Mohon tunggu...
Sakti Lazuardi
Sakti Lazuardi Mohon Tunggu... -

Sakti Lazuardi, S.H sekarang aktif menjadi Tenaga Ahli KP3EI Kementrian Koordinator Perekonomian dan Anggota Tim Mandiri UPRBN Kementrian PAN RB. Selain itu juga aktif dalam Grup Diskusi Makara Progresif dan Community Development Terminal Hujan Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rumah Susun: Kritik atas Keberpihakan Negara Terhadap Kepentingan Masyarakat Miskin

29 Maret 2012   10:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:18 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan dengan puluhan ribu pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke. Dengan kepadatan penduduk hampir mencapai 240 juta[2] orang maka Indonesia masuk dalam golongan Negara dengan kepadatan penduduk yang tinggi di dunia. Dengan luas wilayah Negara yang statis tetapi jumlah penduduk yang selalu bertambah tiap tahunnya maka tak pelak lagi masalah tempat tinggal yang layak dan ketersediaan makanan menjadi isu yang penting di bahas di beberapa tahun mendatang.

Dalam tulisan ini hanya akan coba dibahas isu terkait tempat tinggal yang layak, terutama kaitannya dengan Rumah Susun sebagai salah satu solusi dalam menyikapi keterbatasan tempat tinggal yang layak. Menurut UU Tentang Rumah Susun, yang dimaksud dengan Rumah Susun adalah

"Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah, terutama bentuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama." [3]

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dua unsure paling penting yang dimiliki Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang masing-masing dapat dimiliki dan dihuni secara terpisah. Dua unsur penting, karena kedua hal ini yang kemudian menggambarkan sifat solutif yang dimiliki oleh Rumah Susun. Dimana di tengah jumlah wilayah terbatas namun jumlah penduduk terus meningkat, maka membangun Rumah Susun sebagai hunian yang layak sekaligus hanya memerlukan lahan lebih sempit adalah solusi dibandingkan dengan membangun rumah konvensional. Hal ini secara langsung mampu menjawab permasalahan kekurangan lahan tempat tinggal yang layak tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pembangunan Rumah Susun tersebut, yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;

b. Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang.[4]

Dari pasal di atas terkait dengan tujuan pembangunan Rumah Susun maka keberpihakan kepada rakyat miskin[5] dan kelestarian Sumber Daya Alam menjadi dua isu penting yang dibahas disini. Dua hal di atas sudah benar menurut penulis, karena memang Negara haruslah mempunyai keberpihakan. Dengan keberpihakan Negara berujung pada upaya mensejahterakan golongan yang memang masih memerlukan pertolongan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, maka ia telah sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertera di dalam UUD 1945 (Perubahan) Pasal 34 ayat (1)[6] dan ayat (3)[7]

.

Lanjut kemudian, Francis Fukuyama di dalam bukunya yang berjudul Memperkuat Negara : Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad ke 21 pernah mengatakan pentingnya untuk memperkuat Negara dengan cara mengefektifkan kemampuan Negara untuk merencanakan dan menjalankan berbagai kebijakan dan memberlakukan undang-undang secara bersih dan transparan.[8] Hal ini mengapa penting, karena dibuktikan dengan baik bahwa makin kuat suatu Negara maka tingkat kemajuan yang diperoleh akan semakin baik, hal ini sesuai dengan yang terjadi di Negara-negara di Asia Timur.[9] Sehingga tidak pelak lagi kemudian jika keharusan untuk menyediakan "jatah" untuk rakyat miskin yang tidak mampu memperoleh tempat tinggal yang layak adalah sebuah keharusan bagi sebuah Pemerintah selaku perwakilan dari eksekutif Negara.

Hanya saja hal-hal di atas akan berjalan dengan sulit. Wacana untuk mengutamakan masyarakat miskin Indonesia yang merupakan mayoritas pemilik dari Negara ini sangat sulit untuk direalisasikan. Hal ini dikarenakan adanya pertentangan di dalam pemerintah itu sendiri, logika bernegara yang dibangun tidak selamanya polos. Kurangnya keberpihakan pemerintah kepada masyarakat miskin bisa jadi karena di internal pemerintah juga bertarung kepentingan-kepentingan yang memang bertentangan dengan kepentingan masyarakat miskin. Eksesnya adalah lahirnya produk-produk kebijakan yang memang tidak pro poor, dan lebih mengutamakan kepentingan pemilik modal.[10]

Pada faktanya memang lebih banyak apartemen mewah yang terbangun di bandingkan dengan Rumah Susun yang diperuntukkan untuk masyarakat menengah kebawah. Ini secara langsung telah menentang tujuan dibentuknya UU Tentang Rumah Susun itu sendiri, dimana UU ini merupakan basis legal formal guna menyediakan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat menengah ke bawah dimana yang menurut Bank Dunia pada tahun 2006 adalah berkisar 49% sedangkan menurut BPS berkisar di 17,76 %.[11] Sudah seharusnya pemerintah sebagai nahkoda negeri ini mulai untuk mengalihkan keberpihakannya kepada rakyat miskin, karena memang hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab Negara. Hal ini sesuai dengan konsep Negara Integralistik yang di utarakan Soepomo, bahwa Negara tidak boleh berpihak pada kelompok terkuat atau mayoritas guna menindas kelompok yang lemah atau minoritas, apalagi hanya membela kepentingan segelintir individu. Tidak boleh ada diskriminasi dalam bentuk apapun dalam kehidupan bernegara.[12]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun