REFLEKSI MINGGU SENGSARA III: "MEMANDANG DIA YANG TERTIKAM"
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Merayakan Minggu Sengsara bukan sekadar mengenang kisah historis tentang penyaliban Yesus, tetapi juga momen refleksi bagi setiap orang percaya untuk merenungkan kasih dan pengorbanan-Nya. Memasuki perayaan Minggu Sengsara III, gereja diajak untuk semakin mendalami makna penderitaan Kristus yang mencapai puncaknya di kayu salib. Â Dalam perenungan kali ini, kita diajak untuk "memandang Dia yang tertikam" sebagaimana dinubuatkan dalam Zakharia 12:10-14 dan digenapi dalam Yohanes 19:37. Dengan menatap salib Kristus, kita diingatkan akan harga yang telah dibayar untuk keselamatan kita serta dipanggil untuk menanggapi kasih-Nya dengan iman, pertobatan, dan kehidupan yang berkenan kepada-Nya.
Makna tema "Memandang Dia yang Tertikam" bukan sekadar tindakan melihat secara fisik, tetapi sebuah sikap batin yang mendalam dalam memahami penderitaan dan pengorbanan Kristus. Allah berjanji akan mencurahkan roh belas kasihan dan permohonan kepada umat-Nya, sehingga mereka akan meratap atas Dia yang telah mereka tikam. Ratapan ini bukan sekadar kesedihan emosional, tetapi suatu bentuk pertobatan yang lahir dari kesadaran akan dosa dan kebutuhan akan anugerah Tuhan. Nubuat ini kemudian tergenapi, ketika Yesus yang disalibkan benar-benar ditikam oleh seorang prajurit, dan peristiwa itu menjadi tanda nyata kasih Allah bagi dunia.
Memandang Kristus yang tertikam berarti menyadari bahwa penderitaan-Nya bukan tanpa tujuan, melainkan demi penebusan manusia dari dosa. Salib menjadi bukti nyata bagaimana kasih Allah dinyatakan, tidak hanya dalam bentuk belas kasihan, tetapi juga dalam keadilan-Nya yang menuntut pengorbanan sempurna untuk menebus dunia. Ketika kita merenungkan penderitaan Yesus, kita dipanggil untuk mengalami transformasi hati, yakni berpaling dari dosa, hidup dalam kasih, dan meneladani pengorbanan-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam ratapan atas Sang Juruselamat, ada harapan, karena melalui luka-luka-Nya kita disembuhkan dan diberikan kehidupan yang baru. Oleh karena itu, memandang Yesus yang tertikam bukan hanya sekadar mengenang penderitaan-Nya, tetapi juga menjadi titik balik bagi iman kita untuk semakin bertumbuh dalam kasih dan ketaatan kepada-Nya.
Sebagai umat percaya, respons iman terhadap Kristus yang tertikam haruslah lebih dari sekadar perasaan iba atau simpati terhadap penderitaan-Nya. Hal itu harus menjadi suatu perubahan nyata dalam cara kita hidup dan beriman. Ketika kita benar-benar "memandang" Yesus yang tertikam, kita menyadari bahwa dosa kitalah yang membawa-Nya ke kayu salib, dan dari kesadaran itu lahir pertobatan yang sejati. Sebagaimana dinubuatkan dalam Zakharia 12:10-14, umat Allah akan meratap dengan penuh penyesalan atas Dia yang telah mereka tikam, bukan hanya sebagai ekspresi kesedihan, tetapi sebagai bentuk pertaubatan yang mendalam.
Ratapan ini mencerminkan kesadaran bahwa keselamatan tidak mungkin diraih dengan usaha manusia sendiri, melainkan hanya melalui kasih karunia yang telah dinyatakan dalam Kristus. Oleh karena itu, melihat kepada Yesus yang tertikam menuntut kita untuk meninggalkan kehidupan lama yang penuh dosa dan beralih kepada hidup yang diperbaharui oleh anugerah-Nya.
Selain pertobatan, respons iman juga mencakup panggilan untuk hidup dalam kasih dan belas kasihan. Kristus yang rela ditikam demi menebus manusia mengajarkan bahwa kasih sejati adalah kasih yang berkorban, bukan sekadar kata-kata, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata. Sebagai pengikut-Nya, kita dipanggil untuk mengasihi sesama dengan ketulusan, mengampuni mereka yang bersalah kepada kita, serta membawa penghiburan bagi mereka yang menderita.
Lebih dari itu, memandang Kristus yang tertikam juga menginspirasi kita untuk hidup dalam ketaatan kepada kehendak-Nya. Yesus, dalam ketaatan-Nya kepada Bapa, menanggung penderitaan yang begitu berat hingga wafat di kayu salib. Hal ini mengajarkan bahwa kehidupan iman bukanlah jalan yang selalu mudah, tetapi menuntut komitmen untuk tetap setia bahkan dalam kesulitan dan penderitaan. Dalam kehidupan sehari-hari, tantangan dan pergumulan mungkin hadir, tetapi salib Kristus mengingatkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan membawa kepada kemenangan sejati. Â
Merenungkan kembali makna salib dalam kehidupan pribadi, mengingatkan kita akan panggilan untuk hidup dalam pertobatan, kesetiaan, dan kasih yang berkorban, sebagaimana Kristus telah menyerahkan diri-Nya bagi keselamatan kita. Kasih sejati yang ditunjukkan-Nya bukan hanya dinyatakan dalam kata-kata, tetapi dalam tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian terhadap sesama.
Selamat merayakan Minggu Sengsara III, kita diajak untuk merenungkan penderitaan Kristus sebagai wujud kasih-Nya yang tak terbatas. Oleh karena itu, respons iman terhadap Kristus yang tertikam haruslah melahirkan semangat untuk hidup dalam kekudusan, menjauhi dosa, serta menjalani kehidupan yang memuliakan Tuhan di setiap aspek kehidupan kita. Dengan memandang Dia yang tertikam, kita dikuatkan untuk semakin setia dalam iman dan terus berjalan dalam terang kasih-Nya.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI