Mohon tunggu...
Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Hobi membaca dan menulis

Mukim di Kebumen. Karya tulisnya tersebar di berbagai media cetak dan online, lokal hingga nasional seperti Kompas Anak, Republika, Jawa Pos, Koran Jakarta, Radar Surabaya, Radar Bromo, Radar Banyumas, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Merapi, Minggu Pagi, Lampung Post, Analisa, Bangka Pos, Kartini, Nova, dll.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kritik Sosial lewat Cerpen "Kiai Amplop"

15 Agustus 2018   19:05 Diperbarui: 15 Agustus 2018   19:38 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kiai Baha adalah Kiai muda yang tengah naik daun serta dikagumi masyarakat di daerahnya. Bukan hanya parasnya yang tampan, Kiai Baha juga lihai meramu kata saat berceramah di publik. Cara menyampaikan dakwahnya pun dengan hallus, tegas tapi tidak saklek. Kiai Baha juga tidak pernah menyindir golongan tertentu dan suaranya merdu saat melantunkan ayat ayat suci Alquran.

 Secepat kilat, karir Kiai Baha melesat tinggi melebihi para artis. Hal ini membuat warga di daerahnya kecewa karena Kiai Baha hijrah ke Jakarta karena menjadi pengisi tetap pengajian di beberapa televisi swasta. Kiai Baha juga kerap diundang ke acara-acara pengajian besar di ibu kota. Kini warga di daerahnya hanya bisa melihat Kiai idolanya hanya dari layar kaca.

Karena karir Kiai Baha kian moncer. Jika warga di daerah mengundang untuk mengisi acara walimahan dan semacamnya, Kiai Baha menolak dengan alasan sibuk atau jadwalnya padat padahal sebenarnya Kiai Baha kerap membandingkan isi amplop  alias mematok harga.

Suatu hari, Kiai Baha menjerit karena mendadak jubah besar yang dikenakannya mengeluarkan hawa panas yang luar biasa.Kia  Baha terus menjerit-jerit meminta pertolongan. Tapi anehnya, tak ada seorangpun mau menolongnya termasuk  istrinya sendiri. Apa yang terjadi dengan Kiai Baha?

Buku berjudul Kiai Amplop ini, merangkum 15  cerpen. Sebagian besar cerita-cerita di dalamnya menyuguhkan kritik sosial yang ada di masyarat. Di cerpen Kiai Amplop, Sam Edy menyuguhkan  fenomena Kiai-Kiai yang mematok harga saat  mengisi acara dan tidak bersedia mengisi acara di daerahnya takut dibayar tidak sesuai tarif.

Cerpen berjudul Korupsi, menyoroti praktek-praktek korupsi negeri tercinta. Dari mulai tingkat besar hingga tingkat kecil. Dari kelas pejabat hingga praktek korupsi di keseharian. Saat mengisi BBM di SPBU misalnya. Kritik sosial lain ada di cerpen Menara, Pelayat Amplop, Pilkades, Kiai Jarkoni dan lain-lain.

 Cerpen-cerpen dalam buku ini, ditulis dengan bahasa yang sederhana, cair dan mengalir sehingga enak dibaca.

Kelebihan lainnya, beberapa cerpen endingnya penuh kejutan dan tidak mudah ditebak. Bisa jadi karena penulisnya sudah banyak menulis di banyak media massa.

Tapi tak ada gading yang tak retak. Kumpulan cerpen ini punya kekurangan. Tapi buku ini sayang untuk dilewatkan setidaknya untuk hiburan dan bisa dibaca di sela-sela waktu senggang. Selamat Membaca.

*** ***

Resensi ini ditulis oleh Mas Sutono Adiwerna, penulis lepas dan  pegiat FLP Tegal, dimuat di koran Kedaulatan Rakyat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun