Kerusakan Lingkungan: Antara Fenomena Alam dan Tanggung Jawab Manusia
Dalam beberapa dekade terakhir, intensitas bencana alam semakin meningkat mulai dari banjir, tanah longsor, hingga gelombang panas yang melampaui ambang normal. Perubahan ini tidak hanya terjadi secara lokal, melainkan telah menjadi persoalan global. Namun demikian, muncul pertanyaan reflektif yang layak diajukan: Apakah bencana-bencana ini murni fenomena alam, atau justru konsekuensi dari aktivitas manusia itu sendiri?
Perspektif Al-Qur'an terhadap Alam dan Kerusakannya
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya membahas persoalan ibadah ritual, tetapi juga memuat prinsip-prinsip etika ekologis. Dalam QS Ar-Rum: 41, Allah SWT berfirman: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan memiliki korelasi langsung dengan ulah manusia. Al-Qur'an mengingatkan bahwa manusia diberi amanah sebagai khalifah (pemimpin) di bumi, yang bertugas menjaga keseimbangan ekosistem dan tidak melakukan tindakan yang merusak. Sebagaimana ditegaskan oleh Nurrohim (2020), "Penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an mengenai lingkungan menegaskan bahwa manusia memiliki peran sebagai khalifah di bumi, yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kerusakan alam."
Tafsir Kontemporer terhadap Ayat-Ayat Lingkungan
Perkembangan tafsir Al-Qur'an di era modern menunjukkan kecenderungan untuk mengaitkan ayat-ayat ekologis dengan konteks kekinian. Tafsir tidak lagi hanya dipahami secara tekstual dan ritualistik semata, melainkan dikaitkan dengan persoalan nyata seperti krisis iklim dan keberlanjutan lingkungan. Menurut Riza Aditya (n.d.), "Penafsiran tradisional seringkali terfokus pada aspek teologis dan ritualistik, sementara tafsir kontemporer berusaha menghubungkan teks-teks Al-Qur'an dengan isu-isu aktual seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan keberlanjutan sumber daya alam."
Pendekatan ini dapat ditemukan dalam karya para mufasir modern. Misalnya, Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar mengaitkan kerusakan alam dengan penyimpangan manusia dari nilai-nilai moral dan spiritual. Wahbah al-Zuhaili menegaskan pentingnya memaknai ayat-ayat alam sebagai etika perlindungan terhadap ciptaan Allah. Nurrahman (2022) menyatakan bahwa "Tafsir al-Qur'an mengenai kerusakan alam tidak hanya menegaskan akibat perbuatan manusia, tetapi juga sebagai peringatan agar manusia menjaga amanah sebagai khalifah."
Demikian pula, Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa "Al-Qur'an merupakan panduan praktis untuk hidup harmonis dengan alam, sehingga prinsip pelestarian lingkungan menjadi bagian esensial dari pesan keislaman" (Zakiyuddin, 2024).
Tantangan Gaya Hidup Modern dan Relevansi Islam