PERUSUH, PROVOKATOR, DAN PERUSAK MERAMPAS MAKNA PERJUANGAN RAKYAT
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Rencana semula, aksi-aksi tersebut dirancang untuk berjalan damai, mengedepankan dialog dan penyampaian pesan moral tanpa kekerasan. Namun, dalam perjalanan, aksi mulai ternoda oleh kehadiran pihak-pihak yang memiliki agenda berbeda. Perusuh muncul untuk memicu keributan, provokator menghasut massa agar emosi tak terkendali, sementara perusak merusak fasilitas umum dan membuat kerugian nyata. Akibatnya, sorotan publik tak lagi tertuju pada substansi tuntutan rakyat, melainkan pada kericuhan yang ditimbulkan. Suara keadilan pun tenggelam dalam hiruk pikuk kekerasan, dan perjuangan murni rakyat dirampas maknanya.
Ketiga wajah ini sering kali tidak berdiri sendiri, mereka dapat bekerja sama, atau bahkan sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membelokkan arah gerakan rakyat. Akibatnya, tuntutan murni yang hendak diperjuangkan tenggelam dalam stigma anarkis, dan citra perjuangan rakyat yang tulus tercemar oleh ulah segelintir aktor dengan kepentingan tersembunyi.
Sementara itu, pakar sosiologi konflik Dr. Bambang Widjojanto menegaskan bahwa ketiga aktor ini bekerja dalam ekosistem yang terencana: perusuh menjadi pemantik situasi, provokator memanipulasi emosi kolektif, dan perusak memastikan kerugian nyata yang membenarkan tindakan represif aparat.
Benang merah dari pandangan kedua ahli ini menunjukkan bahwa kehadiran perusuh, provokator, dan perusak bukan sekadar gangguan spontan, melainkan strategi sistematis untuk mengacaukan gerakan rakyat. Pola yang berulang ini ingin membelokkan arah perjuangan dan menutup pintu dialog yang seharusnya menjadi inti aksi damai. Lebih jauh lagi, solidaritas sosial yang mestinya menguat dalam momentum perjuangan bersama justru melemah karena rakyat diadu domba, tuntutan kehilangan fokus, dan kepercayaan publik terhadap aksi kolektif terkikis habis.
Untuk menjaga agar perjuangan rakyat tidak dimakan oleh tiga wajah perusakan gerakan yakni perusuh, provokator, dan perusak, maka ada sejumlah hal penting yang harus dihindari sekaligus dijaga dengan serius. Pertama, jangan pernah membiarkan aksi berlangsung tanpa koordinasi yang jelas, karena kerumunan yang tak terarah mudah dimasuki pihak yang ingin mengacau. Kedua, hindari terpancing emosi dan provokasi di lapangan; massa perlu diberi arahan tegas untuk tidak merespons hasutan dengan kekerasan. Ketiga, pastikan keberadaan tim pengamanan internal dan dokumentasi yang transparan, sehingga setiap tindakan destruktif bisa diidentifikasi dan tidak ditimpakan secara serampangan kepada massa aksi. Keempat, jaga komunikasi dengan publik dan media agar narasi perjuangan tetap fokus pada substansi tuntutan, bukan kericuhan yang dibuat-buat. Kelima, bangun solidaritas lintas kelompok, sehingga tidak ada celah bagi provokator untuk memecah belah persatuan rakyat. Dengan kesadaran kolektif ini, aksi damai dapat terhindar dari sabotase dan tetap menjadi saluran aspirasi yang bermartabat.
Bagi semua pihak, baik penyelenggara aksi, peserta, maupun aparat harus mampu membaca tanda-tanda pergeseran arah gerakan dan segera mengambil langkah untuk mencegahnya. Ingat dan sadarlah bahwa sebuah perjuangan sejati tak lahir dari api kerusuhan, melainkan dari suara nurani rakyat. Semoga kesadaran ini tumbuh, sehingga setiap perjuangan yang dimulai dengan damai tidak berubah wajah akibat pengaruh tiga wajah perusakan yang selalu mengintai di setiap momen demonstrasi.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI