Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menelusuri Riak-Riak Emosi Publik Terhadap Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

18 Februari 2024   05:23 Diperbarui: 18 Februari 2024   06:21 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu tipe orientasi yang relevan adalah orientasi afektif, yang menyatakan bahwa perasaan atau pandangan atas sistem politik, kontribusinya, para tokoh dan penampilannya. Emosi memainkan peran penting dalam membentuk sikap politik dan perilaku pemilih. Memahami pandangan ini bahwa emosi seperti kepuasan, ketakutan, atau marah dapat mempengaruhi persepsi terhadap pemerintah, partai politik, atau kandidat, serta memengaruhi keputusan pemilih dalam memilih calon pemimpin. 

Oleh karena itu, memahami teori emosi dalam konteks politik menjadi penting dalam menganalisis dinamika politik, termasuk dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi respons emosional terhadap dugaan kecurangan dalam pemilu 2024.

Gambaran umum riak-riak emosi terhadap dugaan kecurangan pemilu 2024 mencerminkan kompleksitas dan intensitas perasaan yang meliputi masyarakat. Kemarahan menjadi salah satu emosi yang mendominasi, terutama di kalangan pemilih yang merasa keberatan dengan proses pemilu yang mereka anggap tidak adil. 

Emosi ini sering kali dipicu oleh perasaan penyalahgunaan kepercayaan dan keadilan, yang dapat menimbulkan gelombang protes dan tindakan-tindakan politik di masyarakat. Selain itu, perasaan kekecewaan dan ketidakpercayaan juga tersebar luas, terutama di antara mereka yang memandang pemilu sebagai fondasi demokrasi yang rapuh dan terancam oleh praktek kecurangan masif.

Perbedaan emosi dan sikap dapat terjadi berdasarkan berbagai faktor, termasuk pendidikan, status sosial-ekonomi, dan orientasi politik. Misalnya, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mungkin cenderung lebih kritis terhadap proses pemilu dan lebih mampu mengartikulasikan emosi mereka secara konstruktif, sementara individu dengan akses terbatas terhadap informasi mungkin mengalami kebingungan dan ketakutan yang lebih besar. 

Selain itu, perbedaan politik dan ideologis dapat memperkuat atau meredam riak-riak emosi, dengan kelompok yang memiliki pandangan politik yang serupa cenderung bersatu dalam respons emosional mereka, sementara polarisasi politik dapat menghasilkan reaksi emosional yang lebih ekstrem dan beragam di antara berbagai kelompok masyarakat.

Analisisa terhadap riak-riak emosi dugaan kecurangan dalam pemilu 2024 meliputi berbagai nuansa mulai dari kemarahan yang mendalam hingga kekecewaan yang meluas, ditambah dengan ketidakpercayaan dan ketakutan terhadap integritas proses demokrasi. Kemarahan mungkin merupakan salah satu reaksi yang paling mencolok, terutama dari mereka yang merasa bahwa hak suara mereka telah diabaikan atau dimanipulasi. 

Selain itu, rasa kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemilu dan proses demokrasi secara keseluruhan juga dapat menyebabkan perasaan frustrasi dan putus asa dalam masyarakat. 

Di sisi lain, terdapat pula perasaan ketakutan akan potensi konsekuensi dari kecurangan tersebut, termasuk ancaman terhadap stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi. Begitu juga, perbedaan pendapat politik dapat memperkuat riak-riak emosi, dengan pendukung kubu yang merasa "kalah" cenderung mengalami emosi negatif yang lebih kuat daripada pendukung pemenang.

Untuk merespons tantangan ini, ada beberapa saran yang dapat dipertimbangkan. Pertama, pendekatan yang inklusif dan berbasis bukti dalam mengelola dugaan kecurangan pemilu perlu diterapkan untuk membangun kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi proses politik. Keterbukaan dan transparansi dalam lembaga pemilu serta penanganan kasus dugaan kecurangan akan membantu meredam ketegangan emosional di masyarakat. 

Kedua, perlu dilakukan upaya dalam meningkatkan literasi politik masyarakat agar mereka dapat memahami proses pemilu dan mekanisme penanganan dugaan kecurangan dengan lebih baik. Pendidikan politik yang berkualitas dapat membantu masyarakat untuk lebih kritis dan objektif dalam mengevaluasi informasi politik yang diterima, serta memperkuat keberlanjutan demokrasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun