Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Lingkaran Setan Korupsi Membelilit Nurani dan Nalar Bangsa

15 Oktober 2025   03:00 Diperbarui: 14 Oktober 2025   19:52 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LINGKARAN SETAN KORUPSI MEMBELILIT NURANI DAN NALAR BANGSA

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Input gambar: deteksintt.com
Input gambar: deteksintt.com
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali merilis laporannya yang diolah oleh GoodStats dalam data infografis tentang sejumlah wilayah di Indonesia yang masih menduduki posisi tertinggi dalam tingkat tersangka korupsi. Data infografis tersebut menunjukkan betapa penyakit lama ini belum juga menemukan obat mujarabnya. Dalam infografis tersebut, Riau berada di peringkat pertama dengan 76 tersangka kasus korupsi, disusul Bengkulu dengan 68 tersangka, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati posisi ketiga dengan 63 tersangka. Sementara itu, Aceh berada di peringkat keempat dengan 56 tersangka.

Secara nasional, ICW mencatat terdapat 888 tersangka dari 364 perkara korupsi sepanjang tahun 2024. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir dan memperlihatkan bahwa praktik korupsi belum menunjukkan tanda-tanda menurun, justru semakin meluas ke berbagai daerah dan sektor. Fakta ini menjadi cermin getir bagi bangsa yang sedang berjuang menegakkan keadilan dan transparansi. Di tengah upaya memperkuat tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi, realitas tersebut menegaskan bahwa korupsi masih berdenyut kuat sebagai urat nadi kekuasaan yang sulit diputus, menggerogoti sendi-sendi moral dan kepercayaan publik terhadap negara.

Input gambar: youtube.com
Input gambar: youtube.com
Kondisi ini menjadi sebuah potret luka bangsa yang kehilangan kesadaran moral. Fakta korupsi di negeri ini bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tetapi telah menjelma menjadi krisis moral yang menggerogoti akar kemanusiaan bangsa. Di tengah krisis ekonomi dan ketimpangan sosial, praktik korupsi menelanjangi betapa nurani banyak pejabat publik telah kehilangan rasa malu.

Nilai kejujuran yang dahulu menjadi dasar budaya dan agama kini tergadai oleh kerakusan pribadi. Ketika jabatan dipandang sebagai jalan memperkaya diri, bukan sarana mengabdi, maka disanalah bangsa ini perlahan kehilangan kesadarannya. Nurani dibungkam oleh kepentingan, dan nalar dikaburkan oleh dalih pembenaran sistemik. Indonesia hari ini seolah sedang menatap cermin retak: wajah bangsanya masih tampak gagah, namun pantulannya sudah pecah oleh kelicikan dan kepura-puraan.

Input gambar: youtube.com
Input gambar: youtube.com
Melihat rilis data tersebut, jelas bahwa korupsi masih menjadi lingkaran setan yang kuat menjerat kehidupan bangsa ini. Praktiknya telah menjalar begitu dalam, membentuk sistem yang saling melindungi antara pelaku, penguasa, dan penegak hukum. Dari penyalahgunaan kekuasaan, lemahnya mekanisme pengawasan, hingga mentalitas "asal dapat bagian", semuanya berpadu membentuk jejaring yang nyaris mustahil diputus. Dalam banyak kasus, korupsi bahkan bukan lagi tindakan tersembunyi, melainkan dilakukan secara terang-terangan dengan keyakinan bahwa sistem akan tetap melindungi pelaku. Tak sedikit pejabat publik yang terjerat kasus serupa kembali tampil di panggung kekuasaan setelah masa hukuman berakhir, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.

Input gambar: kompas.com
Input gambar: kompas.com
Fenomena ini menegaskan bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan individu, melainkan penyakit struktural yang telah menumpulkan rasa bersalah dan menormalisasi kebusukan moral. Ketika sistem membiarkan kejahatan menjadi kebiasaan, maka setiap upaya pemberantasan hanya akan menjadi sandiwara yang terus diulang tanpa akhir.

Budaya korupsi yang terus tumbuh subur telah menimbulkan dampak moral dan intelektual yang mengkhawatirkan. Rasa malu perlahan mati, empati lenyap, dan nalar kritis bangsa menjadi tumpul. Ketika uang dan jabatan dijadikan ukuran keberhasilan, maka nilai-nilai kejujuran dan pengabdian pun kehilangan maknanya. Bangsa yang dahulu dibangun di atas idealisme perjuangan kini terjebak dalam logika pragmatis: siapa yang punya kuasa dan uang, dialah yang dianggap benar.

Ironisnya, tempat-tempat di mana nurani seharusnya dilatih, seperti dunia pendidikan, politik, dan birokrasi justru sering menjadi ruang pengkhianatan nilai. Di ruang kelas, anak didik belajar teori moral, tetapi di dunia nyata mereka menyaksikan contoh kebusukan yang dilegalkan. Di ruang kekuasaan, para pemimpin berbicara tentang nilai integritas. Dan di birokrasi, idealisme pelayanan publik sering tenggelam di bawah kuasa transaksional. Akibatnya, bangsa ini bukan hanya kehilangan kejujuran, tetapi juga kehilangan arah berpikir sehingga ketika nurani mati, nalar pun tak lagi mampu membedakan benar dan salah.

Input gambar: vrogue.co
Input gambar: vrogue.co
Di tengah gempuran kasus korupsi yang tak kunjung surut, hukum sering kali tampak tak berdaya menghadapi kekuasaan. Ia seolah hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Perlakuan hukum terhadap pelaku korupsi besar dan kecil menjadi bukti ketimpangan moral yang mencolok. Seorang pejabat tinggi yang merugikan negara miliaran rupiah bisa mendapat potongan hukuman dan fasilitas mewah di balik jeruji, sementara rakyat kecil yang mencuri demi bertahan hidup harus menanggung hukuman penuh tanpa belas kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun