Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Mencatat Pilkada DKI: Adu Strategi Citra Diri

4 Februari 2017   00:58 Diperbarui: 4 Februari 2017   01:08 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai mantan pemenang di Pilpres 2 Periode, tentu SBY tahu bahwa popularitas ini belum bisa menjadi ukuran keterpilihan, elektabilitas. Keputusan masyarakat untuk mengkonsumsi/membeli produk tidak serta merta karena ada produk baru. Konsumen akan mencari informasi lebih jauh keunggulan produk baru ini. Informasi produk pun disebar bersamaan dengan distribusi diberbagai pasar. Inilah strategi yang kemudian dimainkan. Mengenalkan Agus-Sylvi di berbagai kalangan.

Sebagaimana juga dalam promosi produk, potensial konsumen sudah dipetakan sebelum promosi dijalankan. Dalam terminologi pemasaran, Segmenting, Targeting, and Positioning (STP)sudah ditetapkan. Brand ImageAgus dibangun sebagai calon yang Muda-Profesional-dan Tegas. Tagline atau pesan kunci yang disampaikan adalah “Pemersatu.”

Lihat saja pola kampanye yang dijalankan tim Agus-Sylvi. Simbol-simbol Muda-Profesional-Tegas dengan mudah kita dapatkan. Misalnya, untuk mengesankan “muda” dipakailah pakaian non formal, jaket tactic cool yang selalu dikenakan dengan kancing terbuka dan celana lapangan berkantong banyak. Jangan lupa, moshing atau loncat dari panggung bukan hal incidental yang dilakukan, ini adalah salah satu cara branding.

Selain berkeliling kampung dan menemui komunitas masyarakat, Agus-Sylvi juga membuat kampanye dalam ruangan dengan gayanya menggunakan pakaian formal-profesional. Pidato-pidato visi-misi disampaikan dalam ruangan yang di setting sedemikian rupa menunjukan kesan profesional. Cahaya yang tidak terlalu terang, fokus cahaya di pembicara, setting tempat duduk dan peralatan pendukung diarahkan untuk membangun kesan profesional ini.

Dalam berbagai kesempatan Agus juga selalu menyebutkan latar belakang militer dan pendidikan tinggi yang dilaluinya. Ini untuk mengesankan ketegasan sekaligus profesional-ilmiah untuk konsumen kalangan menengah yang menjadi sasarannya.

Sebagai brandbaru, Agus didistribusikan ke sejumlah kalangan potensial. Korban gusuran, warga pinggiran aliran kali dan kalangan masyarakat kecil dikejar, karena potensi suara dari rakyat miskin ini cukup besar. BPS DKI Jakarta mengatakan setidaknya 385.840 jiwa penduduk Jakarta adalah warga miskin. Belum lagi warga yang terancam miskin karena pendapatannya menurun untuk memenuhi konsumsi. Kalangan profesional juga tidak luput dari distribusi produk bernama Agus-Sylvi.

Bagaimanapun strategi yang dijalankan tiap pasangan calon, pasar potensial suara umat Islam merupakan pasar yang menjadi ladang rebutan kesemuanya. Jumlah penduduk beragama Islam di DKI berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta (2015) berjumlah 8,533,544 atau 84% dari total penduduk Jakarta. Maka wajar setiap pasangan calon akan memperebutkan pasar yang demikian besar ini.

Sejak awal, pasar inilah yang terus berusaha di kuasai. Pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi nampak tidak rela bila pasar mereka juga diperebutkan Ahok. Itulah kenapa kedua pasangan calon tersebut bersahut-sahutan dalam kampanye “Pilih Pemimpin Islam.” Apalagi setelah mendapat resonansi dari sejumlah ormas Islam. Walau demikian Ahok ternyata tetap berusaha untuk masuk di pasar ini dengan mendekati sejumlah tokoh Islam seperti Nusron Wahid, Hamka Haq (PDI-P) dan terakhir mendapat dukungan dari PPP Djan Fariz serta sejumlah tokoh Islam lainnya.

Persaingan besar dalam pasar suara penduduk Islam ini terjadi antara pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi. Keduanya berupaya keras mendekati kelompok kantong suara umat Islam. Agus dan Anies keduanya datang ke markas Front Pembela Islam (FPI) atau sengaja mengundang pimpinan ormas tersebut ke markasnya. Semboyan-semboyan pimpinan umat, cinta Islam, Cinta ulama dan seterusnya berhamburan sebagai strategi meraih dukungan melalui brand association, Islam.

Namun jika menilik strategi brandingyang dijalankan, Agus-Sylvi jauh lebih kuat asosiasinya dalam pasar ini ketimbang Anies-Sandi. Kalau melihat spanduk-spanduk “pemer-Satu,” “Satukan Jakarta” yang banyak menghiasi jalan dan gang di Jakarta, mayoritas berasal dari pasangan Agus-Sylvi.

Strategi inilah yang juga digunakan tim Agus-Sylvi untuk meraih dukungan. Lihat saja misalnya konferensi pers SBY setelah aksi 4 November 2016, aksi 411. Strategi SBY ini cukup berhasil meresonansi dan memimpin isu “penyelamatan Islam” ketimbang apa yang dijalankan Anies-Sandi. Tuntutan aksi untuk segera mempidanakan Ahok digaungkan dengan rasionalisasi “mencegah perpecahan bangsa.” Buah dari hal ini adalah aksi 2 Desember 2012 yang menuntut Ahok segera di tahan. Namun kali ini aksi sedikit bisa diredam karena aparat hukum benar-benar memproses perkara dugaan penistaan Al Maidah 51 dalam waktu yang cepat, walaupun diakui Kepolisian RI hal ini telah melanggar Peraturan Kapolri yang telah dibuat jauh hari untuk menunda proses hukum pasangan calon dalam Pilkada/Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun