Mohon tunggu...
Saiful Rahman
Saiful Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Tinggal di Kabupaten Bondowosi, Jember dan Banyuwangi Jawa Timut

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Pendekar Tumpi pada Sogol

30 Maret 2019   03:50 Diperbarui: 30 Maret 2019   04:10 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hati Tumpi sudah lama tertambat pada Sogol. Sejak ia mengenal Sogol di perguruan Bopo Guru, Sogol yang ia kenal adalah sosok pemuda keras pendirian, rajin belajar ilmu kanuragan, dan suka menolong orang lemah. Sebenarnya diusianya yang menginjak 22 tahun ini, sudah banyak lamaran dari pria kaya yang ditolaknya. Ia hanya ingin mempersembahkan hatinya untuk Sogol Pendekar Sumur Gemuling seorang.

"Kang Mas! Sampek kapan awake dewe iki urip ngene?" Tanya Tumpi sambil menyandarkan kepalanya di bahu Sogol.
"Sampek Walondo nyengkreh teko tanah tigang juru, sampek gak onok maneh penduduk sing kelaparan ketok nang motoku, adikku Tumpi!" Jawab Sogol sambil membelai rambut Tumpi.

Mendengar jawaban Sogol, Tumpi terkesima sekaligus keputusasaannya semakin dalam. Kang Mas Sogolnya, masih belum berubah pendirian. Satu sisi, justru pedirian seperti itulah yang membuatnya jatuh hati, tapi disisi lain, ia setiap hari hanya ingin hidup berdua disampingnya Kakang Mas Sogol.
"Kang Mas, Mbok yo awak dewe orip normal ae. Koyok wong umume. Bopoku wis setuju. Bopo Guru yo mendukung. Awake dewe omah omah bareng, duwe anak, dadi wong tani. Eman Kang Mas, lahan sakmunu ombohe. Gak onok sing ngopeni. Mbok yo Ojok nemen nemen mikiri nasipe wong alit. Mikiri nasib awake dewe iku lebih penting Kang Mas?".
"Adikku Tumpi! Aku matur sembah nuwon, riko gak putos putos mulai jamane podo meguru, sampek sak mene lawase, welas asih riko nang kakang tetep gak luntur. Tapi aku jaluk tolong, kang mas sogolmu iki saiki lagi ruwet ngadepi Walondo."
Mendengar penjelasan Sogol yang masih kekeh dengan pendiriannya, Tumpi hanya terdiam. Ia beranjak dari sisi Sogol.
Rupanya harapan hidup berumah tangga dengan sogol hanya angan angan dia semata. Sudah bertahun tahun ia bersama Sogol, tetapi sampai saat ini, ia tak pernah memenangkan hati Sogol dari kecintaannya pada "tiang alit".
Lama ia tertunduk tanpa kata kata. Sepertinya ia mulai tak kuasa menahan linang air mata.
Tumpi lekas lekas meminum secangkir kopi, ia hendak mengalihkan air mata itu supaya tak tumpah dipipi dan terlihat oleh matanya Sogol. Namun akhirnya air mata itu menetes jua.
Melihat itu, Sogol mencoba menghiburnya. "Wis toh adikku Tumpi! Riko iki kudu percoyo karo dalane jodo. Dalan uripku saiki yo opo carane ngusir walondo teko tanah leluhur tigang juru iki"
Tumpi mendengar, tetapi ia hanya tertunduk. Air matanya tak mampu ia hentikan mengalir deras di Pipinya.
"Adiku Tumpi, Riko kan wis ngerti. Lek Sogol Pendekar Sumur Gemuling iki turunane kerajaan Sadeng. Jaman sak mono buyut-buyutku wis belo pati ngelawan Majapahit. Sampe jaman tekone walondo bopoku belo pati ngusir walondo teko wilayah Blambangan. Dadi wis takdirku, orip kanggo merjuangno bongso, timbang mentingno uripku dewe."
Tumpi tetap tak merespon ocehannya Sogol. Tumpi hanya menunduk sambil mengusap air matanya yang tak mau berhenti.
Tiba-tiba suasana syahdu dirumah Tumpi tersebut dikejutkan oleh suara teriakan seorang perempuan dari jauh. "Tumpi..! Tumpi! Onok upas! Onok upas!"
Rupanya suara itu datang dari seorang telik sandinya Tumpi yang mulai dari kemarin dipasang diperbatasan desa. Tumpi memasang teman-temannya disana untuk mengawasi antek-antek Mantri Polisi yang hendak memasuki ke wilayahnya.
Sogol dan Tumpi tersentak berdiri menyambut telik sandi yang bernama Tuminah.
"Wis toh, Kang Mas Sogol endang Blayu. Beno wis, aku mbek konco koncoku sing ngadepi coro corone walondo iku." Seru Tumpi.
"Iyo hayo Kang Sogol. Tak ke'i eroh dalane metu sing aman teko wilayah kene" Pinta Tuminah pada Sogol.
"Iki Picise, ambek jimat-jimate kang sogol wis tak dadikno siji. Riko gowoen lan endang blayuo." Ujar Tumpi.
Tampaknya Sogol ragu untuk melarikan diri. Ia ingin secara kesatria menghadapi Upas Upas itu dan menghabisinya. Tetapi, jika ia lakukan maka rusaklah rencana yang sudah matang dirancang bersama kawan-kawannya untuk menyerang kantor Mantri Polisi. Akhirnya ia pun menuruti saran Tumpi dan berlari mengikuti Tuminah dari belakang. (BERSAMBUNG)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun