Mohon tunggu...
Samuel Henry
Samuel Henry Mohon Tunggu... Startup Mentor -

JDV Startup Mentor, Business Coach & Public Speaker, IT Business Owner, Game Development Lecturer, Hardcore Gamer .........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pemerintah yang Ogah Ribet Soal Konflik Taksi Online

21 Maret 2017   20:34 Diperbarui: 22 Maret 2017   18:00 2390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Bisniskeuangan,Kompas.com

Model bisnis  baru yang dikenalkan dengan model ride sharing seperti taksi online atau on-demand economy lainnya (bisa dicontoh ke model bisnis AirBnB misalnya) hanyalah salah satu bentuk perubahan yang akan selalu terjadi dan semakin terdorong oleh implementasi teknologi.

Jika anda menganggap masalah taksi sudah pelik, maka bayangkan dengan masalah daging sapi misalnya. Saat ini salah satu startup di inkubator tempat saya bekerja sedang mengembangkan platform yang bisa membuat perdagangan daging sapi lebih adil dan harga terjamin. Apakah cara ini  menguntungkan peternak? Tentu saja. Apakah konsumen diuntungkan? Pasti. Apakah semua pihak senang? Tidak. Banyak pihak yang akan terganggu ketika harga daging nanti menjadi lebih murah dan pasar lebih stabil. Lalu jika gejolaj protes timbul, maka kita akan kembali menerapkan model solusi taksi kovensional diatas?

Saya membahas soal aplikasi platform untuk peternakan itu hanya sebagai gambaran bahwa inovasi bukan hanya di masalah transportasi saja. Tapi ke semua lini kehidupan. Efisiensi dan kompetisi tidak akan terelakkan. Banyak yang akan mati dan hilang, tapi akan banyak pula yang muncul. Wartel sudah menjadi kenangan, Telkom tidak protes akibat kemajuan sistem telekomunikasi yang terjadi saat ini. Pos tidak lagi seperti dulu, apakah tukang pos pernah demo? Lalu kenapa soal taksi online dan konvensional ini begitu riuh?

Mungkin jawabannya adalah karena ketiadaan sarana transportasi yang memadai dan layak sehingga konsumen memilih pilihan yang dianggap terbaik. Lalu apakah peraturan dari Kemenhub adalah solusi? Bagi saya, malah kontraproduktif. Hanya memperlama kematian yang sudah pasti. Maaf, tidak ada gunanya bermanis kata dengan fakta dilapangan. Saya akan berikan beberapa hasil pengamatan saya belakangan ini. Beberapa hal dibawah ini menjawab dan memvalidasi berbagai tudingan yang selama ini kerap terdengar.

Penelitian Di Lapangan

Selama 3 bulan terakhir saya rajin menggunakan taksi konvensional dan online bergantian. Ada lebih dari 25 bahkan 30 taksi baik oline dan konvensional yang saya naiki dalam berbagai kesempatan. Saya selalu menyempatkan diri berdiskusi dan menanyakan tentang kondisi di lapangan. Beberapa hasil yang saya dapatkan antara lain:

Kualitas Yang Tidak Kalah Bahkan Lebih Nyaman
Ya, taksi online lebih bersih dan nyaman dinaiki dibanding taksi konvensional. Kebersihan dan cara respon kepada penumpang malah lebih baik dibanding dengan taksi konvesional. Memang ada armada taksi yang secara keseluruhan supirnya sangat baik, namun lagi-lagi kualitas kebersihan secara total + keramahan menyapa dan kepastian harga membuat penumpang lebih lega dan nyaman. Bagaimana tidak, dari beberapa kali saya membayar taksi, hanya supir taksi online yang menerima sesuai bayaran, Kalau supir taksi konvensional lebih suka diam dan menganggap kelebihan bayar sebagai tips dan hal biasa.

Mentalitas Yang Dibangun Sistem
Ada perbedaan tajam antara model taksi online dengan konvensional. Model bisnis taksi online membuat supir menjadi lebih aktif dan semangat dengan sistem bonus dan kepastian harga yang diatur sedemikian rupa. Sementara Model konvensional mengandalkan pola kebiasaan yang selama ini sudah terbangun dengan baik. 

Namun ketika kompetisi berlangsung head to head, ternyata teknologi sebagai penopang sangat berperan dalam membangun sistem yang baik. Bayangkan taksi yang konvensional bersifat pasif dan hanya menunggu panggilan baik dari pusat dispatch/ telp konsumen langsung. Itupun dari konsumen yang dikenal saja. Beda dengan model taksi online yang bahkan dilengkapi dengan informasi rating dari supir yang dipanggil. Dengan adanya sistem feedback ini, maka supir selalu berusaha memberikan layanan yang terbaik karena kepuasan pelanggan adalah yang paling utama.

Yang menarik adalah, banyak supir taksi online yang berasal dari supir taksi biasa. Jadi tidak ada alasan bahwa mental tidak bisa diubah. Yang dibuat adalah sistem yang mendukung perubahan tersebut. Dari para supir itu pula saya mendapatkan berbagai informasi mengenai mengapa taksi online bisa mendapat omzet sampai beberapa kali lipat dibanding omset taksi konvensional.  Bisa dikatakan durasi atau frekwensi taksi online beroperasi jauh lebih banyak dibanding taksi konvensional yang ce derung "malas" dan "berdiam" diri menunggu panggilan. Contohnya, saya tidak lagi ragu menggunakan taksi online karena kepastian harga yang sudah saya ketahui didepan dan harga promo yang selalu menarik untuk digunakan di berbagai kesempatan. 

Bayangkan, sudah murah masih dapat potongan lagi. Saya pernah hanya membayar Rp 6.000 dibanding harus membayar Rp 38.000 bila menggunakan taksi konvensional. Adilkah bagi konsumen bila nanti harga diatur agar tidak terlalu berbeda? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Berapa ratus supir taksi yang diuntungkan dibanding puluhan ribu bahkan ratusan ribu konsumen yang  harus membayar mahal? Nalar dari mana pula itu?

Pemilik Yang Juga DIuntungkan
Yang unik dari informasi langsung yang saya dapatkan adalah keuntungan pemilik mobil. Disini ada perbedaan antara keuntungangan pemilik taksi online dan konvensional. Kebanyakan taksi konvensional adalah dimiliki perusahaan dan supir kebanyakan hanya sebagai pekerja saja. Tidak banyak supir yang merasa memiliki dengan taksi yang dibawa selain hanya sarana mencari nafkah semata. Kewajiban mengejar setoran harian salah satu menjadi momok masalah. Namun berbeda dengan kondisi taksi online. Tidak semua taksi online disupiri oleh pemilik langsung, malah sekarang lebih banyak supir yang dibayar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun