Mohon tunggu...
Salman Faridi
Salman Faridi Mohon Tunggu... -

saya senang membaca dan berjalan-jalan. bercita-cita menjadi fabriekk gagasan. Berkreasi di penerbit Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mimpi Indonesia Sejahtera

23 November 2012   00:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:49 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang pria tengah baya berdiri di ketinggian 6000 meter di atas permukaan laut. Di bawah kakinya jalan berkelok dan curam dipenuhi iring-iringan truk luar biasa besar membawa timbunan material yang mengandung emas. Inilah kawasan penambangan emas FreeportIndonesia di Papua. Tanah yang menjanjikan kemakmuran, namun hanya membawa kutukan bagi suku aslinya.
Pria itu menatap kamera. Dengan suara parau dia berkata, "ini tempat kerja papa," kamera kembali bergerak mengambil gambar punggung Cartenz, sementara di sampingnya, lubang mahamenganga terjulur dalam menyisakan lajur-lajur jalan untuk aktivitas tambang. "Baik-baik sekolah ya. Papa sayang kalian.".

Video ini adalah cuplikan kisah dokumentasi berjudul Alkinemokiye karya Dandhy Laksono, tentang pemogokan karyawan Freeport setahun silam yang melibatkan ribuan karyawan. Pemogokan yang dimulai dengan cara damai ini akhirnya menjadi keruh dengan kematian beberapa karyawan dan penduduk sipil. Padahal impian buruh di manapun sama. Hidupsejahtera. Sayangnya, di Freeport, mimpisejahtera dibalas moncong senjata berpeluru tajam.

Sementara itu, tidak jauh dari tempat saya bekerja, di ibu kota saat ini juga sedang terjadi adu tarik kepentingan antara buruh atau pekerja dan pengusaha. Hitung-hitungan upah minimum saling tarik ulur. Karyawan tentu ingin hidup cukup kalau bisa sejahtera untuk anak istrinya supaya bisa melakukan mobilitas sosial, sementara pengusaha
berusaha memaksimalkan marjin keuntungan. Masing-masing bertahan sama kuat.

Harus diakui dalam usia republik yang belum terlalu lama ini, Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah. Dalam istilah Anies Baswedan, masih banyak janji yang belum dilunasi kepada bangsa ini. Pekerjaan teramat besar yang tidak akan bisa dilakukan negara tanpa partisipasi warga negara. Karena janji ini pulalah muncul gerakan
Indonesia Mengajar.

Penamaan gerakan, kata Anies, menjadi penting dan bertenaga karena sifatnya yang melibatkan warga negara alih-alih menempatkan sebuah kegiatan sebagai program seperti yang dijalankan pemerintah selama ini. Sebagai gerakan, warga merasa dilibatkan dan berperan sama besarnya dengan pelaksana teknis di badan pemerintahan. Kemerdekaan indonesia, contohnya, hanya mungkin karena ada gerakan seluruh komponen bangsa untuk melepaskan diri dari penjajahan. Ideologi gerakan inilah yang sekarang giat dikampanyekan Anies melalui Indonesia Mengajar.

Ketiga kisah yang terpisah-pisah ini sebetulnya menunjukkan betapa besarnya keinginan agar bangsa indonesia ini hidup sejahtera. Buruh, pegawai kantor, guru, tenaga outsourcing, karyawan berjuang melalui upah, remunerasi, gaji, take home pay yang layak, pengusaha berjuang membuka pasar, memaksimalkan produksi dan mendapatkan imbal balik yang memadai. Sama halnya, pemerintah juga (seharusnya) berjuang demi rakyat. Saya dan Anda juga punya cara berjuang yang berbeda.

Ben Anderson, seorang Indonesianis, pernah melontarkan suatu teori terbentuknya gagasan tentang nation yang simpulnya teramat rapuh. Gagasan bangsa itu diibaratkan sebuah komunitas yang terbayangkan saja, yang bayangannya dihimpun oleh penyebarluasan bacaan atau buku, alih-alih oleh satu simpul ikatan yang kuat tentang membela tanah air tumpah darah.  Saat kesejahteraan tak kunjung tiba, pendidikan berkualitas yang kian susah diakses oleh masyarakat kebanyakan, saya khawatir kita tidak lagi merasa terikat oleh simpul kebangsaan ini.  Masak kita harus berbondong-bondong hijrah ke negeri tetangga?

*tulisan ini pertama kali dimuat di www.mizan.com*

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun