Maka, demi melanggengkan egonya itu, Megawati akan tutup mata meski sebenarnya ada kader partai lain yang lebih potensial.Â
2. LogikaÂ
Selain mengedepankan ego, penulis rasa Megawati juga telah memainkan logikanya. Maksudnya adalah, dia tidak begitu khawatir atas ketertinggalan elektabilitas putrinya dari kandidat lain seperti Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan; Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan bahkan dari kadernya sendiri, Ganjar Pranowo.Â
Kenapa?Â
Karena sepertinya Megawati telah sangat paham bahwa meroketnya ketiga nama di atas ditopang statusnya sebagai gubernur. Mereka tentunya memiliki panggung yang sangat luas untuk mempromosikan diri di tengah-tengah masyarakat. Baik pencitraan dengan turun langsung ke tengah-tengah masyarakat atau menjadi media darling.Â
Masalahnya, apa yang bakal terjadi dua atau tiga tahun kedepan, saat mereka jadi "pengangguran" alias tak menjabat lagi sebagai gubernur. Seperti tertuang dalam UU Nomor 10 tahun 2016, tentang Pilkada bahwa kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023 harus menunggu pelaksanaan Pilkada tahun 2024.Â
Ini artinya, seperti Anies dan Ridwan Kamil akan kehilangan panggung politiknya. Mereka otomatis "menganggur" sampai Pilkada berikutnya digelar. Sementara Ganjar, masa jabatan 2018 - 2023 adalah periode terkahirnya. Yang bersangkutan tidak bisa mencalonkan diri kembali karena telah dua kali menjabat gubernur.Â
Sepertinya ini yang dibaca oleh Megawati. Dengan kehilangan panggung politiknya, ketiga kepala daerah tersebut di atas diyakini tidak akan se-superior sekarang. Dengan hilangnya panggung tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh negatif terhadap tingkat elektabilitas ketiganya.Â
Di saat Anies, Ridwan dan Ganjar kehilangan panggung inilah, kemungkinan Megawati berpikir kesempatan Puan memanfaatkan pengaruh, jabatan serta dukungan partai untuk sama-sama mendongkrak elektabilitasnya. Caranya? Penulis yakin, mereka tentu telah jauh-jauh hari memikirkannya.
Salam