Mohon tunggu...
Sam Elqudsy
Sam Elqudsy Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan penulis fiksi, karena tak bisa menjiwai tanpa pernah mengalami..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa di Negeri Asing: Cerita dari Tiga Benua

10 Juni 2016   05:45 Diperbarui: 10 Juni 2016   07:35 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibadah Puasa Ramadhan di Indonesia tahun ini sepertinya tidak terlampau berat untuk dijalani. Pertama, karena umat Islam di Indonesia adalah mayoritas sehingga nuansa Ramadhan sangat terasa. Selain itu waktu puasa relatif pendek (sekitar 13 jam saja), serta cuaca juga tidak terlalu terik bahkan masih turun hujan. Bagaimana dengan pengalaman warga Indonesia yang menjalani ibadah Puasa di luar negeri, terutama dimana Islam adalah agama minoritas? Berikut disajikan cerita Puasa di Negeri Asing : Cerita dari Tiga Benua.

Pengalaman Saujana Berpuasa di Australia

Puasa di Australia tahun ini relatif singkat, di Kota Sydney dan Adelaide sekitar 11 jam 30 menit saja. Meskipun demikian menjadi berbeda tidaklah mudah, terlebih bagi anak-anak. Hal itu pulalah yang dialami Saujana,7 tahun, anak pertama pasangan Suprehatin dan Feb Azimatus S. Saujana mengikuti orang tuanya yang sedang menempuh studi di Flinders University, South Australia.

Puasa hari pertama Sau, panggilan akrab Saujana, berjalan lancar meskipun dia harus berkali-kali menjawab pertanyaan temannya, “why you not eating?” Dengan tegas di menjawab, “I’m fasting,”. Pertanyaan banyak ditujukan kepada Sau meskipun ada teman sekelasnya yang juga seorang muslim, Amira.

Orang tuanya sempat kebingungan bagaimana cara mengajak Sau untuk berpuasa, karena berkali-kali dia menolak. Suatu ketika dia berargumen, “Biyung, remember what my arabic school teacher said? Fasting for kids is just practise. I will try but i’m just practise,”

“Sure, but please try your best, mas. Biyung tau mas Sau bisa”. Kisah Feb mengakhiri statusnya tertanggal 8 Juni 2016. Orang tuanya mengajak Sau berpuasa sebagai bentuk empati kepada banyak orang di berbagai belahan dunia tidak bisa makan, baik karena kemiskinan, perang ataupun sebab lain. Dengan sikap empati itulah Sau belajar berpuasa meskipun berada di sekolah umum yang hampir seluruh siswanya tidak berpuasa. Berbagai cerita seru itu ditulis di akun facebooknya dan diberikan tag khusus #CeritaRamadanSau.

Kisah Rusyda-Chan di Negeri Matahari Terbit

Rusyda adalah putri dari pasangan Roby Kurniawan dan Arie Pujiwati yang saat ini sedang menempuh studi di Jepang. Arie menceritakan pengalaman puasa hari pertama Rusyda di sekolahnya. Puasa di Jepang tahun ini lebih dari enam belas jam. Kisah ini sudah dituturkan oleh Kompasianer Robi Kurniawan disini.

Sensei (semacam pembimbing atau guru kelas) Rusyda menanyakan apakah anak-anak muslim akan ikut berpuasa tahun ini? Jika ya, maka mereka akan dikumpulkan di ruang internasional pada saat jam makan siang. Dan ternyata benar adanya, pada hari pertama puasa semua anak-anak muslim yang berpuasa, ada delapan anak dikumpulkan di ruang internasional selama istirahat makan siang. Sensei menemani dan mengingatkan mereka untuk shalat dzuhur. Sebuah bentuk toleransi yang sangat bagus telah diterapkan oleh sekolah dasar di Jepang ini.

Dengan dikumpulkannya anak-anak muslim di satu ruangan saat istirahat makan siang, membuat motivasi mereka untuk berpuasa semakin kuat. Mereka merasa tidak sendirian dan memiliki banyak Saudara di negeri asing. Bahkan, Rusyda bertekad untuk tetap berpuasa di hari kedua selama masih kuat meski rencananya akan diadakan tes pelajaran olah raga selama tiga jam. Pelajaran olahraga mendapat porsi cukup banyak di tingkat Sekolah Dasar di Jepang.

“Kita sebagai orang tua, tidak bisa menjaga 100% anak-anak, di mana pun dan kapan pun. Namun ada Allah SWT yang Maha Menjaga. Titiplah anak-anak pada-Nya. Biarkan Ia memberikan jalan dan pihak yang menjadi media penjagaan-Nya. Kadang sarana Allah SWT menjaga agama kita bukanlah melalui orang-orang yg se-aqidah dengan kita. Sehingga, bukan berarti mereka yg berbeda aqidah adalah penghalang dalam beribadah. Pernah saya sampaikan tahun lalu, bahwa sensei-nya kakak (Rusyda, -red) menyediakan ruang shalat dan sajadah.” Kisah Arie di akun facebook-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun