Mohon tunggu...
Salim Rahmatullah
Salim Rahmatullah Mohon Tunggu... Freelancer - Scholarship Hunter

Scholarship Hunter I Soc-Environment Campaigner I HIMMAH NW I Blogger I Traveller and so on.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyongsong Generasi Hijau untuk Lingkungan Lebih Baik

27 Oktober 2019   07:10 Diperbarui: 27 Oktober 2019   07:19 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Salim Rahmatullah

Beberapa bulan yang lalu, publik tanah air dikejutkan oleh penemuan seekor ikan paus yang terdampar dan mati, di salah satu pantai, Wakatobi. Kematian paus ini terbilang miris, karena ternyata ada sekitar 5,9 kg sampah plastik ditemukan dalam perutnya.  

Belum lama ini, publik tersentak oleh kebakaran lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. Pasalnya, asap kebakaran hutan itu tidak hanya menyiksa masyarakat dan warga Negara tetangga, tetapi berbagai entitas di dalamnya.

Baru- baru ini, pemberitaan di media menunjukkan beberapa gunung di Indonesia terbakar, Gunung Rinjani  dan Tambora di Nusa Tenggara Barat dan beberapa gunung lainnya.

Paling hangat, kondisi panas yang banyak masyarakat alami saat- saat ini, lengkap dengan status para netizen di media sosial. Sadar tidak sadar, semua kejadian- kejadian di atas berawal dari kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan.

Penulis memberi judul tulisan ini dengan "Menyongsong Generasi Hijau Untuk Lingkungan Lebih Baik", satu- satunya judul yang terpikir dalam benak penulis, dalam rangka menggugah, bersama- sama menyadarkan para generasi muda untuk sadar dan peduli terhadap lingkungan. Generasi hijau sederhananya adalah para generasi muda yang memiliki spirit peduli terhadap bumi.

Beberapa hal yang akan penulis uraikan, pertama terkait dengan berbagai fenomena lingkungan saat ini dalam tatanan yang reflektif. Kedua, tilikan atas sebab- sebab yang melatarbelakangi fenomena- fenomena lingkungan. Ketiga, terkait bagaimana berkontribusi untuk menyelesaikan problematika lingkungan ini.

Mulai dari fenomena dan fakta lingkungan saat ini, sebagai kelanjutan fenomena dan fakta sekilas yang disebutkan pada paragraf awal.  Hal tambahan, seperti mencairnya es di kutub utara yang menaikkan volume air laut. Terjadinya banyak abrasi pantai. 

Berbagai kejadian- kejadian, dengan berdasarkan pengamatan dan pembacaan penulis yang merujuk pada tiga isu besar: sampah, kebakaran lahan, dan perubahan iklim. Ketiga isu ini saling berelasi dalam membentuk isu lingkungan.

Kemudian, menarik untuk dibahas penyebab dan berbagai hal yang melatarbelakangi  berbagai fenomena yang menyeruak ke publik. Pertama, prihal sampah.  Indonesia merupakah Negara penghasil sampah terbesar kedua di dunia, dengan 64 juta ton sampah plastik per tahun, dan 3,2 juta ton dibuang ke laut.  

Sementara, sampah plastik sendiri susah untuk terurai, butuh waktu yang sangat panjang. Ketika terurai pun tidak langsung menjadi organik, ia menjadi partikel- partikel kecil yang disebut dengan mikroplastik dan nanoplastik. Dilansir  dari mongabay.com,  yang merujuk LIPI, kandungan mikroplastik di perairan Indonesia sekitar 30- 960 partikel/ liter.  

Mikro dan nano plastik berbahaya jika dikonsumsi dan masuk pada tubuh ikan atau biota laut lainnya. Ikan- ikan yang sudah tercemar juga akan berbahaya bagi manusia yang mengonsumsinya sebagai sumber protein.

Masih dengan prihal sampah, penulis kutip dari cnnindonesia, bahwa Plastik yang dibakar akan menghasilkan polutan dalam bentuk bioksin yang bersifat karosigenik atau dapat memicu kanker.

Kedua, prihal lahan, utamanya lahan gambut. Dilansir dari mongabay, lahan gambut merupakan hasil pembusukan vegetasi selama ribuan tahun, ia berada di hutan kering dekat pesisir. Dimana terkandung di dalamnya jutaan ton karbon.

Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dipublikasi oleh kumparan, memiliki 40 juta hektar lahan gambut, dengan 50 persen lahan gambut dunia berada di Indonesia.  Terkonsentrasi di tiga pulau besar Indonesia: Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Lahan gambut memiliki manfaat yang sangat besar untuk lingkungan dan dunia. Manfaat- manfaatnya seperti: Lahan gambut dapat melindungi sumber air, Ia dapat mengatur dan menjaga stabilitas air tanah, menjaga struktur tanah dari kerusakan, menyimpan zat hara, dan mengurai zat pencemar.

Kerusakan lahan gambut hanya akan menghilangkan manfaat- manfaat di atas. Kandungan karbon yang dimiliki gambut akan terlepas dan akan membahayakan atmosfir, yang lagi- lagi berefek kepada perubahan iklim.

Ketiga, prihal perubahan iklim.  Salah satu penyebab perubahan iklim adalah pemanasan global, yakni meningkatnya suhu bumi yang ditenggarai oleh meningginya emisi karbondioksida dan gas- gas lainnya. Gas- gas ini menyelimuti bumi dan memerangkap panas, berakibat kepada berubahnya pola iklim bumi.  

Dikenal dengan gas rumah kaca; Gas rumah kaca disebabkan oleh pembakaran fosil, deforestasi, gas metan dari sampah,  penggunaan zat CFC untuk lemari es dan aerosol.

Aktifitas pertanian dan peternakan juga menyebabkan perubahan iklim, semisal sapi yang menghasilkan gas metan dari rerumputan yang dimakannya. Perubahan iklim inilah yang menyebabkan panas, dan berefek kepada  mencairnya es di kutub utara. Akibatnya permukaan air laut meninggi, dan banyak menyebabkan abrasi pantai.  

Musim panas berkepanjangan atau kemarau juga menyebabkan meningkatnya produktifitas bakteri , virus, jamur, yang bisa menyerang manusia,karena kelembaban udara di saat panas cukup tinggi.

Ketiga, masuk kepada bagian penting ketiga dari tulisan ini, menyangkut bagaimana menyelesaikan atau menghadapi problematika lingkungan ini.  
Menyelesaikan problematika lingkungan membutuhkan kontribusi semua pihak. Salah satunya  generasi muda untuk mengambil peran melalui kampanye- kampanye penyadaran umat. 

Terkait masalah sampah, penulis lansir dari cermati.com, ada beberapa cara untuk mengatasi atau paling minimal mengurangi efek dari sampah plastik. 

Yaitu, membawa tas belanja kemana- mana (totebag, ecobag), membawa kotak makan sendiri, menghindari penggunaan tisu basah, menggunakan produk yang dikemas dengan kaca atau karton, membawa Tumbler sendiri, tidak menggunakan sedotan plastik: bisa gunakan sedotan bambu, stainless, dan sebagainya yang tidak sekali pakai.

Selain hal di atas, sampah plastik dapat dikelola dan bermanfaat dengan mendaur ulang Sampah plastik menjadi  kursi, meja, pot, tembok (ecobrick), atau hiasan- hiasan yang terbuat dari plastik.

Selanjutnya, bagaimana mengatasi problematika lahan gambut, tidak lain bergandengan tangan dengan pemangku kebijakan untuk memberikan pengawasan ketat atas lahan gambut. Memberikan sanksi yang tegas bagi individu atau pun korporasi yang melakukan pembukaan lahan gambut dengan membakar lahan gambut. 

Melakukan reboisasi terhadap lahan gambut yang sudah terdegradasi, agar kembali menjadi lahan hijau. Kampanye dan sosialisasi untuk menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan gambut.

Kemudian, kaitanya dengan problematika perubahan iklim. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah tidak membakar sampah plastik yang bisa menyumbang karbon pada gas rumah kaca. Mengurangi bahkan tidak menggunakan alat- alat (AC, Kulkas, dsb) yang menghasilkan gas penguat efek gas rumah kaca. Beralih kepada penggunaan energi yang ramah lingkungan. 

Tidak menyisakan makananan, karena sisa makanan menghasilkan gas metan yang  menyongkong efek gas rumah kaca. Demikian benar dalil agama yang mengajak untuk tidak melakukan pemborosan atau pembubaziran.  

"innal mubazzirina kaanuu ikhwaan asysyayathiin wakaana asysyaithonu lirobbihi kafuuran...." Al- Isra ayat  27. Artinya, sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudaranya syaithan, dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. 

Pertanyaan, bahagiakah kita menjadi saudara- saudaranya syaithan?  tentu tidak. Untuk itu mari untuk tidak melakukan pemborosan, tidak menyisakan nikmat makanan yang sudah dianugerahkan kepada kita.

Hal penting untuk dilakukan yaitu menanam pepohonan di lingkungan sekitar untuk menekan  emisi. Bukankah, pepohonan bisa menyerap karbondioksida dan memproduksi oksigen. Suasana segar dan asri pun tercipta di lingkungan. Dalil agama juga menunjukkan bagaimana apapun hasil dari apa yang sudah ditanam, jika dimakan oleh hewan, manusia, dan lain- lain, menjadi sedekah bagi yang menanam.

"Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau menanam tetumbuhan. Kemudian burung, manusia, dan hewan ternak memakan buah- buahan dari pohon yang ditanam, kecuali hal tersebut terhitung sedekah baginya." HR. Imam Bukhari.

Dalam hadits yang lain, disebutkan Rasulullah bersabda, "Man kana lahu ardun, fal yazro`", barangsiapa yang memiliki tanah, maka tanamilah.

Terakhir, penulis ingin menutup tulisan ini dengan ayat al- Quran "wama arsalnaaka illa rahmatan lil `aalamiin" dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Inilah yang perlu kita teladani, dari diri Rasulullah saw. 

Kita perlu menjadi agen- agen penebar rahmat ke seluruh semesta. Kerahmatan yang ditebar, bukan sekedar bercinta- kasih sesama manusia, tetapi juga bercinta kasih kepada alam semesta. 

Karena alam itu berarti luas, apa saja yang selain Allah, maka itulah alam. Demikian, hewan, tumbuh- tumbuhan, planet, bumi tidak boleh lepas dari kerahmatan atau cinta kasih kita.

Cara cinta kasih manusia terhadap alam sangat sederhana, mulai dari diri sendiri dengan menjaga lingkungan dan kampanye lingkungan.

Rumah Perjuangan HIMMAH NW Jakarta, Gandul, 27/10/2019

*artikel ini penulis himpun dari berbagai sumber dan dipublikasi juga di blog sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun