Apakah jalan manusia mengalami kemajuan? Tentu. Â Perkembangan teknologi dan lain-lainnya, telah memudahkan sisi kehidupan ini, dan semestinya secara wajar menyebabkan manusia lebih berbahagia.
Dapatkah anda bayangkan, puluhan tahun lalu, tanpa ada alat komunikasi/transportasi memadai, maka seorang akan terpisah secara fisik dengan nyata, dan diikuti dengan penderitaan psikis yang berat. Â Bayangkan jika terpisah dari keluarga, tanpa pernah tahu kabar beritanya?. Â Hanya kepasrahan, menjadi obat senyatanya, yang akan menguatkan, bahwa takdir Tuhan itu haruslah diterima. Â
Kita bisa bayangkan, para 'budak' atau buruh yang 'diculik' dari keluarganya, lalu dibawa pindah menyebrangi samudera luas, maka selamanya mereka akan terpisah. Â Hanya kekekalan cinta yang masih terpatri dan dibawa mati. Â Bagaimana saudara kita (yang ada di suriname); hanya sebagai contoh, dan lain-lainnya; awal perginya pasti diiringi kepiluan yang mendalam. Â
Dalam konteks kemanusiaan, maka para pemuka agama, Â melampaui ribuan kilometer, meninggalkan keluarganya juga, adalah bagian kepedihan. Â Jika ia meninggalkan keluarganya, maka telah tercabiklah rasa bahagia itu. Â Seorang anak kehilangan ayahnya, pun bisa begitu sebaliknya!. Â Hanya keyakinan yang menguatkan. Â
Paling perih, adalah peperangan yang terjadi, meninggalkan luka pisik dan batin yang menganga. Â Tercerai berai cinta, kasih sayang dan rasa bahagia, berganti benci, dendam dan kepedihan. Â Juga terjadi perbudakan, dimana nasib si Sudra, seolah dikutuk sebagai terkutuk. Â Kemalangan hidup, yang tak pernah ia mengerti, mengapa terjadi; tetapi hanya sebagai: nasib, sudah terjadi!. Â Betapa banyak ketidakbahagiaan di zaman dahulu kala. Â Â
Lalu peradaban merangkak, berjalan dan berlari kencang. Â Seyogyanya manusia makin berbahagia. Â Kita dapat berkabar, mengurangi beban psikis, dan menambah cinta. Â Cinta makin dikukuhkan, keluarga tidak lagi bercerai berai, dan kemalangan bukanlah kutukan. Â Mungkin berubah adalah tantangan kehidupan, tetapi itu lazim mengikuti zamannya. Â Dahulu orang takut pada binatang buas, saat ini binatang buas telah dikandangkan, dan berganti kebuasan lainnya. Â
Namun kemajuan ilmu pengetahuan lebih cepat dari kemajuan kebuasan, kecuali dan hanya jika, kebuasan itu bersamaan dengan ilmu pengetahuan. Â Beruntungnya, para ahli yang mendedikasikan ilmu pengetahuan, kebanyakan punya niat tulus, bukan untuk kebuasan. Â Tidak percaya?. Â Coba, lebih banyak mana, yang anda dinikmati, hasil positip dari ilmu pengetahuan dan atau hasil negatifnya?. Mobil? HP? Pengobatan? Teknologi fisika/biologis/kimia?
Saat ini, kejadian seperti itu, dapat dihindari dengan alat komunikasi. Â Yang sama, harus tetap ada, dan dikuatkan, adalah itikad memegang janji dan kejujuran. Â Untuk itu mestinya kemajuan teknologi dapat menguatkannya. Â Orang diminta jujur dan menepati janji, bukan saja dari 'inner' tetapi juga dari 'keterpaksaan' mengikuti aturan/dokumen/SOP/perjanjian dan lain-lain.
Oleh karena situasinya, dahulu, orang sangat bersahabat dengan alam. Alam sangat dekat, dan kemampuan mengelolanya juga sangat sederhana. Â Sehingga ikatan yang teduh itu ada. Â Dalam hal ini, orang zaman dahulu lebih 'damai'. Â Dengan kesederhanaan itulah, tampaknya mereka lebih taat kepada sang Pencipta, demi mendapatkan kedamaian/kebahagiaan. Â
Hikmah kebijaksanaan ini menjelma sebagai 'agama', yang mungkin tafsir awamnya: kasih sayang Tuhan kepada manusia . Â Orang sekarang menerimanya; as given; , lalu terdapat berbagai ajaran agama. Â Jika ada ajaran agama yang baru maka ajaran itu sesat. Â Lalu apakah kita (sekarang akan lebih berbahagia)?. Â