Kebakaran hutan terjadi lagi di tanah air. Kejadian yang sudah menjadi agenda rutin tahunan, sepertinya tidak pernah menemui jalan keluar untuk menyudahinya.Â
Mulai dari waktu saya lahir (jaman Soeharto) sampai pemerintahan Jokowi saat ini, 'warisan' asap ini selalu diteruskan. Kerugian, baik material & non material, sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.Â
Titik-titik api yang akhirnya menjadi malapetaka ini, sebenarnya mulai dipantau Mei lalu. Kala itu jumlahnya diberbagai wilayah Kalimantan & Jambi masih dibawah 20. Jumlah yang belum banyak ini, jika cepat & efektif ditangani tidak akan menjalar lebih luas lagi.Â
Bahkan masih bisa lebih cepat dipadamkan sebelum berubah menjadi kobaran api & menyebarkan kabut asap yang melumpuhkan semua sektor ekonomi & kegiatan lainnya di daerah-daerah sekitarnya.
Penutupan beberapa bandara, peliburan sekolah-sekolah, banyaknya jumlah penderita saluran pernapasan akut, anjloknya kunjungan wisatawan dan lain sebagainya, sepertinya jadi berita langganan dari kabut asap ketika tiba musim kemarau yang panjang.Â
Karena merasa 'sulit' memecahkan masalah ini, sebab banyak yang bermain di dalamnya, makanya dibiarkan aja terus berjalan.Â
Yang sering dikambinghitamkan justru si El Nino. (Paling gampang menyalahkan alam, karena nggak ada komen balasan). Negara-negara tetangga yang berkoar-koar sebab kecipratan kabut asap juga nggak didengar.
Beberapa bulan lalu saya & suami menonton ulang tayangan tentang kehidupan orang utan Sumatra yang diproduksi salah satu stasiun TV Jerman yang diliput oleh jurnalis terkenal Ranga Yogeswahr.Â
Dengan dibantu seorang penterjemah (orang Indonesia) yang lancar berbahasa Jerman, dimulailah perjalanan kedua orang ini menyusuri hutan Sumatra menuju tempat rehabilitasi orang utan. Sebelum sampai ke tema pokoknya (orang utan), ditunjukkanlah keadaan hutan di tanah air yang keadaannya sangat mengenaskan. Gundul & rusak total.Â
Pembakaran hutan seluas 150 kali lapangan sepak bola terjadi setiap jam, siang & malam hari, tanpa berhenti dari bulan ke bulan. Semua itu hanya untuk perluasan kebun sawit. Dan pelakunya, tentu saja manusia, bukan si El Nino!