Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasib Tragis Gerwani, "Kuntilanak Siang Bolong" Pasca G30S

24 September 2020   23:04 Diperbarui: 24 September 2020   23:17 10822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Narasi tentang peristiwa G30S berkembang terus dengan sangat rumit. Entah kapan kabut gelap ini akan benar-benar terungkap. Tak heran, tafsir sebagai awal kemunculan rezim Orde Baru (Orba) tersebut begitu beragam. 

PERISTIWA penculikan dan pembunuhan enam jendral dan satu perwira pertama para Kamis Malam, 30 September 1965, menjadi awal kehancuran Partai Komunis Indonesia (PKI). Sebab, saat itu partai berlambang palu dan arit ini dianggap sebagai satu-satunya pihak yang paling bertanggungjawab. 

Akibatnya, atas perintah langsung dari Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto, PKI harus dihancurkan hingga ke akar-akarnya. Para petinggi partai, kader-kader di daerah, hingga sayap partai atau Under Bow-nya diburu, ditangkap dan dibunuh. 

Dalam catatan sejarah, para petinggi PKI seperti Syam Kamaruzaman, Letkol Untung Syamsury, Brigjeng Soepardjo dan masih banyak lagi mati oleh regu penembak khusus setelah melalui proses peradilan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). 

Sementara sekitar 500.000 jiwa kader lainnnya dieksekusi di tempat tanpa melalui proses peradilan Mahmilub terlebih dahulu. Seperti halnya  nasib Ketua PKI, DN Aidit. 

Nasib Tragis Gerwani
Dari sekian banyak sayap partai PKI yang tidak luput dari perburuan angkatan bersenjata Indonesia adalah Gerwani. Gerwani adalah akronim dari Gerakan Wanita Indonesia, yang aktif pada tahun 1950-an hingga 1960-an. 

Organisasi ini memiliki hubungan sangat kuat dengan PKI, meski sebelumnya merupakan organisasi independen yang bergerak di bidang masalah-masalah sosialisme dan feminisme, termasuk reformasi hukum perkawinan, hak-hak buruh, dan nasionalisme Indonesia. Namun, karena kedekatannya dengan PKI, pasca G30S 1965 organisasi ini dihancurkan. Bahkan oleh rezim Soeharto, Gerwani dianggap sebagai wujud organisasi amoralitas dan gangguan sebelum meletusnya peristiwa malam durjana, 30 September 1965. 

Masih oleh rezim Orba, Gerwani yang juga dijuluki sebagai "Kuntil Anak Siang Bolong" ini dituding sebagai salah aktor penyiksaan terhadap enam jendral dan satu perwiran pertama di Lubang Buaya. Tak heran, jika akhirnya Gerwani menjadi salah satu sasaran buru angkatan bersenjata setelah terjadinya peristiwa G30S. 

Tak jauh beda dengan peristiwa G30S yang masih sangat abu dan diselimuti tabir gelap yang sulit diungkap, hingga memunculkan beragam versi dan teori. Kisah perburuan para kader Gerwani yang tersebar di seantero negeri pun masih simpang siur. 

Kendati begitu, berdasarkan dari cerita atau pengakuan dari beberapa mantan anggota Gerwani yang banyak ditulis oleh beragam media massa tanah air, nasibnya memang sangat tragis. Diantaranya diakui langsung oleh Partini. 

Menurut Partini, dirinya ditangkap karena dituduh membunuh para jendral. Bersama perempuan-perempuan lain yang ikut ditahan dengannya, Partini mengaku sering mendapatkan perlakuan tak senonoh, seperti dipukul hingga dilecehkan dengan tidak patut secara bergiliran. 

Padahal, saat itu dia dalam kondisi baru saja melahirkan, sehingga tentunya masih mengalami pendarahan. Namun, para tentara itu sekakan tak peduli. Mereka malah asyik menidurinya secara bergiliran setiap malam. 

Senada dengan Partini, Rusminah yang merupakan isteri seorang PKI mendapat perlakuan serupa. Hampir setiap malam dirinya diperintahkan menuju pos penjagaan untuk memuaskan hasrat seksual penjaga. Saking banyaknya penjaga yang harus dia layani, Rusminah sampai tidak mampu lagi mengenali wajah-wajah mereka. 

Pengakuan kedua perempuan tersebut di atas dipertegas oleh keterangan peneliti Queensland University yang khusus mendalami kejahatan masal berbasis gender pasca tragedi 1965, khususnya kejahatan terhadap perempuan, Ann Pullman. 

Dikatakan Ann, dari hasil wawancaranya dengan 150 eks tahanan politik (Tapol) perempuan (Gerwani dan isteri PKI) di berbagai daerah, rata-rata mengaku selama dalam tahanan mereka digunduli. Tak hanya itu, menurut Ann, saat diinterogasi, para tapol juga harus menanggalkan seluruh pakaiannya dengan dalih mencari lambang palu arit yang disembunyikan. Bejatnya, introgator itu mencarinya di sekitar kemaluan si tapol. 

Bentuk kejahatan lain, ada interogator yang melakukan kekerasan fisik berupa penyiksaan bahkan mutilasi. Banyak pula interogator yang meminta paksa aborsi kepada perempuan istri tapol yang ditidurinya dan kemudian hamil. 

Menilik dari cerita yang dialami oleh kader-kader PKI dan Gerwani di atas, memang tak bisa dipungkiri merupakan peristiwa yang tidak kalah tragis dengan peristiwa G30S. Sejatinya sebagai seorang abdi negara yang ditugaskan untuk memberangus PKI hingga ke akar-akarnya berlaku profesional. 

Jangan justru mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang tak ada bedanya dengan pelaku pembunuhan terhadap para jendral dan satu perwira pertama. 

Pelanggaran HAM Berat 

Setelah lebih dari lima dekade sejak peristiwa pembunuhan massal terhadap para anggota dan simpatisan PKI serta pelecehan terhadap para anggota Gerwani, telah cukup banyak pihak yang ingin mengangkat kembali kasus ini ke permukaan. Sebab, tak sedikit pihak yang menyatakan bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. 

Kendati demikian, hingga saat ini rupanya desakan untuk kembali membuka kasus tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan. Akibatnya, dari tahun ke tahun peristiwa G30S dan setelahnya terus saja menjadi tabir gelap.

Entah sampai kapan kasus tersebut bisa benar-benar diungkap dengan jelas, sehingga sejarah tidak bisa lagi dipermainkan sesuai keinginan dan kepentingan para penguasa.

Salam
Referensi: satu - dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun