Pagi masih gelap di Tangerang, Senin, 15 September. Suara mesin motor terdengar pelan di gang sempit, menandai awal sebuah perjalanan panjang. Dede Vitriadi dan istrinya, Wiwit Maryati, saling menatap sejenak di bawah cahaya lampu jalan. Setelah berdoa singkat, keduanya menyalakan motor kesayangan mereka dan mulai melaju.
Hari itu menjadi awal kisah luar biasa: touring lintas negara menembus daratan dan lautan, dari Tangerang hingga Brunei Darussalam.
"Turing itu 90 persen menikmati perjalanan, 10 persen menikmati tujuan," ujar Dede, putra pasangan Ani Watra dan almarhum Sugradi.
"Karena turing itu it's all about the journey, not the destination."
Menyeberangi Laut Jawa: Awal Sebuah Petualangan
Perjalanan dimulai dari Tangerang menuju Semarang, Jawa Tengah. Setelah dua hari di jalan, mereka menyeberang menggunakan kapal muatan penumpang dari Pelabuhan Tanjung Emas menuju Kalimantan Barat. Motor kesayangan mereka ikut diikat rapi di geladak bersama kendaraan lain.
Di atas kapal, Dede dan Wiwit menikmati suasana laut, berkenalan dengan penumpang lain, dan sesekali menatap langit malam yang bertabur bintang.
"Tidur di kapal sambil dengar suara ombak itu rasanya tenang banget," kenang Dede.
"Seperti hidup sedang membuka babak baru."
Setibanya di Pontianak, mereka langsung bersiap menempuh jalur darat menuju Entikong, gerbang lintas batas antara Indonesia dan Malaysia.
Setelah tujuh jam berkendara dan satu setengah jam pemeriksaan di perbatasan, pasangan ini akhirnya resmi memasuki Malaysia.
"Akhirnya bisa juga masuk Malaysia dengan motor dari Tangerang," ujarnya bangga.
Melaju di Pan Borneo Highway
Dari Kuching, ibu kota Sarawak, perjalanan berlanjut ke Sibu, Bintulu, dan Miri, sebelum menyeberang ke Brunei Darussalam. Jalan yang mereka lalui adalah Pan Borneo Highway, jalur bebas hambatan sepanjang hampir 1.000 kilometer yang membelah hutan tropis dan pesisir utara Kalimantan.
"Jalannya mulus dan gratis, tapi SPBU jarang sekali," kata Dede.
"Dalam jarak 200 kilometer, belum tentu ada pom bensin. Tapi banyak halte kecil setiap 3--5 kilometer, jadi cukup membantu kalau hujan atau butuh istirahat."
Setiap hari, mereka menempuh perjalanan 300--400 kilometer dengan kecepatan rata-rata 70--100 km/jam, berhenti sesuka hati untuk makan, salat, atau sekadar menikmati pemandangan.
Berburu Kuliner Serumpun
Keduanya tak hanya menaklukkan jarak, tapi juga mencicipi rasa dan budaya di tiap tempat. Di Kuching, mereka menikmati laksa Sarawak dengan kuah santan kental dan aroma rempah yang kuat, juga mee kolok, mi kering dengan daging manis gurih.
"Rasanya mirip makanan Melayu, tapi punya cita rasa sendiri," ujar Wiwit.
Di Sibu, mereka menyusuri pasar tradisional tepi sungai dan mencoba kue lapis Sarawak serta roti canai dari kedai tua. Di Miri, mereka berhenti di pantai Tanjung Lobang, menikmati sore dengan es teh tarik sambil menatap laut Cina Selatan yang biru muda.
Saat memasuki Brunei Darussalam, mereka dibuat kagum oleh ketenangan dan keteraturan negara kecil itu. Di sana, mereka mengunjungi Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien yang megah dengan kubah emas berkilau.
"Brunei benar-benar tenang," kata Dede.
"Orangnya sopan, dan kotanya bersih sekali."
Di Brunei pula mereka mencicipi nasi katok, nasi hangat, ayam goreng, dan sambal pedas khas Brunei, serta ambuyat, makanan dari sagu yang disajikan dengan kuah asam pedas.
"Kalau di Indonesia mirip papeda, tapi ini lebih kenyal," ujar Wiwit sambil tertawa.
Pulang yang Penuh Cerita
Setelah tiga minggu menjelajah, Dede dan Wiwit kembali ke Indonesia melalui rute yang sama. Dari Brunei ke Kuching, lalu Pontianak, dan kembali menyeberang ke Semarang.
Saat tiba di Jawa Tengah, mereka tak melewatkan kesempatan menikmati kuliner Nusantara yang dirindukan. Di Semarang mereka mencicipi tahu gimbal, di Kudus mereka menyantap soto Kudus hangat, dan di Solo menikmati nasi liwet yang gurih dengan suwiran ayam.
"Setelah berminggu-minggu makan kuliner luar negeri, rasanya luar biasa bisa makan sambal dan soto panas," kata Wiwit sambil tersenyum lebar.
Di kota Semarang, mereka sengaja bertandang ke kediaman pasangan suami istri, Ampera dan Devita, yang dulu sempat satu rombongan umrah bersama mereka beberapa tahun lalu.
"Rasanya seperti kebetulan yang sudah diatur Tuhan," ujar Dede.
"Kami bertemu di Tanah Suci, lalu bertemu lagi di perjalanan pulang touring lintas negara."
Perhatian dari Dunia Otomotif
Petualangan Dede dan Wiwit ternyata tak hanya menarik perhatian sesama bikers, tetapi juga sebuah perusahaan ban nasional. Mereka terkesan dengan daya tahan ban motor Dede yang menempuh ribuan kilometer tanpa kendala berarti.
"Waktu tahu kami touring lintas negara pakai ban mereka, pihak perusahaan langsung menghubungi," cerita Dede.
"Akhirnya saya dapat dukungan resmi, jadi semacam endorser."
Perusahaan tersebut kemudian membuat video perjalanan Dede dan Wiwit yang menampilkan ketangguhan ban dan kisah inspiratif pasangan ini. Video itu ditayangkan di akun media sosial resmi perusahaan dan mendapat sambutan hangat dari warganet, terutama komunitas pecinta touring.
"Nggak nyangka, ternyata perjalanan yang awalnya cuma buat pengalaman pribadi bisa jadi inspirasi buat banyak orang," kata Dede dengan senyum malu-malu.
Lebih dari Sekadar Touring
Total 21 hari, ribuan kilometer, tiga negara, dan tak terhitung cerita yang mereka bawa pulang. Dari terik jalanan Malaysia, heningnya malam di Brunei, hingga aroma soto di warung Jawa Tengah, semuanya menyatu menjadi kenangan tak tergantikan.
"Sukanya banyak," ujar Dede.
"Kami belajar budaya, etika berkendara, dan kebaikan orang-orang di sepanjang jalan."
Kini, bagi Dede dan Wiwit, touring bukan lagi sekadar hobi, melainkan perjalanan spiritual dan emosional yang menyatukan cinta, keberanian, dan rasa syukur.
"Hidup itu seperti touring," ujar Dede di akhir cerita.
"Bukan soal cepat sampai, tapi seberapa banyak kita menikmati perjalanan --- bersama orang yang kita cintai."**
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI