Mohon tunggu...
Salman Alfarizhi
Salman Alfarizhi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswa jurusan Informatika yang gemar berbincang masalah teknologi,seni dan transformasi digital.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Komputasi Kuantum: Paradoks Pedang Bermata Dua bagi Peradaban Digital

13 Juli 2025   09:00 Diperbarui: 13 Juli 2025   08:48 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
A close-up of a human eye with glowing quantum particles in the iris (Sumber: AI-generated via ImageFx oleh penulis) 

Namun pada 1994, seorang matematikawan bernama Peter Shor menciptakan algoritma yang bisa "membobol" sistem ini---dengan bantuan komputer kuantum. Namanya Shor's Algorithm. Kalau suatu saat nanti komputer kuantum yang cukup stabil berhasil dibangun, algoritma ini bisa menghancurkan sistem enkripsi yang selama ini dianggap aman.

Dan ini bukan sekadar ancaman teoretis. Secara matematis, kita sudah tahu pasti bahwa komputer kuantum akan mampu memecahkan enkripsi konvensional---tinggal tunggu perangkat kerasnya menyusul. Lebih menakutkan lagi, ada skenario "panen sekarang, dekripsi nanti". Artinya, data sensitif bisa dicuri hari ini, disimpan, lalu didekripsi nanti ketika komputer kuantum sudah matang. Efeknya bisa merusak kepercayaan jangka panjang terhadap keamanan data digital.

Kriptografi Pasca-Kuantum: Benteng Pertahanan Masa Depan

Untungnya, para pakar keamanan siber tidak tinggal diam. Seluruh komunitas kriptografi dunia kini sedang sibuk membangun sistem baru yang tahan terhadap ancaman kuantum. Inilah yang disebut kriptografi pasca-kuantum (Post-Quantum Cryptography atau PQC).

Tujuan utamanya sederhana yaitu menciptakan algoritma yang tetap sulit dipecahkan, bahkan oleh komputer kuantum. Beberapa pendekatan yang menjanjikan di antaranya:

1. Kriptografi berbasis kisi (lattice-based cryptography): Mengandalkan kerumitan menemukan titik tertentu di dalam kisi multidimensi. Ini adalah kandidat paling menjanjikan sejauh ini.

2. Kriptografi berbasis kode (code-based cryptography): Menggunakan prinsip dari teori kode koreksi kesalahan, mirip seperti sistem yang melindungi data di CD atau jaringan Wi-Fi.

3. Kriptografi berbasis hash (hash-based cryptography): Bergantung pada kekuatan fungsi hash---yang sudah lama dikenal aman---meski tandatangannya cenderung berukuran besar.

4. Kriptografi multivariat (multivariate cryptography): Berbasis pada kesulitan memecahkan sistem persamaan polinomial yang kompleks.

Lembaga seperti NIST (National Institute of Standards and Technology) di AS sudah memimpin proses seleksi dan standarisasi algoritma PQC. Setelah bertahun-tahun evaluasi ketat, beberapa algoritma sudah terpilih sebagai standar baru yang tahan terhadap serangan kuantum. Namun, transisi ke PQC bukanlah pekerjaan kecil---ini adalah tantangan global. Butuh pembaruan besar-besaran pada software, hardware, bahkan protokol internet yang kita gunakan sehari-hari.

Menyikapi Dua Sisi Komputasi Kuantum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun