Di abad ke-19, Inggris melahirkan banyak pemikir besar yang menorehkan jejak panjang dalam filsafat, politik, dan sosial. Salah satunya adalah John Stuart Mill, seorang filsuf dan ekonom yang hingga kini masih tetap relevan untuk kita bicarakan. Mill bukan hanya pewaris gagasan Jeremy Bentham mengenai utilitarianisme. Dia juga seorang pembela gigih kebebasan individu dan kesetaraan gender. Di masa di mana Inggris dan juga dunia dipenuhi dengan ketidakadilan, pemikiran Mill menjadi semacam suara kritis yang dengan berani dan cerdas menantang status-quo. Membaca karya-karya Mill, kita akan merasa seolah diajak bercermin pada dunia yang kita huni hari ini, dunia yang masih juga berjuang menemukan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab sosial.
Mill lahir pada 20 Mei 1806 di London. Sejak kecil dia sudah mendapatkan pendidikan yang sangat ketat dari ayahnya, James Mill. Seperti yang sudah kita bahas di tulisan sebelumnya, James Mill adalah seorang filsuf, sejarawan sekaligus ekonom. Pendidikan keras dari ayahnya itu membuat John Stuart Mill semakin akrab dengan karya-karya besar para filsuf Yunani dan Romawi ketika usianya baru menginjak 14 tahun. Namun, kerasnya pendidikan membuatnya sempat mengalami depresi yang mendalam pada masa mudanya. Dari situ, dia menemukan jalan untuk membangun keyakinan filosofisnya sendiri lepas dari bayang-bayang ayahnya. Pemikiran filosofis John Stuart Mill kelak memberi pengaruh besar terhadap pemikiran modern yang hari ini kita pelajari.
Salah satu kontribusi penting Mill terletak pada pengembangan teori utilitarianisme. Prinsipnya sederhana, "tindakan yang baik adalah tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi jumlah orang terbanyak."Â Prinsip itu pertama kali diajukan oleh Jeremy Bentham. Namun, Mill tidak sekadar mengulang gagasan Bentham. Lebih dalam lagi, Mill berupaya membedakan kualitas kesenangan. Menurutnya, ada kesenangan yang lebih tinggi, seperti intelektual dan moral, yang lebih berharga dibanding kesenangan fisik yang sesaat. Bagi Mill, manusia baru bisa dikatakan benar-benar bahagia ketika mereka mengejar pengetahuan, kebajikan dan pencapaian yang bermakna, bukan sekadar memuaskan nafsu sesaat.
Karya paling monumental Mill adalah On Liberty (1859). Di bukunya itu, dia menegaskan pentingnya kebebasan individu sebagai fondasi masyarakat yang sehat. Dia berargumen, selama tindakan seseorang tidak merugikan orang lain, maka ia berhak penuh atas hidupnya. Pemikirannya itu menjadi semacam "konstitusi moral" yang terus digaungkan hingga kini, terutama dalam perdebatan seputar kebebasan berekspresi. Mill sangat waspada terhadap apa yang disebutnya sebagai tirani mayoritas, kondisi ketika suara mayoritas dipaksakan kepada individu atau kelompok minoritas dan menekan kebebasan mereka. Ia percaya bahwa perbedaan pendapat bukan ancaman, melainkan syarat agar masyarakat tetap hidup dan berkembang.
Tak berhenti di situ, Mill juga menorehkan jejak bersejarah dalam perjuangan untuk kesetaraan gender. Melalui karyanya yang berjudul The Subjection of Women (1869), dia menolak segala bentuk penindasan terhadap perempuan. Dia berpendapat bahwa perempuan harus memiliki hak yang sama dalam pendidikan, pekerjaan dan politik. Argumen Mill tidak hanya berpijak pada keadilan, melainkan juga pada pandangan bahwa masyarakat akan jauh lebih maju bila perempuan diberi kesempatan setara untuk berkontribusi. Masa itu, tahun 1800an, suara feminisme masih jarang terdengar dan gagasan Mill ibarat cahaya yang menuntun ke arah perubahan.
Warisan pemikiran John Stuart Mill masih terasa gemanya hingga hari ini. Prinsip utilitarianismenya tetap menjadi salah satu pendekatan utama dalam etika. Pandangannya tentang kebebasan individu masih menjadi rujukan untuk isu-isu pembelaan hak asasi manusia. Sementara pemikirannya tentang kesetaraan gender masih terus bertahan memberi inspirasi dalam perjuangan global untuk keadilan. Mill, dengan kejernihan intelektualnya, mengingatkan kita bahwa kebebasan sejati bukan hanya soal melakukan apa yang kita mau, melainkan juga soal menciptakan masyarakat yang adil, inklusif dan beradab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI