Lalu, mungkinkah adat dan kesehatan bisa berjalan seiring tanpa saling meniadakan? Menjembatani adat dan kesehatan bukan berarti menghapus salah satunya, melainkan menemukan titik temu agar keduanya berjalan beriringan demi kehidupan yang lebih bermartabat. Adat yang mengakar kuat dalam identitas budaya tetap bisa dilestarikan, namun perlu disertai kebijakan bijak yang berpihak pada kelangsungan hidup dan kesehatan generasi berikut. Di sinilah pentingnya kesadaran kolektif untuk menyesuaikan tradisi dengan kebutuhan nyata kehidupan. Bahwa tradisi belis sebagai simbol penghormatan kepada perempuan dan keluarga besarnya tetap bisa dijaga, tetapi perlu disesuaikan dengan konteks zaman dan kondisi ekonomi masyarakat.
Beberapa langkah konkret dapat ditempuh untuk merawat harmoni antara adat dan kesehatan. Pertama, nilai belis tidak harus selalu diukur dari nominal uang atau jumlah hewan, tetapi bisa digeser ke bentuk simbolik yang lebih sederhana namun tetap sarat makna, Kedua, perlu keterlibatan tokoh adat, gereja, dan masyarakat sipil dalam membangun kesadaran bersama bahwa kesehatan ibu hamil adalah investasi masa depan yang tak boleh dikompromikan. Ketiga, edukasi berkelanjutan dari tenaga kesehatan dan kader posyandu sangat penting untuk menyampaikan informasi tentang pentingnya nutrisi ibu hamil secara konsisten dan mudah dipahami. Keempat, lembaga adat bisa mengambil peran aktif dengan merekomendasikan batas wajar belis dan bahkan mengatur agar sebagian hasil belis dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan gizi selama masa kehamilan. Kelima, pemerintah daerah perlu hadir dengan program pemberdayaan ekonomi keluarga muda dan subsidi pangan bergizi, khususnya di wilayah-wilayah yang masih menjunjung adat belis tinggi. Kolaborasi lintas sektor inilah yang menjadi kunci untuk menjaga kekayaan budaya sekaligus memastikan anak cucu tidak tumbuh dengan otak setengah, seperti yang digugat dalam opini Jermi Haning. Adat akan tetap hidup jika ia memberi kehidupan, bukan ketika ia membebani.
Sejenak kita ada dalam perenungan mendalam: Apa artinya menghargai seorang perempuan lewat belis, jika kita membiarkan dia dan anaknya tumbuh tanpa gizi? Mari kita ubah pola pikir bahwa kalau bisa bangga membayar belis, maka harus malu punya cucu stunting. Tidak ada kebanggaan dalam membayar belis mahal, lalu melihat cucu tumbuh bodoh, pendek, dan sakit-sakitan. Semoga ada kesadaran kolektif untuk menempatkan kehidupan di atas kemewahan simbolik, agar adat tetap hidup tanpa mengorbankan masa depan.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI