber:
bps.go.id
Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi, Penerbitan : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun