Mohon tunggu...
Oksand
Oksand Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Storytelling dan Editor

Penulis Storytelling - Fiksi - Nonfiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjumpaan di Bis Jatinangor-Dipatiukur

7 Februari 2017   05:26 Diperbarui: 7 Februari 2017   05:34 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jatinangor, 2002

Rasanya, waktu berjalan begitu lambatnya. Masih pukul empat sore. Baru setengah jam mata kuliah metode statistik dimulai, masih ada sekitar lima puluh menit lagi. Kaki Rino sudah berulangkali bergoyang, mengetuk-ngetuk. Pena tak kalah memainkan beat-nya. Beat kebosanan. Kadang beat kencang, kadang lebih kencang lagi. Hadehhh, orang kimia ngapain kuliah statistik, sih??? Apalah gunanya dalam kehidupan nyata? Batin Rino. Nampaknya dalam batinnya sudah berkumpul keluh kesah karena segera ingin pulang.

Entah apakah teman yang lain merasakan hal yang sama. Bagi mereka yang akan pulang ke Bandung, kuliah sore di Jatinangor adalah suatu hal yang membuat jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Pasalnya, bis Damri Jatinangor-Dipatiukur biasanya hanya sampai pukul lima sore. Setelah itu, habis. Pulang terlalu sore risikonya harus ke Bandung naik bis antarkota yang dari Garut, Tasikmalaya, menuju Cicaheum. Bagi Rino yang tinggal di Dago, turun di Cicaheum berarti harus dua kali lagi naik angkot. Ujung-ujungnya bagi mahasiswa yang selalu cari cara irit, ngeteng adalah keborosan. No way!

“Dang, maneh ka Bandung moal?” tanya Rino berbisik pada Endang.

“Teuing euy geus sore kieu. Nginep di himpunan sigana.” Endang memang kuncennya himpunan. Ruang himpunan sudah seperti kamar kosan baginya. Fasilitasnya cukup lengkap. Dua sekat ruangan, televisi dan komputer di ruangan terpisah, kamar mandi di dalam, lantai beralaskan karpet. Cukup untuk tidur.

“Duh urang balik jeung saha yeuh. Yog, maneh ka Bandung teu?” giliran Yoga yang duduk di samping kanan Rino ditanya.

“Hoream ah No, sore teuing. Ngabaturan si Endang sigana, rek me-es, hehehe.” Mereka berdua ini sedang gemar-gemarnya main Winning Eleven di tempat penyewaan play station, daerah paspud alias pas pudunan. Dinamai begitu karena letaknya pas di turunan jalan. Rental-rental PS banyak menjamur di Jatinangor karena awal 2000an memang sedang hits. Yang membuat ramai tempat rental tidak hanya anak kecil, mahasiswa pun turut andil. Hiburan di kala suntuk.

“Euh aing mah, olangan ateuh urang balikna.” 

“Nebeng we nebeng, tuh jeung si Mira. Mayan pan, haratis! Bisi we nyantol hiji mah. Hehehe.” Endang menawarkan opsi. Opsi mobil dan pacar.

“Jemuran sugan nyantol, Ndang. Ah aya-aya wae maneh mah. Mobil Mira mah biasana pinuh ku gengna. ” Rino kurang berminat bergabung ke mobil Mira, karena memang biasanya sudah penuh. Kalau kosong lain soal.

Pukul empat lebih empat puluh lima menit. Lima menit lagi! Mata kuliah 2 SKS berarti berdurasi delapan puluh menit, idealnya. Tapi jika dosen memasang extra time pada arlojinya, maka kuliah pun mendapat bonus perpanjangan waktu, yang artinya bagi mahasiswa yang merasa jenuh dengan statistik adalah perpanjangan penderitaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun