Mohon tunggu...
saikhunal azhar
saikhunal azhar Mohon Tunggu... Penulis - lets's easy going

Menulis untuk merekam peristiwa dan berbagi untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilematika BUMDes: Harapan dan Tantangan

3 Agustus 2022   08:54 Diperbarui: 3 Agustus 2022   09:28 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Saikhunal Azhar

Badan usaha milik desa (Bumdes) merupakan salah satu lembaga yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak perekonomian di desa, minimal bisa menjadi penopang Pendapatan Asli Desa (PADes).

Pedoman dalam pembentukan dan pengelolaan BUMDes  mengacu pada Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2021, Badan Usaha Milik Desa memiliki fungsi antara lain sebagai berikut: 1) melakukan kegiatan usaha ekonomi melalui pengelolaan usaha, serta pengembangan investasi dan produktivitas perekonomian, dan potensi desa; 2) melakukan kegiatan pelayanan umum melalui penyediaan barang dan/atau jasa serta pemenuhan kebutuhan umum masyarakat desa, dan mengelola lumbung pangan desa; 3) memperoleh keuntungan atau laba bersih bagi peningkatan pendapatan asli desa serta mengembangkan sebesar-besarnya manfaat atas sumber daya ekonomi masyarakat desa.

Dengan kewenangan yang diberikan tersebut, BUMDes memiliki misi besar dalam menggerakkan ekonomi desa. Padanya digantungkan sebuah harapan besar. Oleh karenanya, pemerintah melalui Kementerian desa setiap tahun juga telah memberikan dukungan kebijakan dalam bentuk prioritas penggunaan dana desa untuk pengembangan BUMDes. 

Tenaga pendamping profesional (TPP) selaku kepanjangan tangan dari Kemendes PDTT juga didorong untuk terus bergerak memberikan pendampingan dan fasilitasi kepada BUMDes. Baik yang bersifat peningkatan kapasitas pengurus maupun pendampingan teknis pengelolaan unit usaha.

Namun demikian, berbagai upaya yang telah dilakukan tersebut rupanya belum berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh saat ini. Masih banyak BUMDes yang masuk dalam kategori zona merah atau kuning alias mati suri. Hal tersebut terjadi karena banyaknya permasalahan yang melilit BUMDes.

Pertama, berkaitan dengan masalah SDM. Mulai dari  persoalan kapasitas manajerial, kemudian masalah  komitmen dan  motivasi yang rendah. SDM yang memiliki kapasitas unggul di bidang manajerial, berkomitmen dan memiliki motivasi yang bagus menjadi syarat utama supaya BUMDes bisa berjalan dengan baik.

Persoalannya adalah  sangat sulit bagi desa untuk mendapatkan pengelola BUMDes dengan kualifikasi ideal seperti itu, memiliki kapasitas manajerial, komitmen dan punya motivasi bagus. Bukan berarti di desa tidak ada SDM yang berkualifikasi tersebut. Akan tetapi persoalannya adalah orang yang berkualifikasi unggul tersebut umumnya telah memiliki pekerjaan tetap di tempat lain.

Kalaupun  diminta untuk mengelola BUMDes maka itu hanya sebatas sambilan saja. Artinya konsentrasi dan fokus kinerja tidak sepenuhnya berada di BUMDes, meskipun status mereka sebagai pengelola. Sementara BUMDes yang baru merintis tentu saja tidak mampu mengambil tenaga profesional secara penuh karena persoalan anggaran. 

Akibatnya, BUMDes dikelola secara asal dengan SDM apa adanya. Lebih parahnya lagi, mereka juga tidak memiliki komitmen dan tidak memiliki motivasi yang bagus untuk mengembangkan BUMDes. Karena merasa tidak ada ikatan secara profesional. Sederhananya, mereka tidak begitu ambil pusing kalau pun BUMDes yang dikelola tidak berjalan dengan baik, atau bahkan collaps. Inilah sebenarnya biang persoalan yang menimpa BUMDes secara umum.

Kondisi tersebut akan semakin parah lagi kalau terjadi  konflik internal antara pengurus BUMDes dengan Pemerintah Desa. Sehingga memunculkan disharmonisasi. Kondisi ini tentu sangat mengganggu manajemen yang dijalankan oleh pengelola BUMDes. Apalagi jika dikaitkan dengan alokasi modal yang seharusnya diberikan oleh Pemdes kepada BUMDes. Dengan terjadinya disharmonisasi tersebut, secara otomatis akan berpengaruh terhadap kelancaran penyertaan modal yang diberikan.

Kedua, Soal kepercayaan atau trust. Hal ini menjadi fenomena nyata di beberapa BUMDes.  Kepala desa belum memberikan kepercayaan secara penuh kepada pengelola BUMDes. Sehingga pemerintah desa terkesan menghambat akses permodalan yang seharusnya diberikan kepada BUMDes melalui mekanisme penyertaan modal di APBDes. Kurangnya kepercayaan ini bisa jadi dipicu oleh kegagalan usaha yang pernah dikelola BUMDes, atau karena sebab lain. 

Akibatnya, BUMDes yang sudah dibentuk dibiarkan tidak berjalan dengan baik. Sementara kepala desa tidak memberikan perhatian yang baik terhadap keberadaan BUMDes. Alhasil BUMDes yang ada dibiarkan mangkrak dan tidak ada upaya untuk merevitalisasi atau menyegarkan kembali.

Ketiga, persoalan yang berkaitan dengan unit usaha. Pemilihan unit usaha yang dikelola BUMDes menjadi kunci keberhasilan usaha yang dijalankan. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kapasitas manajerial pengelola BUMDes. 

Persoalan yang terjadi di lapangan adalah, seringkali pemilihan unit usaha tidak didasarkan pada kajian kelayakan usaha yang dilakukan secara profesional. Pada umumnya pengelola BUMDes latah dalam memilih dan menjalankan unit usaha. 

Tidak didasari dengan kajian analisis usaha dan assesment pasar. Alih-alih mendatangkan keuntungan, pemilihan unit usaha yang salah hanya menggiring BUMDes pada kerugian dan kebangkrutan.

Keempat, perilaku koruptif. Tidak bisa dipungkiri bahwa moral hazard semacam perilaku koruptif masih terus ada di berbagai sistem. Salah satunya pada pemerintahan desa dan BUMDes. Berbagai modus dilakukan oleh sejumlah oknum untuk memperkaya diri dan golongannya. Adanya perilaku koruptif dalam pengelolaan BUMDes juga menjadi biang masalah yang serius. Apapun usaha yang dilakukan hanya sebatas alibi untuk mencapai tujuan pribadi dan golongan.

Inilah beberapa catatan merah yang menjadi tantangan serius dalam membangun BUMDes. Diluar permasalahan tersebut tentunya masih terdapat banyak masalah jika dieksplorasi lebih dalam. BUMDes, dibalik harapan yang digantungkan, nyatanya masih menyisakan tantangan yang tidak ringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun