Mohon tunggu...
Sandi Saputra
Sandi Saputra Mohon Tunggu... Konsultan - Tenang saja, aku hanya belajar.

Mahasiswa S2 yang sedang menjalani mimpinya di Kutub Utara

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Mimpiku: Perjuangan Anak Petani Miskin Kuliah ke Eropa (Bagian 1 dan 2)

21 Oktober 2019   17:39 Diperbarui: 21 Oktober 2019   17:41 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di cerita lain, soal pakaian. Kata emak, bahkan ketika lebaranpun aku kadang tidak beli baju baru. Kadang cuma pakai yang tahun lalu yang disimpan atau ada orang baik yang membelikan ku. Kata emak, tapi aku tidak pernah nangis ketika teman-temanku punya baru dan aku tidak.

Ada yang penasaran dengan rumah kami? Tempat tinggalku terbuat dari geribik yang sudah lapuk. Genteng tipis yang sudah jamuran. Lantai semen yang sudah bolong dimana mana. dapur lantai tanah. Aku ingat, kalo ujan, kami sibuk menempatkan ember, baskom hampir di seluruh rumah. Inilah rumah kami, gubuk sederhana tempat aku pertama kali aku memberanikan bermimpi untuk sekolah di kota, kuliah di Jakarta hingga Eropa dalam sunyi dan dekapan emak.

Inilah narasi kemiskinan keluarga ku. Sebuah keluarga kecil yang salah satu anaknya berani bersaing dengan orang-orang dari seluruh dunia di Eropa....

BAGIAN 2: SDN 1 RULUNG RAYA

Perjuangan kelas adalah salah satu topik yang paling aku sukai. Konstruksi diksi yang dibangun oleh bapak sosialisme Marx membagi masyarakat menjadi dua kelas. Pertama, borjuis yang memiliki modal yang dapat diidentifikasikan sebagai para pemilik usaha dan tuan-tuan berdasi. Whereas, proletar adalah kelas masyarakat yang mengalami penindasan, tidak terpenuhi haknya, pendidikan rendah dan harus terinjak-injak di bawah rumah ibu pertiwi.

Kemiskinan dan pendidikan adalah bentuk manifestasi dari kelas proletar. Daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi pasti memiliki tingkat pendidikan rendah. Mengapa? Karena persepsi di masyarakat kelas bawah bahwa pendidikan tidak dapat memberi mereka makan. Di sisi lain, mahalnya pendidikan membuat manusia-manusia seperti aku sulit untuk memiliki akses terhadap pendidikan dengan kualitas yang baik.

Aku selalu percaya bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat krusial dalam menentukan peradaban manusia. Mau lihat contohnya? Habibie adalah potret manusia modern Indonesia yang menggambarkan bagaimana pendidikan mengubah etnis, bangsa, negara industri dan dunia. Gus dur, tanpa pendidikan dia tidak akan bisa berada pada pucuk kekusaan yang fenomenal walaupun berakhir dengan tragis dimakan oleh keserakaan kekuasaan manusia-manusia senayan. Contoh lainnya adalah HS Cokroaminoto, bapak pendidikan kita semua. Beliau adalah guru dari orang-orang yang memperjuangkan bangsa ini. Bahkan 3 kekuatan politik Indonesia semua lahir dari racikan tangan beliau. Samaun dengan komunisme, Kartosuwiryo manifestasi dari kekuataan Islam kiri dan Sukarno narasi nasionalis yang melekat hingga hari ini.

Hari itu aku pulang jam 10 pagi. Aku bersekolah di SDN 1 Rulung Raya Sukananti. Sekolah ini cukup jauh dari rumahkau sekitar 40 menit berjalanan kaki seorang anak SD. Sebenarnya aku bisa bersekolah di SD 2 Rulung Raya yang hanya sekitar 20 menit perjalanan dari rumah. Namun atas dasar pertimbangan rumah nenek ku dan 'ibu kedua' ku ada di sana maka Abah memutuskan untuk menyekolahkan aku di sana.

Sekolah ku jauh dari kualitas yang baik. Saat itu, aku ingat betul kelas kami ruangan yang cukup besar. Sebenarnya kelas kami adalah gabungan dua kelas yang disekat melalui papan-papan yang bisa dibongkar-pasang. Namun, kelas itu hanya blong ke belakang. Kenapa? karna bagian belakang kelas kami tidak bisa dipakai karna kondisinya yang mengenaskan.

Ketika hujan selalu menjadi ingatan lucu dan sedih bagiku. Sedihnya, karena ketika hujan maka kami harus berhenti belajar atau setidaknya kami semua akan berkumpul berhimpitan ke bagian depan dekat pintu masuk. Bagian belakang kelas yang hampir 70 persen atapnya sudah bocor dan lapuk. Di sisi lain, kondisi ini menjadi lucu dan ada juga yang senang, karena jika hujan itu berarti kami tidak belajar dan bebas hahahah.

Sebenarnya kelas itu jujur tidak layak lagi digunakan untuk belajar. Ketika hujan dan angin kondisinya sangat membahayakan para murid dan guru juga tentunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun