Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Empati di Ujung Jari: Menguatkan Sahabat Lewat Layar Digital

17 September 2025   07:00 Diperbarui: 16 September 2025   20:11 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: dokpri, empati dari anak PART Menggelama terhadap seorang temannya yang sementara kemoterapi di Bali

EMPATI DI UJUNG JARI: MENGUATKAN SAHABAT LEWAT LAYAR DIGITAL

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Di era serba digital seperti sekarang, batas antara yang jauh dan dekat semakin kabur. Teknologi telah memberi kita ruang baru untuk berinteraksi, membangun relasi, bahkan menunjukkan kepedulian. Tak lagi harus bertatap muka untuk hadir dalam kehidupan seseorang, cukup dengan gawai di tangan, kehadiran bisa dirasakan lewat pesan, suara, dan gambar yang melintasi jaringan.

Namun, bagaimana jika yang kita hadapi adalah situasi sensitif, seperti seorang sahabat yang sedang sakit di luar daerah? Kita tak bisa datang langsung, tak bisa menggenggam tangan atau memeluknya untuk memberi kekuatan. Di sinilah pertanyaan penting muncul: mungkinkah empati tetap hidup dan menguatkan, meski hanya lewat layar digital? Artikel ini akan menggali bagaimana bentuk empati berevolusi, serta bagaimana kita bisa tetap menjadi sahabat yang hadir meski dari kejauhan saja.

Input gambar: dokpri, kondisi sahabat dari anak PART Menggelama yang kemoterapi di Bali dengan perjumpaan digital
Input gambar: dokpri, kondisi sahabat dari anak PART Menggelama yang kemoterapi di Bali dengan perjumpaan digital
Contoh nyata hadir dari komunitas anak-anak muda PART Menggelama, yang menunjukkan bentuk empati digital dan nyata sekaligus. Ketika salah satu sahabat mereka mengalami sakit serius dan harus menjalani kemoterapi di sebuah rumah sakit di Bali selama lebih dari setengah tahun, mereka tak tinggal diam. Meski terpisah jarak ribuan kilometer, mereka membangun dukungan lewat berbagai cara: rutin mengirim pesan penyemangat, membuat video dukungan bersama, hingga menggalang dana untuk membantu biaya pengobatan. Bahkan, mereka melakukan video call untuk sekadar menghibur atau mendoakan bersama. Sikap ini menunjukkan bahwa empati tak selalu harus diwujudkan dengan hadir secara fisik dan yang terpenting adalah ketulusan untuk hadir dalam perjuangan orang lain, dalam bentuk dan cara yang paling memungkinkan.

Suatu pertemuan digital bisa menjadi momen yang sangat mengharukan, terlebih ketika rindu akan kebersamaan yang dulu akrab mulai menumpuk di tengah jarak dan kondisi sakit yang mendera tubuh. Tatapan wajah sahabat-sahabat yang hadir di layar, disertai senyum, canda, dan kata-kata penghibur, seolah menjadi oase di tengah kelelahan fisik dan batin. Tawa yang muncul tak jarang bercampur dengan air mata bahagia karena meski hanya lewat jejak digital, kehadiran mereka terasa begitu nyata. Pertemuan ini bukan sekadar berbagi kabar, tapi juga berbagi kekuatan, mengingatkan bahwa cinta dan persahabatan tak pernah dikurung oleh ruang dan waktu.

Input gambar: dokpri, anak PART Menggelama sedang menyaksikan sahabatnya lewat tayangan digital
Input gambar: dokpri, anak PART Menggelama sedang menyaksikan sahabatnya lewat tayangan digital
Menurut Sherry Turkle, seorang profesor dan penulis buku Reclaiming Conversation, teknologi digital memang mengubah cara manusia membangun koneksi emosional, namun bukan berarti empati menjadi hilang. Ia menyatakan bahwa layar tidak bisa menggantikan sentuhan fisik, tetapi tetap mampu menyampaikan perasaan jika digunakan dengan kesadaran dan ketulusan. Pandangan ini memperkuat bahwa empati lewat teknologi bukanlah ilusi, melainkan realitas baru yang membutuhkan kedalaman hati, bukan sekadar kecanggihan alat.

Nilai empati sejatinya adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain dan hadir bersama mereka dalam situasi suka maupun duka. Di masa lalu, empati sering diwujudkan secara fisik, menjenguk teman yang sakit, membawa makanan, atau sekadar duduk diam menemani. Namun kini, di era digital, bentuk empati turut berubah mengikuti zaman. Kehadiran tidak lagi selalu bersifat fisik, tetapi bisa hadir dalam bentuk pesan singkat, panggilan video, voice note, atau kiriman digital lainnya yang menyampaikan dukungan. Meski tanpa tatap muka, rasa peduli tetap bisa dirasakan ketika niat dan perhatian tersampaikan dengan tulus. Maka, empati di era digital bukan berarti berkurang nilainya, melainkan bertransformasi menjadi lebih fleksibel dan adaptif terhadap keadaan.

Input gambar: dokpri, anak PART dan Pengajar sedang berkomunikasi langsung dengan sahabat yang sedak sakit di Bali
Input gambar: dokpri, anak PART dan Pengajar sedang berkomunikasi langsung dengan sahabat yang sedak sakit di Bali
Teknologi telah membuka banyak jalan untuk menunjukkan kepedulian secara konkret, bahkan dari jarak jauh. Bentuk dukungan tidak lagi terbatas pada kehadiran fisik, tetapi bisa diwujudkan melalui tindakan-tindakan sederhana namun bermakna. Mengirim pesan yang tulus, membagikan doa melalui voice note, atau menjadwalkan video call untuk menemani teman berbicara adalah bentuk perhatian yang bisa sangat menguatkan secara emosional. Lebih dari itu, bantuan praktis pun dapat dikirimkan, seperti memesankan makanan lewat aplikasi daring, mengisi pulsa atau paket data, hingga menggalang dana solidaritas bersama komunitas untuk meringankan beban biaya pengobatan. Semua ini menjadi bukti bahwa meskipun terpisah oleh jarak, empati tetap bisa bekerja nyata melalui sentuhan teknologi yang digunakan dengan hati.

Empati tak selalu membutuhkan jarak yang dekat atau pertemuan langsung. Di tengah dunia yang terus bergerak cepat, niat tulus dan aksi nyata jauh lebih berarti daripada sekadar kehadiran fisik. Melalui teknologi, kita diberikan kesempatan untuk menjangkau, menguatkan, dan menyemangati siapa pun, di mana pun mereka berada. Maka, mari kita gunakan layar digital bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai jembatan kebaikan dan kepedulian. Jadilah pribadi yang peka, yang tidak menunggu untuk diminta, tetapi hadir dengan inisiatif dan kasih. Harapannya, semoga semakin banyak dari kita yang peka dan peduli, tak hanya pada sahabat yang dekat, tetapi juga yang sedang berjuang dalam kesendirian di kejauhan. Dan semoga, teknologi tak menjauhkan hati, melainkan justru memperkuat ikatan dan menyalurkan empati yang nyata, hangat, dan saling menguatkan.(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun