Mohon tunggu...
Muhammad Saleh
Muhammad Saleh Mohon Tunggu... Dosen - mengajar penting tetapi lebih penting belajar

konten yang bermanfaat di tengah orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pendek Akal

1 Desember 2015   07:46 Diperbarui: 1 Desember 2015   07:56 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat menonton berita di salah satu televisi swasta pagi tadi (1/12/2015) yang memberitakan tentang tabrakan maut mobil mewah, ada satu kalimat yang diungkapkan penyiar, yaitu “Pendek akal”. Kalimat ini mewakili peristiwa di mana pengemudi hanya karena ‘gengsi’ melakukan balap liar dengan penantangnya yang juga menggunakan mobil mewah, karena tidak mampu mengendalikan kendaraan akhirnya terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa orang tak berdosa.

Mengamati penempatan kalimat “Pendek akal” tersebut, maka dapat dimaknai bahwa seeorang boleh jadi dalam melakukan suatu kegiatan tidak melakukan proses berpikir yang matang, sehingga kegiatan tersebut bisa berakibat fatal dampaknya. Pada kebanyakannya manusia dalam melakukan tindakan dibarengi dengan “Pendek akal”.

Pendek akal mungkin saja menghasilkan sesuatu yang berdampak baik pada diri seseorang, tetapi apa yang diraihnya hanya sesaat. Misalnya, karena banyaknya masalah yang dihadapi untuk menenangkan pikiran, maka ia mengkonsumsi minuman keras sampai mabuk, dan kalau sudah mabuk hilang semua permasalahan tetapi yang jadi masalah setelah reaksi minuman keras tadi sudah tidak ada lagi, maka masalahnya bukannya berkurang, tetapi bertambah. Pendek akal merupakan sikap manusia yang mementingkan ego untuk meraih prestise, kebutuhan hidup tanpa dibarengi kerja keras, usaha yang maksimal, dengan sikap ini manusia akan menjadi lemah.

Pendek akal ini juga yang menyebabkan manusia selalu ingin mengambil jalan pintas, berpikir bahwa kalau ada jalan untuk “mempermudah” kenapa harus “dipersulit”. Misalnya untuk mengurus sesuatu digunakan calo, dilakukan sogok menyogok, karena sikap ini bisa memperlancar urusan hingga cepat selesai. Ingin memperoleh ijazah, tetapi tidak mau repot-repot untuk melakukan proses kuliah dengan ‘pendek akal’ masuk jalur tol dengan membayar puluhan juta rupiah bisa dapat ijazah yang diinginkan walau ijazahnya “Aspal”.

Pada saat mengurus sesuatu dengan pensyaratan yang begitu ketat dan memiliki Standart Operational Procedur (SOP) dianggap lama dan menyulitkan, padahal tidak dipahami bahwa walaupun sedikit “rumit” tetapi tidak menimbulkan rasa khawatir. Misalnya: berkeinginan untuk memperoleh ijazah S1, maka harus berusaha mencari perguruan tinggi yang memiliki akreditasi seperti STAIN Parepare dengan akreditasi B, karena salah satu jaminan perguruan tinggi yang tidak abal-abal memiliki akreditasi, dan bersiap untuk kuliah lebih kurang 3 setengah tahun.

Olehnya itu untuk mendapat hasil maksimal janganlah ber-PENDEK AKAL.

#goresantanpamakna#

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun