Mohon tunggu...
Said Kelana Asnawi
Said Kelana Asnawi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen pada Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie

Dosen-Penyair, menulis dalam bidang manajemen keuangan/investasi-puisi; Penikmat Kopi dan Pisang Goreng; Fans MU

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Makin Berbahagia

31 Desember 2020   13:45 Diperbarui: 29 April 2021   08:02 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebahagiaan bersama keluarga

Apakah jalan manusia mengalami kemajuan? Tentu.  Perkembangan teknologi dan lain-lainnya, telah memudahkan sisi kehidupan ini, dan semestinya secara wajar menyebabkan manusia lebih berbahagia.

Dapatkah anda bayangkan, puluhan tahun lalu, tanpa ada alat komunikasi/transportasi memadai, maka seorang akan terpisah secara fisik dengan nyata, dan diikuti dengan penderitaan psikis yang berat.  Bayangkan jika terpisah dari keluarga, tanpa pernah tahu kabar beritanya?.  Hanya kepasrahan, menjadi obat senyatanya, yang akan menguatkan, bahwa takdir Tuhan itu haruslah diterima.  

Kita bisa bayangkan, para 'budak' atau buruh yang 'diculik' dari keluarganya, lalu dibawa pindah menyebrangi samudera luas, maka selamanya mereka akan terpisah.  Hanya kekekalan cinta yang masih terpatri dan dibawa mati.  Bagaimana saudara kita (yang ada di suriname); hanya sebagai contoh, dan lain-lainnya; awal perginya pasti diiringi kepiluan yang mendalam.  

Dalam konteks kemanusiaan, maka para pemuka agama,   melampaui ribuan kilometer, meninggalkan keluarganya juga, adalah bagian kepedihan.  Jika ia meninggalkan keluarganya, maka telah tercabiklah rasa bahagia itu.  Seorang anak kehilangan ayahnya, pun bisa begitu sebaliknya!.  Hanya keyakinan yang menguatkan.  

Paling perih, adalah peperangan yang terjadi, meninggalkan luka pisik dan batin yang menganga.  Tercerai berai cinta, kasih sayang dan rasa bahagia, berganti benci, dendam dan kepedihan.  Juga terjadi perbudakan, dimana nasib si Sudra, seolah dikutuk sebagai terkutuk.  Kemalangan hidup, yang tak pernah ia mengerti, mengapa terjadi; tetapi hanya sebagai: nasib, sudah terjadi!.  Betapa banyak ketidakbahagiaan di zaman dahulu kala.    

Lalu peradaban merangkak, berjalan dan berlari kencang.  Seyogyanya manusia makin berbahagia.  Kita dapat berkabar, mengurangi beban psikis, dan menambah cinta.  Cinta makin dikukuhkan, keluarga tidak lagi bercerai berai, dan kemalangan bukanlah kutukan.  Mungkin berubah adalah tantangan kehidupan, tetapi itu lazim mengikuti zamannya.  Dahulu orang takut pada binatang buas, saat ini binatang buas telah dikandangkan, dan berganti kebuasan lainnya.  

Namun kemajuan ilmu pengetahuan lebih cepat dari kemajuan kebuasan, kecuali dan hanya jika, kebuasan itu bersamaan dengan ilmu pengetahuan.  Beruntungnya, para ahli yang mendedikasikan ilmu pengetahuan, kebanyakan punya niat tulus, bukan untuk kebuasan.  Tidak percaya?.  Coba, lebih banyak mana, yang anda dinikmati, hasil positip dari ilmu pengetahuan dan atau hasil negatifnya?. Mobil? HP? Pengobatan? Teknologi fisika/biologis/kimia?

Kebahagiaan bersama keluarga
Kebahagiaan bersama keluarga
Dahulu, yang Mulia Nabi Muhammad SAW, sang Al Amin (dapat dipercaya), dalam konteks kejujuran, beliau pernah menunggu berkisar 17 hari, di tempat yang sama, untuk bertemu seseorang yang lupa akan janjinya.  

Saat ini, kejadian seperti itu, dapat dihindari dengan alat komunikasi.  Yang sama, harus tetap ada, dan dikuatkan, adalah itikad memegang janji dan kejujuran.  Untuk itu mestinya kemajuan teknologi dapat menguatkannya.  Orang diminta jujur dan menepati janji, bukan saja dari 'inner' tetapi juga dari 'keterpaksaan' mengikuti aturan/dokumen/SOP/perjanjian dan lain-lain.

Oleh karena situasinya, dahulu, orang sangat bersahabat dengan alam. Alam sangat dekat, dan kemampuan mengelolanya juga sangat sederhana.  Sehingga ikatan yang teduh itu ada.  Dalam hal ini, orang zaman dahulu lebih 'damai'.  Dengan kesederhanaan itulah, tampaknya mereka lebih taat kepada sang Pencipta, demi mendapatkan kedamaian/kebahagiaan.  

Hikmah kebijaksanaan ini menjelma sebagai 'agama', yang mungkin tafsir awamnya: kasih sayang Tuhan kepada manusia .  Orang sekarang menerimanya; as given; , lalu terdapat berbagai ajaran agama.  Jika ada ajaran agama yang baru maka ajaran itu sesat.  Lalu apakah kita (sekarang akan lebih berbahagia)?.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun