Zeno dari Elea adalah salah satu pemikir ulung dalam dunia filsafat awal Yunani. Dia hidup bermukim di kota Elea, Italia Selatan, pada abad ke-5 SM. Zeno dikenal sebagai murid sekaligus pembela gigih gagasan Parmenides. Parmenides adalah seorang filsuf yang berargumen bahwa realitas sejati itu bersifat tunggal, tidak terbagi, dan tidak berubah. Cara Zeno membela Parmenides, gurunya itu, bukan dengan memaparkan ceramah filosofis yang berbusa-busa, melainkan dengan sejumlah paradoks, serangkaian argumen yang tampak sederhana, tetapi berhasil menggoyang keyakinan orang-orang tentang ruang, waktu & gerak, bahkan tentang bagaimana akal sehat manusia bekerja.
Tulisan ini sengaja saya susun untuk mengajak kita memahami Zeno secara lebih ringkas. Dalam hal ini, saya akan memulainya dengan memperkenalkan siapa Zeno, apa isi paradoksnya dan bagaimana filsafat dan sains modern meresponsnya. Selanjutnya, pada bagian akhir esai sederhana ini, saya akan berikan alasan mengapa kita masih perlu mempelajari Zeno hari ini.
Paradoks Zeno
Zeno bergerak dari satu tesis besar, yaitu jika kita menerima pandangan umum bahwa dunia tersusun dari banyak hal (pluralitas) dan selalu berubah (gerak),maka kita akan tersandung oleh suatu kontradiksi. Untuk menunjukkan maksud dari tesisnya, Zeno lantas menyusun argumen-argumen yang isinya semacam “jebakan logika” di mana kita dipaksa berpikir ulang. Paradoks, bagi Zeno, bukan permainan kata, melainkan ujian bagi konsep sehari-hari yang tampak wajar dan sudah diterima sebagai kebenaran umum yang tak bisa dipertanyakan.
Ada dua paradoks yang Zeno buat.
1) Achilles dan Kura-kura
Bayangkan lomba lari antara Achilles (sangat cepat) dan kura-kura (sangat lambat). Kura-kura diberi kesempatan untuk ‘start’ berlari lebih dulu. Ketika Achilles sampai ke titik start kura-kura, si kura-kura sudah maju sedikit. Saat Achilles mencapai posisi baru kura-kura, si kura-kura maju lagi sedikit. Demikian seterusnya tanpa akhir. Kesimpulan Zeno: Achilles tak akan pernah benar-benar bisa menyalip kura-kura.
Kekuatan paradoks Zeno ada pada pembagian jarak menjadi potongan-potongan tak terhingga. Setiap kali Achilles hendak “menutup” selisih jarak, di depan selalu ada selisih yang baru, sekecil apa pun jaraknya. Akal sehat kita tentu keberatan dengan logika Zeno itu. Bagi kita, “Tentu saja Achilles akan menyusul kura-kura!”. Namun, menurut Zeno, persoalannya bukan siapa yang menang atau kalah, tapi soal bagaimana kita memahami ruang, waktu, gerak, dan tak hingga. Menurutnya, Achilles tidak akan pernah bisa menyusul kura-kura, karena selalu ada jarak yang tersisa di antara mereka, sekecil apa pun itu. Dia lantas menunjukkan kontradiksi: kalau kita membagi jarak jadi potongan tak terhingga, bagaimana mungkin kita menyelesaikannya?
2) Panah yang Terbang