Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perusuh, Provokator, dan Perusak Merampas Makna Perjuangan Rakyat

4 September 2025   04:30 Diperbarui: 3 September 2025   17:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERUSUH, PROVOKATOR, DAN PERUSAK MERAMPAS MAKNA PERJUANGAN RAKYAT

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Input gambar: waspada.id
Input gambar: waspada.id
Di beberapa kota di Indonesia menjadi sasaran amukan massa. Aksi yang awalnya digagas sebagai sarana penyampaian aspirasi rakyat justru berubah menjadi ajang kekacauan. Jalan-jalan dipenuhi kepulan asap ban terbakar, suara sirene meraung, dan bentrokan antara massa dan aparat tak terhindarkan. Gambaran ini menegaskan bahwa aksi yang seharusnya menjadi wujud kebebasan berekspresi, perlahan bergeser menjadi tontonan anarkis yang meresahkan. Peristiwa ini bukan hanya merugikan secara material, tetapi juga merusak citra perjuangan rakyat yang sejatinya hendak menyuarakan keadilan dan perbaikan bangsa.

Rencana semula, aksi-aksi tersebut dirancang untuk berjalan damai, mengedepankan dialog dan penyampaian pesan moral tanpa kekerasan. Namun, dalam perjalanan, aksi mulai ternoda oleh kehadiran pihak-pihak yang memiliki agenda berbeda. Perusuh muncul untuk memicu keributan, provokator menghasut massa agar emosi tak terkendali, sementara perusak merusak fasilitas umum dan membuat kerugian nyata. Akibatnya, sorotan publik tak lagi tertuju pada substansi tuntutan rakyat, melainkan pada kericuhan yang ditimbulkan. Suara keadilan pun tenggelam dalam hiruk pikuk kekerasan, dan perjuangan murni rakyat dirampas maknanya.

Input gambar: cnn.indonesia.com
Input gambar: cnn.indonesia.com
Di balik tindakan anarkis yang terjadi dalam berbagai aksi massa, tersimpan tiga wajah yang menggerakan, saling berkaitan dan saling menguatkan. Perusuh muncul sebagai pemantik keributan, mengacaukan situasi agar suasana tegang dan tidak terkendali. Provokator bekerja lebih halus, menyalakan bara emosi dengan hasutan terarah, menggiring massa untuk melangkah ke jalur kekerasan tanpa disadari. Perusak hadir untuk menuntaskan skenario, menghancurkan fasilitas umum, merobohkan pagar, memecahkan kaca gedung, dan menimbulkan kerugian material yang besar.

Ketiga wajah ini sering kali tidak berdiri sendiri, mereka dapat bekerja sama, atau bahkan sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membelokkan arah gerakan rakyat. Akibatnya, tuntutan murni yang hendak diperjuangkan tenggelam dalam stigma anarkis, dan citra perjuangan rakyat yang tulus tercemar oleh ulah segelintir aktor dengan kepentingan tersembunyi.

Input gambar: antara.com
Input gambar: antara.com
Pengamat politik Prof. Syamsuddin Haris menilai bahwa pola kehadiran perusuh, provokator, dan perusak dalam setiap aksi massa bukanlah gejala spontan, melainkan kerap merupakan hasil rekayasa pihak tertentu untuk mendeligitimasi gerakan rakyat. Ketika kekerasan terjadi, tuntutan substansial rakyat kerap tersisih dari sorotan media dan opini publik, digantikan oleh stigma anarkis yang merugikan massa aksi itu sendiri.

Sementara itu, pakar sosiologi konflik Dr. Bambang Widjojanto menegaskan bahwa ketiga aktor ini bekerja dalam ekosistem yang terencana: perusuh menjadi pemantik situasi, provokator memanipulasi emosi kolektif, dan perusak memastikan kerugian nyata yang membenarkan tindakan represif aparat.

Benang merah dari pandangan kedua ahli ini menunjukkan bahwa kehadiran perusuh, provokator, dan perusak bukan sekadar gangguan spontan, melainkan strategi sistematis untuk mengacaukan gerakan rakyat. Pola yang berulang ini ingin membelokkan arah perjuangan dan menutup pintu dialog yang seharusnya menjadi inti aksi damai. Lebih jauh lagi, solidaritas sosial yang mestinya menguat dalam momentum perjuangan bersama justru melemah karena rakyat diadu domba, tuntutan kehilangan fokus, dan kepercayaan publik terhadap aksi kolektif terkikis habis.

Input gambar: antara.com
Input gambar: antara.com
Dampak dari aksi yang disusupi perusuh, provokator, dan perusak sangat terasa dalam hilangnya makna sejati perjuangan rakyat. Tuntutan murni yang ingin disuarakan menjadi kabur karena tertutup oleh citra anarkis yang terlanjur melekat di mata publik. Alih-alih membicarakan substansi persoalan, media dan masyarakat justru sibuk membahas kericuhan, kerusakan, dan bentrokan. Kondisi ini memecah solidaritas rakyat, menumbuhkan saling curiga di antara kelompok yang seharusnya bersatu memperjuangkan tujuan bersama.

Input gambar: antara.com
Input gambar: antara.com
Lebih parah lagi, kepercayaan publik terhadap aksi damai ikut runtuh, dimana gerakan rakyat yang sebenarnya tulus dicap negatif, bahkan ditolak oleh mereka yang sebelumnya bersimpati. Perlahan, ruang bagi perjuangan moral dan aspirasi rakyat melemah, dan suara keadilan tenggelam dalam hiruk pikuk stigma serta narasi yang sengaja dibelokkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun