Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Anak Cerdas Prestasi Sekolah Buruk: Alergi Makanan dan Gangguan Belajar

14 April 2025   04:49 Diperbarui: 14 April 2025   04:49 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi dan editing pribadi

Ganggguan alergi lain adalah gangguan kulit sensitif, kaki bentol dan hitam seperti digigit nyamuk, biduran, biang keringat, mudah batuk, batuk lama, asma, sesak, mudah pilek, bersin, tidur ngorok, mimisan, sakit kepala dan badan sering pegal atau nyeri kaki.

Gejala ini bisa muncul dalam hitungan jam hingga beberapa hari setelah mengonsumsi makanan tertentu. Yang membuatnya sulit dideteksi adalah karena banyak makanan yang memicu alergi tersembunyi dalam makanan olahan sehari-hari seperti susu, telur, gandum, kedelai, atau pewarna makanan. Maka dari itu, penting untuk mencermati pola makan dan gejala anak secara menyeluruh.

Gut-Brain Axis, Alergi Makanan, dan Gangguan Belajar: Hubungan yang Tak Terpisahkan
Usus kita bukan hanya tempat mencerna makanan---ia adalah "otak kedua" manusia. Jalur komunikasi antara usus dan otak, yang disebut gut-brain axis, memegang peran penting dalam kestabilan emosi, konsentrasi, dan kemampuan belajar. Jika usus terganggu, seperti akibat alergi makanan atau inflamasi, sinyal ke otak ikut terganggu.

Ketika makanan yang tidak cocok dikonsumsi, tubuh anak menghasilkan reaksi imun yang memicu peradangan di saluran cerna. Peradangan ini bisa mengubah mikrobiota usus, menyebabkan ketidakseimbangan kimia yang penting untuk fungsi otak, seperti serotonin dan dopamin. Akibatnya, anak jadi mudah cemas, sulit fokus, dan kesulitan belajar.

Penelitian Alergi Makanan dan Gangguan Pada anak

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan alergi makanan memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan perilaku, termasuk ADHD, gangguan kecemasan, dan gangguan tidur. Maka, menyelidiki pola makan dan fungsi usus anak bisa menjadi langkah awal yang menyelamatkan masa depan akademis dan mental anak.

Sebuah studi penting yang diterbitkan di Annals of Allergy oleh Tryphonas dan Trites (1979) mengevaluasi hubungan antara alergi makanan dan gangguan neurokognitif pada anak-anak, termasuk hiperaktivitas, kesulitan belajar, dan gangguan fungsi otak minimal. Penelitian ini melibatkan 120 anak dengan berbagai gangguan tersebut dan menggunakan uji radioallergosorbent test (RAST) untuk mengidentifikasi sensitivitas terhadap 43 jenis makanan. Hasilnya mencengangkan: 52% dari anak-anak ini memiliki alergi terhadap satu atau lebih makanan. Yang menarik, dalam kelompok anak hiperaktif dengan disabilitas belajar, ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara jumlah alergi dan skor hiperaktivitas berdasarkan penilaian guru. Hal ini menunjukkan bahwa pada sebagian anak, alergi makanan dapat memperburuk gejala hiperaktivitas dan gangguan perhatian.

Penelitian ini menjadi pijakan awal bagi konsep keterkaitan antara sistem imun, pencernaan, dan fungsi otak---sebuah prinsip dasar dari gut-brain axis. Meskipun tidak menyimpulkan hubungan sebab-akibat secara mutlak, hasil studi ini menyoroti kemungkinan adanya subkelompok anak dengan gangguan perilaku dan kognitif yang dipicu atau diperparah oleh alergi makanan. Oleh karena itu, pendekatan klinis yang mempertimbangkan evaluasi alergi---terutama pada anak dengan gangguan perhatian yang tidak responsif terhadap intervensi standar---perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari diagnosis dan manajemen menyeluruh.

Beberapa penelitian dari database PubMed juga menunjukkan adanya hubungan antara alergi makanan dan gangguan konsentrasi pada anak. Salah satu studi oleh Rowe et al. (1985) menemukan bahwa eliminasi makanan tertentu seperti susu sapi, gandum, dan pewarna makanan secara signifikan memperbaiki perilaku dan kemampuan fokus pada anak-anak dengan gangguan perilaku hiperaktif. Dalam penelitian lanjutan, anak-anak yang terpapar kembali terhadap makanan yang dihindari menunjukkan peningkatan gejala hiperaktif, sulit tidur, dan gangguan atensi. Studi ini menegaskan bahwa reaksi terhadap makanan tertentu bisa memengaruhi sistem saraf pusat dan perilaku anak secara nyata.

Sebuah tinjauan sistematis oleh Egger et al. (1989) dalam The Lancet mencatat bahwa sekitar 62% anak dengan diagnosis ADHD menunjukkan perbaikan gejala setelah mengikuti diet eliminasi. Meskipun belum semua mekanisme imunopatologisnya dipahami, peran gut-brain axis menjadi fokus penting dalam penelitian terkini. Studi-studi terbaru mengaitkan perubahan mikrobiota usus akibat alergi atau intoleransi makanan dengan gangguan neurotransmitter di otak, yang akhirnya memengaruhi konsentrasi, mood, dan fungsi kognitif anak. Maka, pendekatan medis yang menyeluruh dan berbasis bukti sangat penting dalam menangani gangguan belajar yang mungkin berakar dari gangguan pencernaan atau alergi makanan.

Hindari Makanan Alergi dengan Uji Tantang Makanan (Oral Food Challenge)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun