Setiap petang, saat langit mulai memerah, Pak Budi menyalakan mesin motor dan bersiap menjalani malamnya sebagai pengemudi daring di tengah gegap gempita kota besar. Kota yang sama yang dulu pernah dia impikan sebagai tempat masa depan cerah bagi anak-anaknya, kini justru menjadi medan tempur bertahan hidup. Harga kebutuhan naik tak terkendali, sementara upah dari perjalanan daring pas-pasan.
"Kadang, aku pulang cuma bawa cukup bensin dan senyum untuk istri," katanya sambil tertawa kecil, tapi matanya menyiratkan kelelahan yang dalam. Setiap order adalah harapan sekaligus tantangan: bagaimana menyeimbangkan waktu agar anak-anak tetap bisa sekolah dan makan cukup, sementara dompet tak pernah tebal.
Pak Budi bukan sekadar pengemudi. Ia adalah pahlawan yang bergerak di bawah radar, melewati malam demi memenuhi kebutuhan keluarga. Ia tahu, menjaga semangat sama pentingnya dengan menjaga mesin motornya agar tak rewel. Di sela-sela kerja keras itu, ia juga belajar berhemat, berinovasi, bahkan mulai mencoba peluang usaha kecil-kecilan lewat aplikasi digital.
Malam bergulir, cerita Pak Budi mengingatkan kita bahwa perjuangan ekonomi keluarga tidak hanya ada di kantor atau toko---tapi juga di setir motor di jalan-jalan panjang kota. Ia mengajarkan arti ketekunan, yang kerap tak terlihat, namun sangat berarti.
"Yang terpenting, aku ingin anak-anak tahu, ayah tak pernah berhenti berjuang," ujarnya tegas. Kisahnya adalah suara banyak ayah di perkotaan yang bersandar pada harapan, iman, dan solidaritas demi masa depan lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI