Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pendidikan gratis dan bermutu kepada setiap warga negara sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945 hasil amandemen pasal 31 Ayat (1) "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan Ayat (2) "setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai". Amanat konstitusi ini di perkuat lagi dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 34 ayat (2) yang menyebutkan "Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya", dan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa "wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat." Ada sejumlah alasan yang mendasari pentingnya program Wajib Belajar 12 Tahun yaitu: Pertama, memperbaiki peringkat Human Development Index (HDI) atau indeks pembangunan manusia. Rendahnya pendidikan suatu bangsa akan berpengaruh terhadap terpuruknya peringkat peringkat HDI negara tersebut. Padahal, peringkat HDI mencerminkan kualitas sumber daya manusia. Peringkat HDI itu sering dipakai sebagai pertimbangan oleh negara-negara lain dalam pengambilan keputusan, misalnya terkait penanaman investasi. Tiga parameter yang dijadikan ukuran HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Kedua, program Wajib Belajar 12 Tahun bernilai sangat strategis karena memungkinkan tersedianya manusia yang berkualitas dalam jumlah memadai, yang dikenal dengan critical mass. Ketersediaan SDM berkualitas dalam jumlah cukup itu sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan, khususnya ekonomi. Ketiga, ketuntasan program Wajib Belajar 12 Tahun merupakan bagian dari komitmen bangsa Indonesia terhadap gerakan Education For All (EFA) yang diprakarsai oleh UNESCO.
kesejahteraan sosial ialah suatu kondisi atau keadaan dimana kehidupan manusia yang tercipta dapat dikelola dengan baik dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang dirancang secara terorganisir. Bentuk komitmen pemerintah provinsi DKI Jakarta memberlakukan kebijakan pemberian dana bantuan biaya personal pendidikan (BBPP) atau disebut dengan program Kartu Jakarta Pintar. Adanya perguliran kepemimpinan pemimpin provinsi DKI Jakarta maka kebijakan perubahan yang awalnya KJP menjadi KJP Plus. KJP Plus mengungguli dengan segala kelebihannya dibandingkan dengan KJP. Mekanisme penyaluran diatut dalam peraturan Gubernur nomor 15.BD.2019/No.75003. Sumber masalah utama yang menjadi persoalan masih terdapat angka putus sekolah adalah karena kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pentingnya pendidikan untuk mewujudkan masa depan yang cerah. Keberadaan dan keterlibatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat membantu masyarakat yang kurang mampu untuk bisa bersekolah. Hal ini juga membantu masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan secara gratis dan layak.
Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus adalah program strategis untuk memberikan akses bagi warga DKI Jakarta yang berasal dari golongan masyarakat kurang mampu dalam mengenyam pendidikan paling rendah hingga tamat SMA/SMK dengan dibiayai penuh dari dana APBD Provinsi DKI Jakarta. Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus adalah program pemerintah DKI Jakarta untuk memberikan akses pendidikan juga nutrisi kepada warga yang khususnya dari golongan masyarakat kurang mampu untuk dapat menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SMA/SMK. Pemberian KJP merupakan kesempatan bagi semua masyarakat di indonesia untuk mendapatkan akses yang setara dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas dan manusiawi. Masyarakat yang kurang mampu pada akhirnya memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Diharapkan tidak ada ketimpangan sosial bagi penduduk kurang mampu, karena memiliki hak yang setara untuk mendapatkan pendidikan. KJP memberikan kesempatan siswa untuk membeli barang untuk keperluan pendidikan. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi siswa kurang mampu yang kesulitan untuk membeli keperluan pendidikan, selain itu tidak ada lagi siswa yang kesulitan mendapatkan makanan bergizi karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membelinya. Mereka mempunyai kesempatan yang sama dengan siswa yang lebih beruntung secara finansial.
Kartu Jakarta Pintar Pemerintah DKI Jakarta memiliki tujuan yang baik untuk masyarakat, tujuan dari Kartu Jakarta Pintar dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 4 tahun 2018 pasal 3 yaitu: A.) Mendukung terselenggaranya wajib belajar 12 tahun, B.) Meningkatkan akses layanan pendidikan secara adil dan merata, C.) Menjamin kepastian mendapatkan layanan pendidikan, D.) Meningkatkan kualitas hasil pendidikan, E.) Menumbuhkan motivasi bagi peserta didik untuk meningkatkan prestasi, F.) Mendorong ATS agar kembali mendapatkan layanan pendidikan disatuan pendidikan normal dan non formal. Di indonesia khusus sekolah formal negeri mewajibkan peserta didik memakai seragam lengkap sesuai aturan yang berlaku di sekolah.
Hal ini salah satu beban bagi siswa kurang mampu agar dapat memenuhi hal tersebut untuk memulai sekolah. Sasaran penerima KJP Plus yaitu anak berusia 6 tahun sampai 21 tahun berasal dari keluarga tidak mampu. Anak yang berjenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah keatas. Namun hal ini terdapat kriteria yang harus dipenuhi oleh siswa untuk mendapatkan KJP, kriteria tersebut adalah: A.) Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi narkoba, B.) Orang tua tidak memiliki penghasilan yang memadai, C.) Menggunakan angkutan umum, D.) Daya beli untuk sepatu dan pakaian seragam sekolah rendah, E.) Daya untuk konsumsi makan rendah, F.) Daya pemanfaatan internet rendah, G.) Tidak dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang berpotensi mengeluarkan biaya.
Kriteria tersebut untuk menyeleksi siswa yang benar-benar berasal dari kalangan tidak mampu. Agar kebijakan ini tepat sasaran dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan pemerintah pasti mengalami kondisi tidak sesuai dengan perencanaan, seperti program Kartu Jakarta Pintar ini tidak digunakan sesuai dengan kebutuhan dalam pendidikan. Motivasi atau semangat belajar siswa yang menurun karena anak mengalami kesulitan dalam hal tidak memiliki perlengkapan pendidikan dan itu akan menghambat proses belajar anak disekolah. Sejauh ini pelajar di Indonesia telah mendapatkan banyak manfaat dari KJP Plus ini karena sudah meringankan beban pengeluaran peserta didik dalam memenuhi kebutuhannya.
Pihak sekolah harus mempertimbangkan aspek dalam memberikan rekomendasi kepada mereka yang emang benar-benar membutuhkan dana KJP. Dari hasil wawancara dengan pengawas sekolah, kepala sekolah, operator, dan guru disimpulkan ada hal yang menunjukkan kecenderungan ketidaktepatan pemberian dan KJP. Subjektivitas sekolah dalam pemberian KJP masih sering menjadi acuan. Seharusnya idealnya, sekolah secara objektif menentukan siswa mana saja yang harus berhak mendapatkan KJP. Meskipun seleksi dan verifikasi yang dilakukan sudah ketat, tetap saja masih terdapat ketidaktepatan dalam pemberian KJP, penggunaan KJP masih terdapat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan membelikan barang mewah dan tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Beberapa sekolah benar-benar melakukan survei secara teliti namun ada beberapa juga sekolah yang tidak melakukan tahapan ini secara teliti. Petugas survei tersebut adalah guru kelas atau wali kelas yang dianggap mengetahui kondisi setiap siswa. Kesulitan yang sering dialami pihak sekolah dalam melakukan survei adalah adanya trik yang dilakukan oleh calon penerima dana agar mereka mendapatkan bantuan. Misalnya, ada pihak yang tergolong mampu tapi menyatakan dirinya sebagai pihak yang tidak mampu dan kemudian mengajukan permohonan agar mendapat KJP. Selain itu kendala lainnya ialah pengesahan anggaran KJP dalam proses budgeting di DPRD masih lambat sehingga penyaluran dana KJP sering terlambat, masalah pencairan dana KJP yang tidak pasti kapan dikarenakan tidak ada tanggal pasti yang ditetapkan sebagai tanggal pencairan KJP dan pencairannya tidak sesuai waktunya dengan kebutuhan tahun ajaran baru dimana peserta didik harus segera membeli perlengkapan sekolahnya.
Diatas merupakan beberapa masalah dan problematika yang ditemukan dan dihadapi terkait dengan implementasi penggunaan KJP. Maka menurut saya, ada beberapa solusi untuk mengatasi hal tersebut yakni yang pertama, melakukan pengawasan dari masyarakat dalam rangka pelaksanaan program Kartu Jakarta Pintar dan dari sisi penggunaan Kartu Jakarta Pintar diperlukan aturan yang jelas tentang bagaimana mekanisme penggunaan dan apakah ada laporan yang harus dibuat siswa terkait penggunaan uang yang mereka ambil dari KJP tersebut, hal tersebut diperlukan agar kita mengetahui bagaimana mekanisme dari pembagian Kartu Jakarta Pintar sehingga jangan sampai kebijakan tersebut menjadi tidak tepat sasaran. Kedua, perbaikan dari segi aturan, pengelolaan, dan mekanisme penyaluran dana dan evaluasi program KJP menjadi komponen yang terus menjadi titik perbaikan dan inovasi tanpa henti. Rasa adil tidak akan diperoleh jika komponen tersebut belum mendapat perbaikan menyeluruh. Oleh karena itu, persoalan pengelolaan KJP menjadi titik krusial dalam keberhasilan KJP dalam memberikan rasa adil bagi masyarakat. Kehati-hatian perlu ditekankan mulai dari proses pendataan, penentuan siapa yang berhak mendapatkan KJP, dan evaluasi program. Ketidaktelitian dalam setiap proses akan menyebabkan tidak efektifnya program KJP ini. Ketiga, pihak sekolah harus menjadi garda terdepan bagi efektifnya pemberian dana KJP. Sekolah berperan dalam memverifikasi setiap peserta calon penerima dana KJP sampai mengawasi penggunaan dananya. Dan terakhir, monitoring dan evaluasi penyaluran dana KJP harus dilakukan secara periodik dan tidak hanya bersifat administratif. Kontrol yang ketat dari pemerintah diperlukan agar dana KJP tidak terbuang sia-sia dan optimal bagi peningkatan pendidikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI