Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Membangun Mental Mandiri Sebelum Hari Pernikahan

14 September 2022   18:32 Diperbarui: 14 September 2022   22:57 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan, pengantin. (PEXELS/TRUNG NGUYEN)

Sebagian orang menganggap pernikahan adalah jawaban atas segala permasalahan di dunia. Mereka berpikir bahwa dengan melakukan pernikahan, maka segala macam kasus mulai dari kasus prostitusi, perselingkuhan, hingga penyakit mematikan HIV AIDS dapat teratasi dengan baik. Minimal dapat mengurangi tingkat bahayanya.

Namun pada kenyataannya, pernikahan tanpa dilandasi dengan kesiapan mental untuk menjalaninya dapat berdampak negatif bagi generasi baru. Apalagi jika orangtua sendiri yang selalu mendorong anak-anaknya untuk segera menemukan pasangan hidup dan menikah. 

Bagi orangtua, keinginan menggendong cucu itu menjadi hal yang biasa, tetapi bagi sang anak, keinginan orangtuanya itu dianggap sebagai tekanan yang begitu menyiksa batin di dalam kehidupannya.

Berikan waktu bagi anak-anak untuk mencari pasangan hidup tanpa tekanan mental dari orangtuanya. Berhentilah menjadi orangtua yang menggunakan pernikahan sebagai alat untuk menyelesaikan urusan pribadi atau mengejar keuntungan. 

Jika orangtua melakukannya, maka mereka sama sekali tidak membahagiakan anak-anaknya, melainkan menjerumuskan anak-anaknya dalam lembah penderitaan dan keputusasaan.

Ingatlah bahwa:

"BUAH DARI PENDERITAAN DAN KEPUTUSASAAN ADALAH KEJAHATAN".

Pernikahan bukanlah keharusan seperti jaman dulu. Pernikahan di era modern ini bukan lagi sebagai budaya melainkan sebagai pilihan hidup dengan penyesuaian berbagai kondisi setelahnya. 

Pernikahan yang dipaksakan tanpa persiapan mental yang baik justru akan mengubah pribadi seseorang untuk menekuni profesi baru sebagai pengarang buku kehidupan. Mereka akan hidup dalam karangan sendiri dan terus menerus menjalani kepalsuan tanpa ujung.

Judul karangan mereka pertama adalah "Kesibukan Menghabiskan Waktuku Bersama Anak". 

Kisah dalam buku kehidupan pertama ini termasuk karya terbaik yang ditulis hampir sebagian besar orangtua dari beragam profesi di seluruh dunia. 

Isi karangan buku kehidupan ini seputar rutinitas palsu yang dilakukan banyak orangtua untuk menghindari kesibukan mengurus anak di rumah, seperti mengganti popok, menemani belajar dan bermain, memandikan anak pagi dan sore, atau sekedar menghabiskan waktu untuk menonton film.

Karangan seperti itu tidak akan dibuat oleh orang-orang yang siap secara mental untuk menikah dan menjadi orangtua. Mereka akan bergegas pulang saat pekerjaannya selesai. 

Mereka akan mencari-cari waktu untuk bersama sang anak, bahkan mereka sangat bahagia saat mendengarkan suara sang anak, baik saat bercerita atau menangis. Mereka akan suka cita saat menemani anak belajar dan bermain. Mereka akan bernyanyi dan tertawa bersama anak-anaknya. Dunia seperti milik mereka sendiri.

Selanjutnya, judul karangan kedua dari orang yang tidak siap mental untuk menikah dan mempunyai anak adalah "Aku Butuh Waktu Sendiri". Orang-orang ini akan menceritakan keegoisannya saat menjalani hidup. 

Umumnya, mereka akan memilih menikah karena segudang paksaan dari lingkungan sekitar atau menganggap pernikahan hanyalah seremonial untuk memperoleh kedudukan, kekayaan, nama baik, atau jabatan tinggi.

Akibatnya, mereka tidak merasa memiliki keluarga dari pernikahannya itu. Mereka cenderung mengabaikan anak-anaknya dan seolah menyerahkan status ibu rumah tangga kepada para asisten rumah tangga. 

Mereka hanya mencari uang untuk membiayai kebutuhan hidup tanpa mau memberikan cinta dan sayang pada anak-anaknya. 

Bahkan terkadang orangtua dari pernikahan tanpa persiapan mental ini cenderung mengabaikan anak-anaknya dengan cara asyik bermain telepon genggam sendiri sambil duduk di kamar yang dingin.

Sebaliknya, orang-orang yang menikah dengan persiapan mental yang matang, maka mereka akan sengaja mencari kegiatan yang dapat dilakukan bersama anak-anaknya.

 Mereka berusaha keras meluangkan waktu dari kesibukannya untuk menemani sang anak dan hidup bersama mereka. 

Mereka akan masuk ke dalam kehidupan anak dan melebur bersama dalam rutinitas anak untuk merasakan tumbuh kembangnya tanpa jeda apapun.

Orangtua yang baik akan menyiapkan mental anak supaya siap menjalani pernikahan dan menghadapi segala konsekuensi beratnya. 

Sering-seringlah berdiskusi seputar kesiapan mereka mengurus anak sendirian atau cara-cara mendidik anak yang baik. Bahkan kalau perlu, orangtua membekali anak dengan segudang pengalaman mereka saat berhadapan dengan masalah dan cara-cara menyelesaikannya.

Mengapa harus menutupi masalah di dalam rumah tangga? Informasikan pada anak secara tersirat melalui cerita-cerita dengan kalimat ringan. Jelaskan inti permasalahan rumah tangga lalu sampaikan juga cara menyelesaikannya. Pengetahuan dan pengalaman berumah tangga dari orangtua diperlukan anak supaya mereka mempunyai peta kehidupan pernikahan yang jelas.

Dengan peta kehidupan pernikahan itu, maka mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan orangtuanya. Apalagi jika permasalahan itu menyebabkan orangtua harus bercerai, maka sebaiknya anak harus diinformasikan secara jujur dan terbuka penyebab dari perceraian dan solusi penyelesaian sehingga tetap pada keputusan untuk berpisah. 

Cerita itu akan membuat anak mengerti kondisi hidup pernikahan. Lalu, mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi perceraian seperti orangtuanya.

Selanjutnya, seseorang juga sering mendapat dorongan menikah dari orang-orang di sekitarnya. Dorongan itu diungkapnya melalui pertanyaan yang dianggap mengganggu saat mendengarnya, seperti apa kamu sudah punya pacar? atau kapan kamu menikah? 

Kedua kalimat tanya ini sungguh membuat seseorang terganggu. Kedua pertanyaan itu sungguh menyulitkan seseorang untuk menjawabnya karena begitu salah memberikan jawaban, maka orang lain akan salah persepsi dan biasanya berakhir dengan kesalahpahaman dan pertengkaran.

Lalu bagaimana cara seseorang saat mereka bertemu dengan pertanyaan seperti itu dari orang-orang di sekitarnya? 

Seseorang hanya perlu menjawabnya dengan kesabaran tinggi dan harus membiasakan diri untuk mengambil langkah antisipasi untuk mengalihkan perhatian dan melarikan diri darinya.

Ada tiga jawaban yang masuk akal untuk diberikan pada para pengganggu dan pengambil kebahagiaan itu. Ketiga jawaban itu adalah sebagai berikut:

1. Tunggu ya, aku tanyakan mama dulu

Jawaban pertama ini dapat diberikan bagi orangtua yang memiliki hobi menyakiti perasaan. Jawaban ini memberi alasan logis untuk meninggalkan si penanya tanpa harus berdebat panjang dengannya.

Usai melontarkan jawaban ini, sebaiknya langsung bergerak berpindah tempat tanpa mendengarkan balasan dari si penanya. Jawaban ini hanyalah sekedar basa-basi supaya tidak dianggap kurang ajar dan tidak sopan.

2. Sabar ya, jodohku masih selesaikan sekolah dasar

Jawaban kedua ini cukup beralasan karena saat ini sudah banyak pasangan yang menikah dengan perbedaan usia sangat jauh. Usia pria dan wanitanya terpaut hingga 20 tahun, atau sebaliknya.

Jawaban kedua ini juga bisa disampaikan dengan candaan. Dengan mengucapkannya, seseorang dapat memancing gelak tawa di sekitarnya. Candaan ringan dan bermakna ini akan mengalihkan perhatian sehingga aksi melarikan diri dari tahanan pertanyaan "kapan menikah" dapat terlepas dengan sendirinya.

3. Ah, sekarangkan masih pagi, aku senangnya menikah malam-malam

Jawaban ketiga ini juga efektif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan 'nakal' seputar waktu pernikahan. Jawaban ketiga ini menjadi semakin efektif jika disampaikan dengan nada sedikit manja dan intonasi suara yang santun. Sehingga jawaban ketiga ini akan mengundang tawa dan mengalihkan perhatian seperti jawaban kedua.

Tidak perlu terpengaruh dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyakitkan hati. Lebih baik fokus pada mempersiapkan mental sendiri supaya mampu menjalani hidup berumah-tangga yang harmonis dan bahagia.

Ketiga pilihan jawaban di atas dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan kapan menikah, tetapi tetaplah seseorang harus menyesuaikan diri dengan melihat orang yang memberikan pertanyaan. Jika orang yang bertanya adalah kakek atau nenek sendiri, maka janganlah menjawab pernyataan mereka dengan salah satu dari ketiganya, sebab jawaban itu akan dianggapnya sebagai jawaban yang kurang ajar dan menciptakan kemarahan.

Waktu pernikahan bukanlah karena kesiapan usia dan uang, melainkan kesiapan mental dan kemampuan mendidik anak. Jangan korbankan kehidupan anak-anak hanya karena keinginan atau dorongan orang-orang tertentu. Sebab kehidupan pada intinya adalah bersama-sama menciptakan kebahagiaan dan suka cita setiap hari. FIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun