Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan. Telemedicine 085-77777-2765

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Menteri Takut Berdebat, Hoaks pun Bisa Jadi Fakta

2 Mei 2018   10:23 Diperbarui: 2 Mei 2018   11:19 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar diolah pribadi

Ketika Menteri Takut Berdebat Dengan Pakar, Maka Hoaxpun Bisa Jadi Fakta

Presiden Jokowi pernah berkata bahwa kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan ekonom-ekonom yang mengerti masalah makro juga saling beradu argumen didasari dengan angka-angka dengan basis data yang jelas, itu bagus. Jokowi juga mempersilakan untuk beradu argumen dengan data dan angka yang jelas. "Silakan, silakan, saling beradu argumen dengan Menteri Keuangan yang juga memiliki angka-angka," kata Jokowi saat itu. Tapi tampaknya selama ini hal itu menjadi sekedar slogan saja. 

Mantan Menko Kemaritiman Prof Dr Rizal Ramlipun setelah itu menantang debat terbuka dengan Menkeu Sri Mulyani tentang masalah utang pemerintah tetapi sampai sekarang SM tidak berani menerimanya. Bukan hanya Menteri Keuangan, para menteri lainnya tidak pernah berani diskusi atau berdebat terbuka "head to head" untuk mengungkapkan kebenaran data secara langsung di depan televisi dengan para pakar.

Apalagi bila debat atau diskusi itu menyangkut masalah isu penting dan kontroversial yang dilakukan pemerintah seperti masalah Utang Pemerintah atau Serbuan TKA China. Salah satunya saat diundang debat ilmiah terbuka di ILCpun sebagian besar menteri ada yang tidak berani datang dengan berbagai alasan. Hal terakhir juga ditunjukkan Menaker yang tidak datang saat rakyat ingin memastikan kebenaran data dan pemikiran pemerintah yang selama ini disampaikan pemerintah. Bahkan sekedar untuk menunjuk wakilnya saja tidak berani. Hal inilah yang membuat berbagai isu serbuan TKA Cina semakin berkembang liar di masyarakat. Karena pejabat tidak berani mempertahankan data dan argumennya di depan para pakar maka rakyat jangan disalahkan bila tidak mempercayai data yang disampaikan para menteri. 

Fenomena selama ini yang terjadi hanya terjadi informasi satu arah yang tidak seimbang. Sehingga rakyat tidak bisa bertanya dan tidak berani membenarkan data yang disampaikan para menteri. Bukan hanya rakyat para pakarpun mulai tidak percaya data yang disampaikan pemerintah saat komunikasi langsung secara ilmiah tidak pernah dibuka. Bahkan Prof Dr Rizal Ramli saat memberikan kuliah umum di acara pelantikan mahasiswa baru tahun akademik 2017/2018 program sarjana dan program pasca sarjana magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno (UBK), Sabtu (9/9) mengatakan Pemerintah harus jujur kepada publik terkait utang luar negeri milik Indonesia. 

Kejujuran akan membuat publik dengan sukarela membantu pemerintah dalam mencari solusi terbaik dalam membayar utang, tanpa harus menyulitkan keuangan negara. Begitu dikatakan ekonom senior, "Jangan berbohong. Kalau zaman Soeharto utang itu disebut bantuan luar negeri untuk ngibulin rakyat. Hari ini berbohong dengan hanya mengumumkan bunganya Rp 247 triliun, tapi tidak mengumumkan cicilan pokoknya," sambungnya.

Fenomena ketidak beranian menteri berdebat dengan pakarpun semakin sering terjadi. Hampir sebagian besar saat diundang oleh ILC menteri tidak datang. Kalaupun menteri mau bicara hanya sebatas teleconference dari tempat lain yang tidak bisa dilakukan diakusi dan perebatan.  Saat diwawancarai wartawan sang menteri akan menggebu gebu bersilat lidah mempermainkan data dan alasan. 

Tetapi saat dihadapkan para pakar di media terbuka seperti televisi jadi keder. Ternyata bukan hanya di ILC Tvone, saat di acara Rossy kompastv yang notabene dianggap rakyat dan politisi sebagai "tvenya pemerintah"pun Menaker tidak berani dihadapkan dengan pengamat dan atokoh nasional lainnya. Saat acara serbuan TKA Cina di Rossy saat itu dibagi 2 sesi. Sesi awal dua kubu berdebat, tetapi sesi terakhir menteri hanya sendiri berdebatndengan host kompas tv. 

Ketidak beranian para menteripun berdebat dengan para pakar menjadi pertanyaan rakyat. Sehingga menimbulkan berbagai spekulasi. Apakah karena benar benar sibuk ? Apakah karena tidak percaya diri tidak bisa bicara ? Apakah hal lain seperti takut ketahuan menyembunyikan fakta dan data yang benar ? Apakah ada hal yang disembunyikan pemerintah ? Spekulasipun semakin berkembang dalam masyarakat.

Pentingnya debat ilmiah terbuka

Saat ditantang berdebat tidak berani, maka alasan lain yang disampaikan adalah tidak terlalu penting berdebat, yang penting kerja kerja dan kerja. Saat debat dan siskusi dianggap tidak penting maka salah besar dalam pemikiran tersebut. Karena debat atau diakuai publik adalah salah satu bentuk marketing atau komunikasi politik yang harus dibina , karena merupakan bagian penting dari kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun