Mohon tunggu...
Sanaha Purba
Sanaha Purba Mohon Tunggu... Penulis

Selamat datang di kolom Yohanes Sanaha Purba, ruang inspirasi bagi para pencari ilmu dan pemikir kritis. Saya adalah seorang penulis, pendidik, dan pencinta filsafat yang berkomitmen menghadirkan wawasan bernas dalam dunia filsafat, bahasa, dan edukasi. Kunjungi juga youtube saya, https://www.youtube.com/@Sanahapurba Untuk ngobrol serius, silahkan email saya di sanaha.purba@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

ZENO dari Elea | Ketika Gerak, Waktu, dan Logika Saling Menguji

6 September 2025   19:00 Diperbarui: 4 September 2025   14:30 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zeno dari Elea adalah salah satu pemikir ulung dalam dunia filsafat awal Yunani. Dia hidup bermukim di kota Elea, Italia Selatan, pada abad ke-5 SM. Zeno dikenal sebagai murid sekaligus pembela gigih gagasan Parmenides. Parmenides adalah seorang filsuf yang berargumen bahwa realitas sejati itu bersifat tunggal, tidak terbagi, dan tidak berubah. Cara Zeno membela Parmenides, gurunya  itu, bukan dengan memaparkan ceramah filosofis yang berbusa-busa, melainkan dengan sejumlah paradoks, serangkaian argumen yang tampak sederhana, tetapi berhasil menggoyang keyakinan orang-orang tentang ruang, waktu & gerak, bahkan tentang bagaimana akal sehat manusia bekerja.


Tulisan ini sengaja saya susun untuk mengajak kita memahami Zeno secara lebih ringkas. Dalam hal ini, saya akan memulainya dengan memperkenalkan siapa Zeno, apa isi paradoksnya dan bagaimana filsafat dan sains modern meresponsnya. Selanjutnya, pada bagian akhir esai sederhana ini, saya akan berikan alasan mengapa kita masih perlu mempelajari Zeno hari ini.

Paradoks Zeno

Zeno bergerak dari satu tesis besar, yaitu jika kita menerima pandangan umum bahwa dunia tersusun dari banyak hal (pluralitas) dan selalu berubah (gerak),maka kita akan tersandung oleh suatu kontradiksi. Untuk menunjukkan maksud dari tesisnya, Zeno lantas menyusun argumen-argumen yang isinya semacam “jebakan logika” di mana kita dipaksa berpikir ulang. Paradoks, bagi Zeno, bukan permainan kata, melainkan ujian bagi konsep sehari-hari yang tampak wajar dan sudah diterima sebagai kebenaran umum yang tak bisa dipertanyakan.

Ada dua paradoks yang Zeno buat.

1) Achilles dan Kura-kura

Bayangkan lomba lari antara Achilles (sangat cepat) dan kura-kura (sangat lambat). Kura-kura diberi kesempatan untuk ‘start’ berlari lebih dulu. Ketika Achilles sampai ke titik start kura-kura, si kura-kura sudah maju sedikit. Saat Achilles mencapai posisi baru kura-kura, si kura-kura maju lagi sedikit. Demikian seterusnya tanpa akhir. Kesimpulan Zeno: Achilles tak akan pernah benar-benar bisa menyalip kura-kura.

Kekuatan paradoks Zeno ada pada pembagian jarak menjadi potongan-potongan tak terhingga. Setiap kali Achilles hendak “menutup” selisih jarak, di depan selalu ada selisih yang baru, sekecil apa pun jaraknya. Akal sehat kita tentu keberatan dengan logika Zeno itu. Bagi kita, “Tentu saja Achilles akan menyusul kura-kura!”. Namun, menurut Zeno, persoalannya bukan siapa yang menang atau kalah, tapi soal bagaimana kita memahami ruang, waktu, gerak, dan tak hingga. Menurutnya, Achilles tidak akan pernah bisa menyusul kura-kura, karena selalu ada jarak yang tersisa di antara mereka, sekecil apa pun itu. Dia lantas menunjukkan kontradiksi: kalau kita membagi jarak jadi potongan tak terhingga, bagaimana mungkin kita menyelesaikannya?

2) Panah yang Terbang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun