Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.www.klinikdrwidodo.com

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

RIP Sang Maestro Titik Puspa: Satu kehidupan. Seribu Karya, Sejuta Cinta

11 April 2025   11:02 Diperbarui: 12 Mei 2025   08:45 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi dan editing ribadi

RIP Titiek Puspa: Sang Maestro—satu kehidupan yang dipersembahkan sepenuhnya untuk seni, seribu karya yang mengalun dari suara hati dan menggema di sepanjang zaman, dan sejuta cinta yang ia tebarkan lewat lirik, lagu, dan keteladanan hidupnya. Ia bukan hanya legenda, tetapi juga pelita yang menuntun berbagai generasi dengan kehangatan, keberanian, dan ketulusan; kepergiannya meninggalkan ruang hening di panggung budaya Indonesia, namun warisannya akan terus bernyanyi dalam jiwa bangsa.

Indonesia kehilangan salah satu pelitanya. Titiek Puspa, sosok wanita luar biasa, tidak hanya meninggalkan panggung seni, tapi juga meninggalkan jejak yang dalam di hati bangsa. Perjalanan hidupnya bukan hanya rangkaian nada dan lirik, tapi sebuah simfoni perjuangan, dedikasi, dan cinta tanah air.Lahir dalam zaman yang tak mudah bagi perempuan untuk bersuara, Titiek Puspa justru bersinar. Ia tidak hanya menyanyi—ia menyembuhkan. Ia tidak hanya menulis lagu—ia menulis sejarah perasaan bangsa. Bagi generasi muda hari ini, Titiek Puspa bukan sekadar seniman, ia adalah teladan. Ia membuktikan bahwa suara perempuan bisa mengubah dunia, bahwa seni bukan hanya hiburan tapi juga harapan. Ia mengajarkan bahwa berkarya bukan soal menjadi populer, tapi soal memberi makna.

Titiek Puspa, yang dikenal luas pada era 1980-1990-an, adalah sosok maestro seni Indonesia yang telah melahirkan puluhan lagu abadi, tampil di panggung-panggung teater, hingga menulis puisi dan cerita yang menyentuh hati. Ia bukan sekadar penyanyi atau penulis lagu—ia adalah pelukis perasaan rakyat dengan syair dan nada, seorang perempuan tangguh yang membuktikan bahwa seni bisa menjadi ruang perjuangan, refleksi sosial, dan inspirasi kehidupan. Karya-karyanya seperti "Kupu-Kupu Malam", "Bing", dan "Marilah Kemari" menjadi bagian dari sejarah musik Indonesia yang tak lekang oleh waktu.

Namun, bagi generasi Gen Z yang tumbuh di era digital dan budaya pop global, nama Titiek Puspa mungkin tidak seakrab idola masa kini. Meski begitu, nilai-nilai yang ia wariskan tetap relevan: ketekunan, keberanian menjadi diri sendiri, dan keberpihakan pada suara hati. Mengenal Titiek Puspa bukan hanya mengenang masa lalu, tapi juga belajar bagaimana seni bisa menjadi cermin zaman dan senjata perubahan. Ia adalah bukti bahwa ketulusan dalam berkarya akan selalu menemukan jalannya untuk dikenang—bahkan oleh generasi yang belum sempat mengenalnya secara langsung.

Pesan Abadi 

“Kalau ingin dikenal, jadilah terkenal. Tapi kalau ingin dikenang, jadilah berarti.”— Semangat Titiek Puspa hidup dalam setiap kata dan nada.Anak muda hari ini hidup di zaman kecepatan, tapi Titiek Puspa mengajarkan keabadian. Ia merintis dari bawah, meniti setiap nada dengan penuh kesabaran. Ia tidak mencari sensasi, ia membangun substansi. Inilah warisan sejatinya—ketulusan dalam berkarya, kesetiaan pada nilai, dan keberanian menjadi berbeda. Jangan hanya mengejar viral. Bangunlah jejak yang bisa dikenang. Seperti Titiek Puspa, yang dengan musiknya, mampu menggerakkan hati—dan dengan hidupnya, menyalakan semangat.

Selamat Jalan, Sang Maestro 

Engkau tak hanya menulis lagu,
Tapi juga menulis hidup dalam nada-nada sendu,
Lidahmu tak pernah sekadar berkata,
Ia bernyanyi, dan kita pun ikut merasa.

Telah lama kau berdiri di panggung dunia,
Di antara lampu sorot dan harapan yang menyala,
Menjahit luka bangsa dengan syair,
Menyeka air mata rakyat dengan lirih nyanyian yang sabar.

Oh Titiek, pelita yang tak pernah padam,
Setiap baitmu menyalakan ruang-ruang kelam,
Ketika kami kehilangan arah,
Kau hadir sebagai nada yang menuntun langkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun