Mohon tunggu...
Salsa Billa Risqi Putri
Salsa Billa Risqi Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Surat Ijo (Hijau) yang Dinilai Pelik

7 Juni 2022   19:07 Diperbarui: 7 Juni 2022   19:12 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Surat ijo (hijau) merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tanah yang berstatus aset milik pemerintah kota yang dialih fungsikan menjadi lahan bangunan, rumah warga, ataupun untuk lahan usaha. 

Dalam sejarahnya tanah berstatus surat ijo ini merupakan tanah bekas hak barat, baik bekas tanah eigendom Gemeente Surabaya maupun bekas partikelir (particuliere landerijen). Dan berubah menjadi tanah negara sebagai konsekuesi atas pemberlakuan UU No. 1 Tahun 1958 tentang penghapusan Tanah Partikelir, dan pemberlakuan UUPA 1960. 

Luas tanah bersertifikat hijau ini tersebar dalam 26 kecamatan yang ada di Surabaya. Sekitar 55,30% dari total luas tanah di Surabaya merupakan tanah bersertifikat hijau. 

Masyarakat yang tanahnya berstatus surat ijo ini dikenakan biaya retribusi yang harus dibayarkan setiap tahunnya. Besaran biaya retribusi ini beragam tergantung dari lokasi kelas jalan, luas tanah, dan besaran NJOP yang telah ditetapkan di dalam surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

Jadi masyarakat yang tanahnya berstatus surat ijo ini wajib membayar retribusi dan juga pajak tahunan yang nominalnya hampir sama setiap tahunnya. Yang mana hal ini dinilai sangat memberatkan masyarakat. 

Selain itu, status kepemilikan yang tidak jelas membuat masyarakat merasa dirugikan dalam beberapa hal contohnya saja harga pasar tanah yang berstatus surat ijo ini tidak setinggi tanah berstatus hak milik, dan sedikit susah digunakan untuk pengajuan peminjaman di beberapa bank.

Warga pemilik tanah bersertifikat hijau ini menuntut kejelasan mengenai hak kepemilikan tanah mereka. Warga ingin tanah yang sudah ditempati sejak berpuluh-puluh tahun tersebut dapat secara utuh menjadi miliknya. 

Pemerintah diharapkan dapat segera menyelesaikan polemik mengenai permasalahan ini. Bukan hanya janji-janji manis yang diagungkan ketika menjelang masa pemilihan saja dan kembali terlupakan seperti yang sudah-sudah terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun