Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bonus Demografi, Pak Wapres Mohon Fokus Pendidikan, Kesehatan Mental dan Moral

28 April 2025   21:54 Diperbarui: 28 April 2025   22:15 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI EDITING PRIBADI

Peran negara sangat penting dalam menyediakan kebijakan pendidikan dan kesehatan yang adaptif terhadap tantangan zaman. Program-program literasi digital, pendidikan karakter berbasis keluarga, dan akses layanan kesehatan mental harus diperkuat untuk mendukung tumbuh kembang anak.

Selain itu, dunia kerja masa depan yang berbasis kreativitas dan teknologi membutuhkan anak-anak yang tidak hanya cerdas akademis, tetapi juga tahan banting secara mental, adaptif, kreatif, dan bermoral tinggi. Modal ini hanya bisa dibentuk jika sejak usia dini diberikan fondasi yang kuat.

Masa depan anak Indonesia di tengah bonus demografi tidak hanya ditentukan oleh peluang eksternal, tetapi juga oleh kesiapan internal --- terutama ketahanan mental dan nilai-nilai moral yang mampu menghadapi tantangan globalisasi, disrupsi teknologi, dan perubahan sosial.

Profil Kesehatan Mental dan Moral Anak Indonesia

Kesehatan mental anak-anak Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Laporan WHO menunjukkan peningkatan gangguan kecemasan dan depresi pada remaja, yang sebagian besar terkait dengan tekanan akademis, penggunaan media sosial, dan ketidakstabilan hubungan sosial. Sayangnya, stigma terhadap kesehatan mental masih kuat di masyarakat.

Anak-anak kini lebih rentan mengalami perundungan digital (cyberbullying), kecanduan gawai, serta krisis identitas akibat konsumsi konten media yang tidak terfilter. Kondisi ini mengganggu perkembangan emosi, kepercayaan diri, dan kemampuan membangun hubungan sosial sehat.

Dari sisi moralitas, pengaruh budaya luar yang masuk tanpa kontrol menyebabkan pergeseran nilai di kalangan anak muda. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran, sopan santun, empati, dan tanggung jawab seringkali tergeser oleh budaya instan dan hedonisme.

Selain itu, penelitian menunjukkan keterkaitan erat antara kualitas pengasuhan orang tua dengan kesehatan mental dan moral anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga penuh kasih, konsisten dalam nilai, dan memberikan ruang diskusi terbuka, memiliki resiliensi mental lebih kuat dan nilai moral lebih kokoh. Oleh sebab itu, memperbaiki kesehatan mental dan membangun moralitas anak Indonesia harus menjadi gerakan bersama, dimulai dari rumah, diperkuat oleh sekolah, dan difasilitasi oleh negara melalui regulasi yang berpihak pada kesejahteraan anak.

Persiapan Bonus Demografi Tanpa Intervensi Nyata

Rocky Gerung menilai bahwa sebagai Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka seharusnya memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang bonus demografi, khususnya terkait dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Ia mengkritik bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi bonus demografi dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar, hal tersebut tidak akan berarti tanpa peningkatan kualitas SDM. Rocky menyoroti rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia, di mana 68 persen pemilih masih belum menyelesaikan pendidikan di atas SMP, yang dapat menyulitkan Indonesia bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Singapura pada 2045. Selain itu, Rocky juga mengkritik rekayasa politik yang dipaksakan untuk menciptakan pemimpin sebagai simbol bagi generasi muda.

Masalah persiapan menghadapi bonus demografi di Indonesia semakin mendesak untuk dibahas, terutama dengan adanya kritik yang tajam terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu isu utama yang diangkat adalah tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana, yang menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja yang memadai. Hal ini juga berkaitan dengan terbatasnya akses pendidikan tinggi yang disebabkan oleh faktor ekonomi, yang menghalangi banyak anak muda untuk melanjutkan studi ke jenjang S1. Tanpa adanya kebijakan yang mampu menanggulangi masalah ini, Indonesia berisiko gagal memanfaatkan potensi bonus demografi yang akan terjadi pada periode 2030-2045.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun