Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Konten Kreator, Netizen Centil, dan Unggahan Seksi Pesohor

2 Oktober 2021   16:02 Diperbarui: 2 Oktober 2021   16:05 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebgram Anya Geraldine (Instagram @anyageraldine)

Produk konten di media online saat ini banyak memuat netizen centil yang mengomentari penampilan seksi para pesohor.

Ini bisa dibilang fenomena baru dalam dunia pemberitaan di Tanah Air. Beberapa bahkan bisa dikatakan hampir semua media online, menyajikan konten mengenai penampilan seksi para pesohor yang kemudian dikomentari warganet.

Pesohor yang saya maksudkan disini antara lain bisa artis, pesinetron, model, selebgram, influencer, yang rata-rata akun media sosial mereka khususnya Instagram sudah contreng biru alias sudah disetujui oleh pihak Instagram atau sudah terverifikasi.

Dari pengamatan saya di beberapa media online yang sudah terkenal, menariknya konten-konten seperti itu senantiasa menduduki berita terpopuler. 

Misalnya tanpa menyebut media online tadi, disitu masuk dalam daftar berita terpopuler tentang unggahan selebgram Anya Geraldine. Ditulis dalam judul "Pakai Dress Merah, Anya Geraldine Menggoda Pamer Tulang Selangka."


Ada juga judul seperti ini "Seksinya Pamela Safitri Pamer Bokong di Pinggir Kolam, Netizen: Makin Asoy."

Selain Anya Geraldine dan Pamela Safitri yang jadi langganan tulisan konten kreator, Tante Pemersatu Bangsa yang dikenal dengan panggilan Tante Ernie, juga didominasi oleh konten sejenis.

Seperti salah satu judul berita ini, "Warganet Resah, Tante Ernie Pakai Baju Tembus Pandang."

Konten-konten yang mengutip komentar netizen mengenai penampilan para pesohor tampil seksi tadi, mau tidak mau, suka tidak suka sudah banyak bermunculan. 

Kita sebagai pembaca, pasti ada yang suka dan ada yang tidak suka. Yang suka pasti akan melanjutkan pencarian sampai ke akun medsos pesohor yang bersangkutan. 

Disitu dipastikan pembaca yang suka akan menikmati kemolekan tubuh sang pesohor dengan foto atau video seksi mereka.

Yang tidak suka tentu akan memberikan komentar negatif bahkan nyinyir kepada sang pesohor. 

Dari situ sebenarnya konten kreator sudah berhasil membuat dua kubu penilaian warganet. Target menulis konten untuk memengaruhi pembaca pun tercapai dengan ukuran jumlah page view yang mungkin saja tinggi. 

Apakah secara moralitas sang konten kreator tidak terbebani? Saya pribadi jika membuat konten seperti itu jadi merasa bagaimana gitu.

Di satu sisi ada beban untuk menjaring pembaca sebanyak-banyaknya. Di sisi lain tentu kita merasa risih juga, seakan-akan kok kita merasa apa tidak ada berita lagi begitu, sampai konten seperti itu harus kita buat.

Fenomena pemberitaan seperti ini saya kurang paham kapan sebenarnya muncul. Kalau dulu berita seperti ini cuma cukup memuat komentar sang pesohor lewat sebuah wawancara, tapi sekarang tanpa mewawancarai si pesohor pun sudah jadi konten itu dibungkus.

Kekuatan konten semacam ini justru memang terletak pada beragam komentar netizen. Para konten kreator pasti akan mencari netizen mana nih yang komentarnya centil atau lucu. 

Dari komentar netizen itulah kemudian muncul judul-judul seperti yang sudah saya tulis di atas tadi.

Menjadi pertanyaan saya kemudian yaitu, mengapa konten seperti itu bisa bertengger di berita terpopuler? Bagaimana cara mesin pencarian membaca konten seperti itu sehingga bisa mengalahkan konten lain yang katakan saja secara kualitas ilmu Jurnalistik lebih memenuhi SOP atau sesuai standar pemberitaan.

Saya melihat ini lagi-lagi kembali ke pembaca. Pembaca media online saat ini bisa dikatakan memang lebih tertarik dengan konten seperti itu karena memang sifatnya yang santai, tidak serius, bahkan mungkin bisa membuat pembaca seperti berada di awang-awang hehehe.

Jika konten seperti itu bisa bertengger di berita terpopuler, saya kemudian bertanya lagi. Apa yang menguntungkan bagi sang pesohor? Apakah mereka akan jauh lebih dikenal lagi? Apa iya popularitas mesti didongkrak dari situ? Lalu bagaimana dengan karir mereka? Apakah moncer? Atau sebaliknya tidak. 

Maraknya konten seperti itu, saya jadi teringat sama istilah yang disematkan kepada sejumlah media milik taipan media, Ruport Murdoch yang disebut koran-koran kuning karena menjual "jurnalisme sensasi".

Sebenarnya dari dulu, konten yang menyajikan kemolekan tubuh pesohor sudah banyak juga sih. Media cetak koran dan majalah yang dikenal dengan konten seperti itu sebut salah satunya yaitu majalah Popular. 

Majalah itu bahkan disebut majalah dewasa karena seluruh isinya memang ya begitu. Tetapi itu jelas arahnya, menjual secara langsung lekak-leluk tubuh pesohor. Nah kalau konten yang saya maksudkan di atas seperti berada di area abu-abu. 

Tapi sudahlah, toh konten seperti itu sudah banyak bertebaran dan lagipula pembaca kadung suka, mau dibilang apa? (02102021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun