Mohon tunggu...
Sanad
Sanad Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di sudut pulau Sulawesi, suka mengisi kekosongan dengan membaca dan mengamati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kabar dari Surga

23 November 2018   02:56 Diperbarui: 23 November 2018   03:25 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://i.pinimg.com

Di surga, Sardi seharusnya berbahagia. Ia tidak lagi kesepian sebagaimana hidupnya di dunia yang menyedihkan. Aparat berwenang ditempat itu memfasilitasinya dengan tujuh bidadari lengkap tanpa cacat, tujuh kamar tidur yang high class --setara hotel bintang lima yang sering dilihatnya dari pinggir jalan selama di dunia, serta satu kolam renang induk dan tujuh kolam renang air belerang yang ukurannya lebih kecil, hanya muat untuk dua tubuh saja. 

Di surga, Sardi seharusnya lebih ceria. Kini satu bidadari yang paling cantik telah mengandung anaknya. Sedang enam yang lain begitu dengan sangat bahagia setiap hari mereka merawat salah satu teman mereka itu. 

Seperti mereka merawat perut mereka sendiri. Konon, perihal ini tidak ada pernyataan pasti dari para malaikat yang suka datang mengecek keperluan Sardi dan tujuh bidadarinya. Bidadari-bidadari itu bisa saja mengandung, bisa saja tidak, sesuai keinginan sang penghuninya surga dan tuan mereka, yaitu Sardi. Mereka tidak perlu pil atau suntikan KB, hanya berbekal keinginan Sardi, maka jadilah.  

Di surga, Sardi seharusnya tidak lagi terlihat sebagai penyendiri yang menyedihkan. Murung dan tanpa harapan. Tetangga-tetangga yang dipilihkan kepadanya adalah orang-orang yang selama hidupnya tidak henti-hentinya beribadah, meminta surga dalam segenap doa-doa mereka. 

Setiap dari mereka juga punya tujuh bidadari masing-masing, dan bisa digonta-ganti, jika saja mereka berkeinginan untuk mendapatkan yang lebih segar dan muda, atau karena sekedar bosan pada bidadari yang lebih tua, sudah punya anak, kemudian jadi cerewet.

Di surga, Sardi seharusnya bisa melupakan hidupnya selama d idunia. Ia telah kehilangan orang tua dalam razia sosial pemerintah, kedua orang tuanya diangkut entah kemana dengan sebuah truk besar dan tidak lagi kembali hingga ia berada ditempat ini sekarang. 

Hutang-hutang rokok dan birnya telah terlunasi berkat kebaikan seorang ustadz yang menemukannya babak belur disalah satu tegalan jalan didekat gubuknya yang miring. Ustadz itu belum datang ke surga, itu kenapa ia masih belum menemukannya sebagai tetangga rumah. 

Ia ingin berterimakasih, dengan sekadar mengajak ustadz itu minum teh, atau kopi, dan susu, kalau dia mau. Ia juga ingin mendengar kabar terakhir tentang dunia. Ia dengar akan banyak sekali pendatang baru ditempat ia kini berada. Dan ia khawatir, emak dan bapaknya yang di angkut dinas sosial itu tidak mendapat barang sepetak lahan jika sudah sesak nanti.

"Mereka belum mati tuan." Sergah salah satu malaikat yang tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Kemunculan-kemunculan yang mendadak seperti itu tidak lagi mengagetkannya seperti dahulu, saat pertama kali berada disana. 

"Kapan mereka mati?" Sardi membalas.

"Itu bukan urusan kami tuan. Ada aparat dari divisi lain yang mengurus itu." Jawab malaikat itu sambil membereskan bulu sayapnya yang sedikit berantakan karena seharian terbang kesana kemari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun